View Full Version
Selasa, 12 Jun 2012

Rusia Menjadikan Suriah Sebagai Kartu Tawar Terhadap AS

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan melakukan kunjungan ke Teheran. Lavrov akan bertemu dengan Presiden Iran Ahmadinejad, terkait dengan krisis di Suriah, dan isu nuklir Iran. Rusia ingin menjadikan isu Suriah dan Iran sebagai alat tawar menghadapi Amerika Serikat di Teluk.

Kunjungan Lavrov ke Teheran itu, nampaknya akan menggalang dukungan dari Teheran,  khususnya menghadapi tekanan Barat dan Negara Arab Teluk, yang menginginkan adanya tindakan militer terhap Suriah, yang terus melakukan pembantaian terhadap rakyatnya.

Rusia menjdi pemain utama sejak era Perang Dingin, sampai hari ini, di mana Rusia tidak akan membiarkan al-Assad akan jatuh dari kekuasaannya. Mengingat Rusia merupakan pemasok senjata paling besar terhadap Suriah, sejak zamannya Presiden al-Bakr, yang dilanjutkan oleh Presiden Hafez al-Assad. Suriah memiliki sejumlah senjata rudal jelajah jarak menengah, yang dibeli dari Soviet.

Belum lama ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, melakukan pertemuan dengan Presiden China, Hu Jianto, dan sejumlah kepala negara  Asia Tengah, yang selama menjadi sekutu Soviet, dan berlanjut hingga hari ini.Dalam pertemuan itu, mereka menegaskan menolak langkah-langkah campur tangan (intervensi) militer terhadap Suriah. Rusia ingin menjadikan Suriah kartu "tawar" menghadapi saingannya Amerika Serikat di Timur Tengah.

Sejak berlangsungnya revolusi di dunia Arab dan Afrika Utara, Rusia meerasa banyak kehilangan peran, dan justru sekarang ini, bersamaan dengan terjadinya pergantian rezim di sejumlah negara Arab dan Arab, justeru Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mengambil manfaat dari perubahan itu.

Satu-satunya negara Arab yang masih menjadi sekutu dekat Rusia, hanya tinggal Suriah. Sejumlah negara Arab, sudah menjauh dan meninggalkan Rusia, yang selama sangat berperan di era perang dingin. Soviet yang sekarang berganti dengan Rusia, kehilangan Irak, sejak rezim Saddam digulingkan oleh invasi militer oleh Amerika Serikat.

Rusia, China, Negara-Negara Asia Tengah, secara bersama mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak intervensi asing, terkait dengan  masalah Suriah. Rusia tetap ingin mempertahankan hegemoninya di Timur Tengah, dan mengajak  Iran dalam upaya untuk mempertahankan Suriah. Rusia yang akan berkunjung ke Iran itu, nampaknya juga akan memberikan garansi, yang akan menghindari serangan militer Israel atau Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya.

Diskusi Lavrov akan fokus pada situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya terhadap Suriah. Sementara itu, direncanakan akan berlangsung pertemuan di Moskow, kekuatan  global yang akan membahas nuklir  Iran, yang akan berlangsung 18-19 Juni mendatang. Rusia ingin mendukung Iran, dan dibarter dengan dukungan Iran terhadap Suriah. Selama ini Iran sudah mendukung  rezim Bashar al-Assad, yang merupakan mitra strategis yang sama-sama penganut Syiah.

Rusia menolak tekanan Barat dan Teluk Arab untuk mengambil sikap lebih keras terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad, menolak seruan untuk sanksi dan advokasi konferensi menyatukan kekuatan global dan regional termasuk Iran.

Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengatakan pekan lalu bahwa "Sulit membayangkan mengundang rezim al-Assad yang melakukan genocide (pembantaian) terhadap rakyatnya", ungkap Clinton.

Hanya sekarang ini kemungkinan akan ada kesepatakan internasional, skenario terhadap Presiden Bashar al-Assad, yang akan meniru perubahan  model Yaman. Lavrov menolak penggulingan Bashar al-Assad seperti yang terjadi di Libya. "Menyebarkan model Libya terhadap negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, tidak mungkin dijalankan", ujar Lavrov. Dengan pernyataan itu, Lavrov menolak penggunaan kekuatan militer untuk menggulingkan Bashar al-Assad.

Satu-satunya jalan yang harus ditempuh hanya dengan gerakan jihad, yang harus digunakan menghadapi kekuatan rezim Syiah Alawiyyin, yang didukung Iran, Hezbollah, Rusia dan sejumlah negara lainnya. Kelompok pejuang Suriah (FSA), tak perlu terlalu mengharapkan bantuan dari mereka, mengahiri rezim Basar al-Assad, yang terus membantai rakyat.

Maka, kekuatan Muslim harus melakukan  koordinasi, dan menggalang kekuatan para mujahidin di seluruh dunia, guna mengakhiri rezim yang sudah penuh tangannya dengan darah rakyatnya. Tidak mungkin Rusia dan Iran, yang sama-sama memusui Muslim itu membantu mengakhiri rezim Bashar al-Assad. (af)


latestnews

View Full Version