Gesekan antarumat beragama di tanah air belakangan ini sangat disayangkan oleh Insan LS Mokoginta pakar kristologi dan pemerhati hubungan antarumat beragama. Mantan muallaf bernama baptis Wenseslaus ini menilai kerukunan umat beragama tidak akan terwujud bila peraturan-peraturan keagamaan tidak dipatuhi. Dalam kasus bentrokan Ahmadiyah Cikeusik Pandeglang, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Depok ini menilai terjadi karena pemerintah tidak tegas menindak jemaat Ahmadiyah yang melanggar SKB Tiga Menteri.
“Konflik Ahmadiyah ini terjadi karena pemerintah tidak tegas memberikan sanksi kepada Ahmadiyah yang melanggar SKB Tiga Menteri. Akibatnya, massa bertindak sendiri-sendiri,” jelas Insan saat ditemui voa-islam.com di sela-sela launching buku “Nabi SAW Bukan Pedofili” di Café Shisa, Kemang, Jakarta, Rabu (9/2/2011).
Insan Mokoginta yang meraih Muallaf Award tahun 2008 dan 2009 ini menegaskan bahwa solusi bagi penyelesaian kasus Ahmadiyah hanya tiga opsi: bubarkan Ahmadiyah, jemaat Ahmadiyah bertaubat menjadi Islam yang benar, atau jemaat Ahmadiyah menjadikan Ahmadiyah sebagai Agama Non-Islam. Inilah petikan wawancaranya selengkapnya:
Bagaimana pandangan bapak tentang kerukunan jemaat Ahmadiyah dengan umat Islam tidak harmonis?
Kerukunan antarumat beragama memang dibutuhkan untuk perdamaian dan pembangunan bangsa. Tapi kalau agama tidak bisa dirukunkan. Bisa kacau jika Ahmadiyah dirukunkan dengan Agama Islam.
Konflik Ahmadiyah yang makin marak belakangan ini terjadi karena pemerintah tidak tegas memberikan sanksi kepada Ahmadiyah, padahal sudah ada SKB Tiga Menteri yang mengaturnya. Akibatnya, massa bertindak sendiri-sendiri.
Beberapa kalangan menyalahkan SKB Tiga Menteri sebagai penghalang kerukunan.
Itu tidak benar. Mereka menganggap SKB Tiga Menteri sebagai penghalang, padahal fungsi SKB adalah mengatur. Sebetulnya, jika SKB Tiga Menteri itu ditaati, tak akan terjadi konflik horizontal. Ada SKB saja dilanggar, apalagi tidak ada SKB?
Jika SKB selalu dilanggar, saya yakin persoalan Ahmadiyah tidak akan bisa diselesaikan sampai kiamat. Apalagi, Ahmadiyah selalu mendapat pembelaan dari komunitas liberal. Bahkan Fatwa MUI pun dinilai sesat oleh kelompok JIL. Untuk itu, pemerintah harus tegas menyelesaikan permasalahan Ahmadiyah.
Sekarang kuncinya ada di tangan Presiden SBY untuk mengeluarkan Kepres bubarkan Ahmadiyah.
Bagaimana solusi untuk persoalan Ahmadiyah, jika pemerintah tidak tegas?
Sebaiknya Jemaat Ahmadiyah buat saja agama sendiri. Syarat sebuah agama adalah punya nabi sendiri, punya kitab sendiri, dan punya kiblat sendiri. Ahmadiyah telah memenuhi tiga syarat itu. Mereka telah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, mengimani Kitab Tadzkirah sebagai kitab suci, dan Lahore sebagai kiblatnya.
Jadi pilihannya, bubarkan Ahmadiyah, kembali pada ajaran Islam yang benar, atau menjadikan Ahmadiyah sebagai agama tersendiri di luar Islam. Ahmadiyah jangan menyempal pada Islam, apalagi mengklaim sebagai Islam Ahmadiyah. Sebut saja Agama Ahmadiyah. Begitu juga jangan sebut masjid, tapi cari saja sebutan lain, misalnya rumah kebaktian agama Ahmadiyah.
Apakah umat Islam di Indonesia bisa menerapkan apa yang dilakukan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ketika memerangi Musailamah Al-Kadzab, sang nabi palsu?
Indonesia bukan negara yang menerapkan syariat Islam. Indonesia adalah negara hukum yang tidak menerapkan hukum Islam. Nanti, kalau kita memerangi Ahmadiyah yang mengakui Mirza Ghilam Ahmad sebagai nabi, seperti halnya sahabat Nabi SAW memerangi nabi palsu, umat Islam bisa disalahkan lagi.
Sebaiknya jemaat Ahmadiyah tidak langsung diperangi, tapi didakwahi dulu. Bisa saja, mantan pengikut Ahmadiyah turut mendakwahkan kepada jemaat Ahmadiyah agar bertobat. Kita tahu, persoalan Ahmadiyah telah berakar sejak lama. Para ulama terdahulu sudah menegaskan Ahmadiyah adalah ajaran sesat menyesatkan. Sementara, ulama tidak punya wewenang untuk menindak Ahmadiyah. Yang berwenang menindak Ahmadiyah adalah pemerintah.
Bagaimana dengan RUU Kerukunan Beragama yang sedang digodok DPR?
Tidak masalah jika DPR berkeinginan untuk menggodok RUU Kerukunan Umat Beragama. Alhamdulillah jika RUU itu lebih baik dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang kerukunan umat beragama. Persoalannya, apakah substansi RUU tersebut nantinya akan dihilangkan atau disempurnakan? Karena itu harus jelas dan dipertegas lagi.
Bagaimana dengan kasus kerusuhan di Temanggung?
Saya sangat menyayangkan media massa yang tidak berimbang dan berlebih-lebihan dalam mem-blow up insiden di Temanggung. Media massa memberitakan bahwa beberapa gereja dibakar umat Islam, padahal faktanya hanya dilempari batu saja. Sedangkan pelaku pembakaran pun bukan umat Islam, tapi sekelompok massa yang misterius bukan dari Temanggung. Patut dicurigai, massa yang terpancing emosinya, karena ada dalang yang memprovokasi dan menungganginya.
Soal tuntutan vonis lima tahun penjara terhadap pendeta Antonius Bawengan yang menghina Islam, memang aturan KUHP sudah seperti itu. Hukuman maksimal kasus penodaan agama menurut KUHP memang lima tahun penjara. [taz/Desastian]