View Full Version
Kamis, 07 Jun 2012

Nasehat Ketua MUI Surakarta: Pemerintah Harus Ngaji!

SOLO (voa-islam.com) - Menurut ajaran Islam, peran ulama dalam tatanan berbangsa dan bernegara begitu penting. Apalagi di negeri mayoritas muslim, Indonesia, ulama mendapatkan satu kedudukan terhormat di bawah payung Majelis Ulama Indonesia.

Alhamdulillah, voa-islam.com berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Prof. Dr. dr. KH. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR, Ketua MUI Surakarta yang dikenal kritis, seputar peran ulama terhadap umat dan umara (pemerintah), pada Jum'at (1/6/2012). Berikut ini kutipan wawancaranya.

Assalamu’alaikum ustadz, langsung saja, ustadz kan seorang guru besar kedokteran, kok bisa jadi ketua MUI, bagaimana perjalanannya?

Ya semua karena rahmatnya Allah dan kehendaknya yang harus kita yakini. Jadi saya berjalan apa adanya. Memang orang tua saya mendidik saya supaya saya taat beragama, jadi saya dititipkan di tempat nenek sampai kelas 5 SD agar bisa ngaji tetapi setelah kelas 6 ditarik ke Solo disekolahkan di madrasah.

Saya tidak tahu, di madrasah saya dites lalu ditempatkan di kelas 3, setelah itu baru 2 minggu saya dipindahkan ke kelas 5, di kelas 5 hanya satu bulan lalu dipindahkan ke kelas 6 setelah itu ya di situ sampai lulus madrasah ibtidaiyah.

Setelah itu ya sudah ngaji di rumah dipanggilkan guru, itu basic agama saya. Jadi saya merasa mendapatkan kemudahan belajar agama dari Allah, otodidak. Saya tidak aktif di organisasi mana pun karena merasa tidak mampu.

Setelah itu sekolah kedokteran, sekolah kedokteran itu juga karena doa orang tua bukan karena kepandaian, karena ibu saya menghendaki ada dari salah satu putranya menjadi dokter. Tahun 1970 ikut tes dan Alhamdulillah diterima sampai lulus di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Kemudian saya menjadi pegawai negeri, diterima sebagai pendidik di Universitas Sebelas Maret sebagai staf pendidik di Fakultas Kedokteran.

Kemudian tahun 1985 saya mengambil spesialis penyakit dalam di fakultas kedokteran UI. Setelah itu Allah menjalankan lagi, di usia 53 tahun saya ngambil S3 di Unair (Universitas Airlangga) d i Surabaya, Alhamdulillah hasilnya (desertasi, red) Cumlaude dan hasilnya bisa saya daftarkan di HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan diterima, saya beri nama ‘Jalur Zainal’ itu internasional.

Kemudian saya memang aktif diangkat jadi pengurus MUI tidak mendaftar, tahun 1992. Waktu itu saya sedang tidur sore habis dari kantor, lalu ditelepon dari MUI ada Musda waktu itu, disuruh datang. “Untuk apa?” mau dilantik katanya. “wong saya ngga bisa apa-apa” orang-orang yang hadir waktu itu sepakat pak Zainal dilantik sebagai ketua Komisi Dakwah.

Kemudian saya mengikuti  beberapa tahun, beberapa pergantian ketua MUI mulai  KH. Ali Darokah, KH. Ahmad Slamet, kemudian Prof. Dr. Muhammad Saleh, lalu saya yang disuruh maju menjadi ketua MUI.

Sebenarnya saya merasa tidak pantas dan saya anggap itu sebagai musibah karena saya harus memikul amanah yang cukup berat. Diangkat jadi ketua MUI kira-kira tahun 2009.

Sebagai tokoh sepuh, bagaimana perkembangan kota Solo?

Kondisi umat Islam di sini Alhamdulillah bersatu, baik, bersama dengan umat non muslim kondusif. Kalau ada apa-apa itu ada sesuatu dari luar dan mengejutkan yang umat Islam Solo meyakini kalau itu rekayasa, seperti kasus bom. Umat Islam itu meyakini itu rekayasa dan itu hak kita untuk tidak percaya. Juga Kapunton yang dibom, saya tidak percaya itu umat Islam.

Jadi kota Solo sebenarnya sangat kondusif, sangat tentram. Persitiwa kemarin itu kesalahpahaman yang berujung bentrok, kita patut apresiasi Kapolres dan anak-anak dari laskar Hisbah yang sangat taat, dengan emosi jihadnya dengan membawa senjata tajam tapi hampir tidak ada darah yang tercecer, bisa kembali ke tempatnya, masjid Al Muhajirin tanpa masalah apa pun.

Basis komunis itu sudah terkikis?

