View Full Version
Selasa, 11 Jul 2017

Mensos Khofifah: Pesantren Harus Lakukan Adaptasi di Era Digital

GRESIK (voa-islam.com) - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan era digital memaksa semua pesantren harus segera melakukan adaptasi. Desain kurikulum dan metode pendidikan pesantren harus menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi sehingga mampu mengisi ruang hampa dalam dunia keilmuan.

“Ini sisi implementasi sila pertama Pancasila yang sering tidak terisi dalam praktek belajar mengajar kita dan merupakan kekuatan bangsa Indonesia dikala harus bersaing dan berkompetisi dengan negara lain,” tutur Mensos saat menghadiri suatu acara di Gresik, Kamis yang lalu.

Menurutnya disatu sisi, pesantren berfungsi sebagai lembaga penguatan keagamaan dan moral. Tetapi di sisi lain ia harus mampu beradaptasi dan bermetamorfosis sesuai dengan perkembangan masyarakat modern, khususnya era digital saat ini.

Khofifah mengingatkan tantangan terbesar dalam masyarakat modern adalah dekadensi moral dan lunturnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masyarakat, serta budaya hedonis dan masyarakat yang konsumtif. Oleh karena itu, kata dia, Pesantren perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan pusat pemandirian serta pemberdayaan masyarakat seperti yang selama ini diperankan.

Khofifah mengatakan, pesantren baik yang salaf maupun modern idealnya tidak menutup diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, menciptakan atmosfer kompetisi, namun tetap mampu mempertahankan pembinaan moral dan akhlak yang selama ini notabene menjadi pondasi dasar pesantren.

“Ambil contoh perkembangan sosial media yang begitu pesat saat ini. Arus informasi dari berbagai penjuru dunia begitu cepat diperoleh, berbagai pemikiran dan gerakan sangat mudah diakses tanpa di tashih dan begitu kuat pengaruhnya, sehingga merombak tatanan sosial-keagamaan masyarakat. Maka saya mengajak agar pesantren tidak menutup diri untuk membuka ruang keilmuan lain, sebaliknya timba ilmu sebanyak-banyaknya dari kemudahan tersebut namun tetap dengan proses menyaringnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga meminta Pesantren mengambil peran dalam meningkatkan rasa cinta tanah air para santri. Sehingga, nantinya santri tersebut tidak hanya cerdas dalam soal ilmu pengetahuan, namun juga mengerti nilai-nilai kebangsaan dengan keberagaman sehingga kelak akan terbangun pribadi dengan karakter penuh moderasi dan toleransi terhadap keberagaman Indonesia.

“Disadari atau tidak globalisasi dan percepatan informasi dan teknologi lambat laun akan menggerus nilai-nilai tersebut. Kita bersyukur saat Indonesia berumur 72 tahun. Mari kita lihat banyak negara mengalami konflik internal sementara jumlah suku, agama dan ragam budaya serta pulaunya tidak sebesar Indonesia. Nah ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pesantren,” paparnya.

Menurut Khofifah apabila keutuhan NKRI bisa mempertahankan nilai nilai tradisional pesantren sekaligus mengambil kemajuan yg sesuau dg nilai ke Indonesiaan, maka Indonesia bisa menjadi sekolah bagi negara berpenduduk muslim lain.

“Kita akan menjadi school of modern muslim country. Maka pondok pesantren kita yg maju di berbagai tempat dan sekolah sekolah Islam yg maju akan menjadi laboratorium peradaban baru di masa yg akan datang dengan penuh arif dan bijaksana kita bangun negeri yang plural ini dengan penuh toleransi dan moderasi”, tutur dia.

Khofifah menambahkan mengidentifikasi  pesantren  sebagai sarang terorisme adalah sebuah kekeliruan besar. Karena menurutnya Pesantren lahir dari rahim budaya Indonesia, sehingga saya rasa nasionalisme di kalangan santri pun tumbuh dengan baik. 

