Oleh: Hardi Jofandu (Blogger)
Masih terngiang di ingatan kita, foto 'cute' pak Jokowi-JK saat masih menjadi Capres dan Cawapres. Dengan gaya khasnya waktu itu, salam 2 jari, keduanya dengan pose yang sangat 'cute' dan imut, berselfie ria di depan kamera.
Kita juga ingat, foto 'merakyat' pak Jokowi yang rela 'masuk got' demi mengatasi banjir. Foto tersebut, tentunya sangat berpengaruh terhadap 'suara' di pemilu tahun 2014 lalu.
Kali ini saya tak mau membahas masalah Presiden dan wakilnya, bagaimana kinerjanya selama menjabat ataupun yang lainnya. Saya juga tidak mau menyebut pencapaian buruk pemerintahannya, seperti hutang yang makin menumpuk, kemiskinan makin tinggi, dana haji mau digunakan untuk infrastruktur, masuknya pekerja cina ke negeri ini dan lain-lain. Sekali lagi, pencapaian buruk rezim ini tidak ingin saya sebut, karena saya tak mau dicap menebar kebencian.
Yang saya ingin soroti cuma satu: Pak Jokowi-JK menggunakan KAMERA untuk berselfie dan berkampanye. Itu artinya, kamera sudah berperan penting bagi kemenangan Pak Jokowi-JK dalam pemilu. Itu saja!
***
Tak banyak yang tahu, kamera yang sering kita gunakan, termasuk yang digunakan pak Presiden ternyata ditemukan pertama kali oleh Ilmuwan Khilafah, Ibnu Al-Haitham. Nama lengkapnya Abu ‘Ali Al-Hasan Bin Al Haitham. Ia lahir di Bashra, Iraq, pada tahun 965 M di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Ia dipanggil dengan Ibnu Al-Haitham, Ibnu Haitham atau Al Hazen.
Secara historis, ilmuwan muslim, Ibnu Al-Haitham bersama muridnya Kamaluddin al-Farisi menemukan kamera obscura sekitar akhir abad ke-10 M. Pada saat bersamaan, Barat waktu itu masih dilanda kegelapan, tanpa ada kemajuan sama sekali. Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham baru diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera). Penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Joseph Kepler (1571 - 1630 M), meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean.
Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Haitham dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan kamera kodak. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.
Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada al-Haitham dan Khilafah sebagai negara yang melahirkannya. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Islam lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi ilmuwan Muslim. Umat Islam saat ini juga kurang mengapresiasi dan menghargai negara Khilafah yang telah melahirkan ilmuwan yang berkualitas.
Di negeri ini, negara Khilafah dengan segala jasanya malah dianggap sebagai ancaman, bahkan terlarang. Orang memperjuangkannya akan dikriminalisasi dan diancam pidana. Padahal pada waktu yang bersamaan kamera yang kita tahu dilahirkan oleh ilmuwan Khilafah justru digunakan di negeri ini. Yang menggunakannya pun adalah mereka yang sangat anti terhadap Khilafah.
Maka sungguh lucu bila ada yang menggunakan kamera untuk berselfie, bahkan berkampanye, malah menuduh Khilafah berbahaya, bahkan mengeluarkan Perppu untuk melarangnya. Penemuannya diambil, ilmuwannya dipuji sedangkan negara yang melahirkan ilmuwannya malah dibenci sedemikian rupa.
Orang semacam ini terkategori manusia-manusia yang tidak tahu berterimah kasih. Dan sepantasnya orang semacam ini dinasehati : Kalau suka selfie (harus) suka Khilafah! Wallahu a'lam bish shawab. [dbs/syahid/voa-islam.com]