JAKARTA (voa-islam.com)--Wacana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk melakukan sertifikasi digital bagi pengguna media sosial, mengejutkan banyak pihak.
Pengamat Komunikasi dan Media Yons Achmad menilai sertifikasi digital (media sosial) harus ditolak. Alasannya karena, bisa memberangus kebebasan berpendapat.
"Publik tidak lagi leluasa dalam menyampaikan gagasan, pandangan terutama terkait dengan politik dan kekuasaan," kata Yons kepada voa-islam.com, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Yons menegaskan bahwa sertifikasi medsos adalah bentuk kesewenang-wenangan pemerintah melalui kaki tangannya, yaitu Kemkominfo.
"Saya kira, sertifikasi medsos muncul karena derasnya kritik kepada Pemerintah. Tujuannya hanya untuk meredam suara kritis dari masyarakat. Terutama aktivis Islam pro-perubahan. Pemerintah panik dan ketakutan. Munculah sertifikasi medsos,"jelasnya.
Menurut Yons, alasan sertifikasi medsos untuk meredam hoax sangat tidak tepat. Sebab, hoax sudah ada sejak jaman Belanda, kemudian menyusul di zaman Jepang.
"Era Belanda misalnya dikabarkan Bung Hatta mendukung Pemerintahan Kolonial, padahal itu tidak benar. Zaman penjajahan Jepang misalnya, selalu mengabarkan lewat media bahwa Jepang menang perang padahal kenyatannya banyak mengalami kekalahan," ucapnya.
Lanjut Yons, kalaupun benar ada hoax, solusinya bukan dari pemerintah. Tapi, dari inisiatif publik. "Dengan apa? Tak lain dan tak bukan dengan literasi digital. Literasi sosial media (sos med). Artinya apa? Ada semacam gerakan di dunia maya untuk meredam hoax yang benar-benar hoax," katanya.
"Bukan hanya hoax versi pemerintah. Misalnya pemerintah anggap serbuan TKI ilegal China ke Indonesia hoax. Padahal itu bukan hoax. Itu fakta. Walaupun kalau soal berapa jumlahnya. Itu bisa diperdebatkan lagi," sambungnya.
Sekali lagi, Yons menduga, cara yang paling efektif meredam hoax ya dengan inisiatif publik Masyarakat. Melalui literasi digital (medsos), dengan cara membentuk sebuah komunitas.
"Katakanlah misalnya "Komunitas Melek Sosial Media" yang bertujuan mengedukasi publik bagaimana bisa cerdas dan kritis dalam bermedia sosial dan tahu betul mana kabar yang bohong. Mana kabar yang benar (valid)," pungkasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]