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan era digital memaksa semua pesantren harus segera melakukan adaptasi. Desain kurikulum dan metode pendidikan pesantren harus menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi sehingga mampu mengisi ruang hampa dalam dunia keilmuan.

“Ini sisi implementasi sila pertama Pancasila yang sering tidak terisi dalam praktek belajar mengajar kita dan merupakan kekuatan bangsa Indonesia dikala harus bersaing dan berkompetisi dengan negara lain,” tutur Mensos saat haflah ahirussanah sekaligus peletakan batu pertama pembangunan Gedung Islamic Boarding School di Yayasan Pendidikan Ma’arif NU Hidayatus Salam, Lowayu Dukun, Gresik, Kamis (6/7).

Menurutnya disatu sisi, pesantren berfungsi sebagai lembaga penguatan keagamaan dan moral. Tetapi di sisi lain ia harus mampu beradaptasi dan bermetamorfosis sesuai dengan perkembangan masyarakat modern, hususnya era digital saat ini.

Khofifah mengingatkan tantangan terbesar dalam masyarakat modern adalah dekadensi moral dan lunturnya pemahaman dan pengamalan nilai- nilai agama, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masyarakat, serta budaya hedonis dan masyarakat yang konsumtif. Oleh karena itu, kata dia, Pesantren perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan pusat pemandirian serta pemberdayaan masyarakat seperti yang selama ini diperankan.

Khofifah mengatakan, pesantren baik yang salaf maupun modern idealnya tidak menutup diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, menciptakan atmosfer kompetisi, namun tetap mampu mempertahankan pembinaan moral dan akhlak yang selama ini notabene menjadi pondasi dasar pesantren.

“Ambil contoh perkembangan sosial media yang begitu pesat saat ini. Arus informasi dari berbagai penjuru dunia begitu cepat diperoleh, berbagai pemikiran dan gerakan sangat mudah diakses tanpa di tashih dan begitu kuat pengaruhnya, sehingga merombak tatanan sosial-keagamaan masyarakat. Maka saya mengajak agar pesantren tidak menutup diri untuk membuka ruang keilmuan lain, sebaliknya timba ilmu sebanyak-banyaknya dari kemudahan tersebut namun tetap dengan proses menyaringnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga meminta Pesantren mengambil peran dalam meningkatkan rasa cinta tanah air para santri. Sehingga, nantinya santri tersebut tidak hanya cerdas dalam soal ilmu pengetahuan, namun juga mengerti nilai-nilai kebangsaan dengan keberagaman sehingga kelak akan terbangun pribadi dengan karakter penuh moderasi dan toleransi terhadap keberagaman Indonesia.

“Disadari atau tidak globalisasi dan percepatan informasi dan teknologi lambat laun akan menggerus nilai-nilai tersebut. Kita bersyukur saat Indonesia berumur 72 tahun. Mari kita lihat banyak negara mengalami konflik internal sementara jumlah suku, agama dan ragam budaya serta pulaunya tidak sebesar Indonesia. Nah ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pesantren,” paparnya.

Menurut Khofifah apabila keutuhan NKRI bisa mempertahankan nilai-nilai tradisional pesantren sekaligus mengambil kemajuan yg sesuau dg nilai ke Indonesiaan, maka Indonesia bisa menjadi sekolah bagi negara berpenduduk muslim lain.

“Kita akan menjadi school of modern muslim country. Maka pondok pesantren kita yg maju di berbagai tempat dan sekolah sekolah Islam yg maju akan menjadi laboratorium peradaban baru di masa yg akan datang dengan penuh arif dan bijaksana kita bangun negeri yang plural ini dengan penuh toleransi dan moderasi”, tutur dia.

Khofifah menambahkan mengidentifikasi  pesantren  sebagai sarang terorisme adalah sebuah kekeliruan besar. Karena menurutnya Pesantren lahir dari rahim budaya Indonesia, sehingga ia merasa nasionalisme di kalangan santri pun tumbuh dengan baik. [menara62/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version