JAKARTA (Voa-Islam) - Walikota Bogor didukung oleh DPRD Bogor sepakat mengalokasi dana yang jumlahnya mencapai Rp 4,5-6,2 milyar untuk pemindahan lokasi calon bangunan gereja bagi Jemaat Gereja Kristen Indnesia (GKI) Yasmin – Bogor.
“Sejak 2011, anggaran untuk relokasi itu sudah ditawarkan, bahkan DPR sudah mendukung, kecuali PDIP. Adapun relokasinya ditempatkan di Jalan Pengadilan, tidak jauh dari Pasar Anyar, Bogor. Saya kira itu merupakan tawaran yang baik untuk menyelesaikan permasalahan,” ujar Ketua Bidang Hubungan dan Kerjasama Internasional MUI Pusat di Sekretariat MUI belum lama ini.
Masyarakat Muslim pun setuju, jika GKI Yasmin direlokasi ke tempat yang representatif, dimana penduduknya dihuni oleh mayoritas non-muslim (Kristen). Masyarakat Kota Bogor sudah muak dengan tingkah laku GKI Yasmin yang tidak mau juga direlokasi, meski Walikota sudah menganggarkan dana yang sangat cukup besar.
“Sangat disesalkan, jika ada sebagian anggota dewan yang memprovokasi, dengan datang kesana lokasi, dan berdalih, seolah umat Islam intoleran. Anggota dewan yang terdiri dari Eva Sundari, Maruarar Sirait (PDIP), Lily Wahid (PKB) dan Nusron Wahid (Golkar) itu justru menambah keruh permasalahan,” tukas Kiai.
Anggapan Walikota Bogor tidak melaksanakan Putusan MA, dibantah KH. Muhyiddin, sebagai pernyataan yang keliru. “Sebenarnya Walikota sudah menjalankan Putusan MA, dan memberi kebebasan GKI Yasmin beribadah selama 3 hari, kemudian digembok kembali, dan dicabut izinnya, yakni setelah ada temua baru, tepatnya setelah ada Novum. Kebijakan Walikota ini adalah keputusan yang benar.”
Lebih lanjut, kiai mengatakan, tidak benar jika Walikota takut dengan warga atau diancam oleh ormas. Ini harus dipahami, kadang kawan wartawan tidak menyampaikan hal ini, karena itu tolong sampaikan, bahwa Walikota sudah menjalankan keputusan MA. Walikota lah yang paling tahu.”Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan terjadi pembakaran dan pengrusakan, nanti yang susah Walikota juga.”
GKI Yasmin Ngotot
Ketika ditanya, apa yang membuat GKI Yasmin masih saja ngotot dan bertahan hingga saat ini? “Boleh jadi, mereka memahami bahwa keputusan MA lebih tinggi posisinya ketimbang SK Walikota. Bagi GKI Yasmin, keputusan yang lebih rendah tidak boleh membatalkan keputsan yang lebih tinggi. Mereka lupa, bahwa Walikota sudah melaksanakan keputusan MA. Dulu disegel, lalu segel dicabut, dibiarkan beribadah, lalu ditutup kembali, dari aspek ini sudah jelas,” jelas Kiai Muhyiddin.
Seperti diketahui, bangunan GKI Yasmin berlokasi di Jl. KH. Abdullah bin Nuh, seorang Tokoh Islam berpengaruh di Bogor. Seharusnya KH. Toto, putra dari KH. Abdullah bin Nuh menolak jika nama jalan ayahnya, berdiri bangunan gereja.
“Awalnya dia setuju, setelah lobi-lobi dari tokoh NU, seperti KH Hasyim Muzadi, Nusron Wahid (GP Ansor), Lily Wahid, kemudian masuk angin dan terpengaruh juga. Padahal dulu, dia paling anti, katanya, jangan ada gereja di jalanan. Sekarang malah berubah. Sejak itu, Walikota kesal, marah dan kecewa dengan KH. Toto, putra bontot tokoh besar KH. Abdullah bin Nuh,” kata Kiai Muhyiddin.
Sejak kasus GKI Yasmin menjadi isu nasional, Walikota Bogor mendapat tekanan hebat. Beliau sampai mendapat kiriman surat sebanyak tiga karung dari masyarakat internasional dengan tuduhan intoleran. Tidak hanya itu, Pihak GKI Yasmin dan antek-anteknya mencoba membunuh karakter Walikota dengan isu poligami, dan selalu mencari-cari kesalahan. Atas tuduhan intoleran, Walikota membantah seraya berujar, kalau memang ada kesalahan prosedural, kenapa harus ada tekanan dari luar.
Terbetik kabar, pemerintah pusat akan mengambil alih persoalan GKI Yasmin. Namun KH. Muhyiddin berharap, permasalahan ini tak perlu ditangani Pusat. Mengingat, saat ini kita sudah berada di suatu masa, dimana yang berkuasa di daerah itu, bukan lagi pusat, melainkan daerah. “Sekarang, Pusat itu hanya koordinator saja. Sudah ada Pemerintah Provinsi Tingkat I dan II, dimana gubernur hanya koordinator saja, sedangkan bupati dan walikota lah yang berkuasa. Bahkan dia lebih tahu kondisi wilyahnya. Karena itu tak perlu diintervensi oleh atasan. “Jangan membuat masalah kecil jadi masalah internasional.”
PBM Cegah Anarkis
Sikap Kemenag sendiri terkait GKI Yasmin, menurut Muhyiddin, sejak awal tidak berubah. Kita semua berharap, permasalahan ini cepat diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Pihak-pihak terkait harus sama duduk bersama, menerima tawaran pemerintah.
“Terpenting, jangan sampai membuat warga setempat menjadi terganggu, dan dirugikan secara finansial. Intinya, GKI Yasmin harus mau dipindahkan. Daripada kehadirannya tidak diwelcom, dan hanya cari masalah, bukan peace maker, tapi justru menjadi trouble maker,” tandasnya.
Bagaimanapun, KH. Muhyiddin yakin, kasus GKI Yasmin tidak sampai meledak seperti halnya di Cikeuting-Bekasi. Ia optimis, tindakan anarkis tidak akan terjadi.Semua pihak harus menahan diri, jangan menjelekan nama negara, hanya karena membela sesuatu yang salah. “Kita sudah sangat toleran, buktinya, pertumbuhan gereja di negeri jauh lebih tinggi daripada petumbuhan pembangunan. Apakah kita tidak toleran?”
Asal tahu saja, di beberapa daerah, seperti di Kupang-NTT, Bali, hingga Monokwari-Papua, umat Islam pun dilarang mendirikan masjid. Meski dilarang, umat Islam tidak sampai membawa masalah ini menjadi isu Internasional.
Sepertinya, yang saling berhadap-hadapan adalah antara MUI dengan PGI. Komentar Kiai? Perlu diketahui, PBM awalnya dibuat oleh majelis-majelis agama, termasuk di dalamnya PGI. PBM ini merupakan kesapakatan. Kalau PGI menyerahkan ke lapangan, bisa-bisa hancur tanpa ada aturan, sehingga bukan tidak mungkin akan terjadi pembakaran.
“PBM dibuat justru untuk menjaga kerukunan, keharmonisan, dan stabilitas. Kalau mereka gak mau diatur, dan diserahkan ke lapangan, bisa-bisa masyarakat bertindak sendiri. Ini berbahaya,” kata Kiai prihatin. Desastian