Jakarta (voa-islam) - Menurut Amir Majelis Mujahidin, Ustadz Muhammad Thalib, bagi bangsa Arab yang setiap harinya akrab dengan bahasa Al-Qur’an, mereka tidak mengalami kesulitan untuk memahaminya secara tepat. Namun bagi bangsa lain di dunia ini yang tidak memahami bahasa Arab, mereka memerlukan pengalihan bahasa yang tepat ke dalam bahasa mereka.
Pengalihan bahasa Al-Qur’an ke dalam bahasa lain disebut tarjamah. Dalam prakteknya, tarjamah Al Qur’an tidak dapat dilakukan secara harfiyah. Karena itu, pengalihan bahasa Al Qur’an ke dalam bahasa Indonesia hanya dapat dilakukan secara tafsiriyah. Untuk menerjemahkan secara tafsiriyah wajib memperhatikan kaidah-kaidah baku dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Berdasarkan pemikiran inilah, kami mengusahakan terwujudnya tarjamah tafsiriyah Al Qur’an. Kami berharap, tarjamah tafsiriyah Al Quran ini dapat membantu para pembaca untuk memahami makna ayat-ayat Al Qur’an secara lebih mudah da lebih cepat sesuai maksud kalimat Arabnya. Terutama bagi yang tidak memahami seluk-beluk bahasa Arab.
“Kami menyadari kemungkinan adaya kekurangan dan kelemahan dalam tarjamah tafsiriyah Al-Qur’an ini. Karena itu kami mengharapkan saran, kritik dan koreksi dari semua pihak, terutama pakar bidang bahasa Arab dan ilmu Al-Qur’an. Semoga Allah menjadikan tarjamah tafsiriyah Al Qur’an ini sebagai amal shalih bagi penerjemah, dan bagi semua pihak yang membantu terwujudnya tarjamah tafsiriyah Al Quran ini,” akunya.
Menurut Ustadz Muhammad Thalib, kesalahan terjemah Al Qur’an versi Kemenag RI, terutama disebabkan oleh kesalahan memilih metode terjemah. Metode terjemah Al-Qur’an yang dikenal selama ini ada dua macam, yaitu: terjemah harfiyah dan terjemah tafsiriyah.
Fatwa Ulama Timur Tengah
Dalam pengantar cetakan pertama Al-Qur’an dan Terjemahnya, 17 Agustus 1965, Dewam Penerjemah Depag RI menyatakan, bahwa terjemah dilakukan secara harfiyah (leterliyk).
Merujuk Fatwa Ulama Jami’ah Al-Azhar Mesir, yang dikeluarkan tahun 1936 dan diperbarui lagi tahun 1960. Terjemah Al-Qur’an secara harfiyah, hukumnya haram. Demikian pula yang difatwakan oleh Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi No. 63947 tanggal 26 Juni 2005.
Dalam fatwa tersebut juga ditegaskan, bahwa terjemah Al-Qur’an yang dibenarkan adalah terjemah tafsiriyah. Dinyatakan haram, karena bobot kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syar’iyah maupun ilmiah, sehingga dikhawatirkan menyesatkan serta mengambangkan akidah kaum muslimin.
Fatwa haram terjemah harfiyah Al-Qur’an ke dalam bahasa ‘Ajam (non Arab), juga dikeluarkan oleh Dewan Ulama 7 negara di Timur Tengah, yaitu Jami’ah Al-Azhar, Kairo, Dewan Fatwa Ulama Saudi Arabaia, Universitas Rabat Maroko, Jam’ah Jordania, Jami’ah Palestina, Dr. Muhammad Husein Adz-Dzahabi dan Syeikh Ali Ash-Shabuni. Kesemuanya sepakat menyatakan, bahwa “terjemahan Al-Qur’an yang dibenarkan adalah tarjamah tafsiriyah, sedangkan tarjamah harfiyah terlarang atau tidak sah.”
Lalu apa perbedaan antara tafsir dan tarjamah tafsiriyah? Adapun tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an yang berbahasa Arab dengan bahasa Arab juga. Dalam menafsirkan Al-Qur’an perlu memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, yang dikenal dengan istilah tafsir bil ma’tsur sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hayyan dalam tafsir Al-Bahru Al-Muhith.
Sedangkan tarjamah tafsiriyah, maksudnya menerjemahkan makna ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam bahasa lain dengan menggunakan pola-pola bahasa terjemahan. Sehingga, penting memperhatikan semua kaidah menafsirkan Al Qur’an, dan mengetahui perbedaan pola kalimat bahasa Arab dengan bahasa terjemahannya. Dalam menyusun Tarjamah Tafsiriyah ini, sekurang-kurang menggunakan 16 rujukan kitab-kitab tafsir salaf.
Saat kunjungan ke kantor Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd di Madinah (5 Agustus 2011); yang mencetak Al-Qur’an dan Terjemahnya, yang dibagikan secara gratis kepada para jamaah haji Indonesia dan kaum Muslimin di Indonesia, Majelis Mujahidin menyampaikan bahwa Tarjamah Harfiyah Al-Quran Kemenag RI yang dicetak Lemabaga Percetakan Al Quran Raja Fahd itu mengandung kesalahan sebanyak 3.229 ayat.
Dalam kata sambutan Al-Qur’an dan Terjemahnya, Menteri Agama, Wakaf, Da’wah dan Bimbingan islam, serta Panaung Umum Al-Mujamma, Syeikh Saleh ibn Abdul Aziz ibn Muhammad al-Syeikh menyatakan: “Kami mengharapkan dari setiap pembaca Al-Qur’an dan Terjemahnya ini untuk berkenan menyampaikan segala bentuk kesalahan, kekurangan ataupun tambahan yang didapatinya, kepada pihak Mujamma’ al Malik Fahd di Madinag an Nabawiyah, guna perbaikan dalam cetakan-cetakan berikutnya, Insya Allah.”
“Alhamdulillah, pihak Mujamma’ menyambut positif misi Majelis Mujahidin, dan mengusulkan dibentuknya Tim Peneliti untuk mempelajari koreksi terjemah Al Qur’an versi Kemenag RI,” kata Ustadz Thalib. (Desastian)