Memang ada yang mau mengacau lewat bedah buku-bedah buku yang sangat tidak mutu yang mau merusak kota Solo, seperti kemarin ada bedah buku tentang Gerwani kita tolak dan Kapolres juga setuju. Kemudian Irshad Manji mau datang juga kita tolak, jadi Alhamdulillah semua tunduk kepada amir, ketua MUI.

Apa peran dan fungsi MUI itu sendiri?

Sesuai dengan AD/ARTnya, sejalan dengan MUI pusat , kita lembaga yang bergerak dalam amar ma’ruf nahi munkar yang terdiri dari ‘ulama, zu’ama dan umara.

MUI Solo pernah mengeluarkan fatwa?

Kalau fatwa itu kewajiban MUI pusat, kita hanya pernah membuat buku Tanggapan terhadap Deradikalisasi yang diadakan di kota Solo.

Soal buku tanggapan deradikalisasi, bukankah ini bersebrangan dengan upaya pemerintah?

Itu keliru, salah diagnosis salah terapi. Saya selaku dokter kalau diagnosis salah pasti terapinya salah. Teroris kita tidak setuju sama sekali, tapi deradikalisasi jangan dikaitk-kaitkan dengan itu dan kebanyakan distigmakan kepada umat Islam.

Tolong kepada aparat, kepada pemerintah, kepada Densus, tolong beri kami hak untuk tidak percaya dan kami punya buku pegangan desertasinya Busyro Muqoddas tentang Hegemoni Rezim Intelijen.

Fakta menunjukkan slide-slide dari BNPT sangat menyimpang dari Islam, dia membelokkan Islam dari Al Qur’an dari Sunnah, dia potong-potong hadits, dia potong-potong ayat semaunya. Nah, itu yang menjadi fardhu ‘ain bagi kita untuk meluruskan.

Bagaimana menurut ustadz adanya MUI di suatu daerah yang dulu sempat melarang ustadz Abu Bakar Ba’asyir ceramah?

Begini, entah itu ada tekanan atau tidak, wallahu a’lam, tapi itu sangat saya sayangkan. Kita simak dulu apa isi ceramahnya, sebab beliau pun juga punya ijtihad, yang namanya tawashaubil haq  itu sangat luar biasa, itu suatu geraka quill haq walaw kaana murron itu kan berarti beliau mendapat pahit, saya pun kadang mendapat pahit, ngga masalah.

Kadang-kadang yang dengar pun tersinggung, kalau orang keseleo direposisi  kan sakit, diluruskan sakit, kadang njerit, kadang malah mukul, jadi saya pakai falasafah kedokteran.

Apa pesan ustadz kepada umat, kepada ulama dan pemerintah

Kepada ulama, mari jangan berhenti-berhenti untuk dakwah; da’wah bil hal, da’wah bil lisan untuk selalu menyuarakan amar ma’ruf nahin munkar. Nah, amar ma’ruf nahi munkar itu  pasti beda, tapi yang kita pahami orang yang beda itu harus dihormati. Kalau dihormati betul, tidak ada amar ma’ruf nahi munkar, semua menuju kepada kerusakan.

Seperti debat di TV katanya kita harus menghormati perbedaan, lho perbedaannya apa dulu? Harusnya ditanya antum tahu tidak yang namanya maksiat? Lady Gaga itu icon maksiat, antum tahu tidak maksiat? Kalau anda tahu maksiat, lalu anda dukung maksiat, anda siapa? Kalau saya mendukung ketaatan, definisi ketaatan itu apa? Antum mungkin mengatakan saya orang taat, tapi kok dukung maksiat, ya tidak bisa, itu perlu diluruskan.

Kepada umat, harus sabar, doa yang paling simpel itu; allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzabannaar , ya Allah berikanlah berkah pada rizkiku, yang miskin itu juga berdoa seperti itu sebab kemiskinan itu rizki, semoga Allah memberikan kesabaran.

Harusnya pejabat kita; menteri, presiden juga doanya seperti itu agar hartanya, jabatannya, keluarganya tidak mengantarkannya ke neraka. Kenapa korupsi itu ada? Karena tidak berkah hartanya, tidak berkah

Terakhir apa nasehat ustadz untuk pemerintah yang saat ini tidak menerapkan hukum Islam?

Dia harus ngaji, laa ikraaha fid diin, qad tabayyanar rusydu minal ghay, tidak ada paksaan dalam agama, tapi jalan yang lurus dan jalan yang sesat sudah jelas.

Jadi pemerintah harus ngaji, kalau ngundang guru jangan yang ketawa haha hihi... takut meluruskan. Sudah ngajinya jarang, guru yang diundang keliru, kalau guru yang diundang keliru seperti diagnosa yang keliru pasti terapinya keliru. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version