View Full Version
Rabu, 18 Sep 2013

Siapa Dapat Menghukum Tukang Jagal Bashar al-Assad?

New York (voa-islam.com) PBB mengkonfirmasi bahwa rezim Bashar al-Assad menggunakan gas sarin. Di mana PBB mengungkapkan rincian yang sangat mengerikan dari serangan gas sarin di Ghouta, dan menewaskan 1.408 penduduk sipil.

Tim Penyelidik PBB yang dipimpin Ake Sellstrom dari Swedia, mengonfirmasi penggunaan gas sarin pada serangan tanggal 21 Agustus lalu oleh pasukan Suriah. Tim mengumpulkan bukti-bukti dilapangan di kota Ghouta, dan 85 persen korban terindikasi terkena gas sarin. Ini merupakan tindakan pembunuhan massal yang dilkakukan oleh rezim Syiah Alawiyyin Bashar al-Assad terhadap penduduk sipil di wilayah itu.

Kejahatan Perang

Sementara itu Sekjen PBB, Ban Ki-moon mengecam penggunaan senjata kimia di Suriah sebagai, "sebuah kejahatan perang". Ini  sebuah pelanggaran konvensi Jenewa yang melarang penggunaan senjata kimia dalam perang.

"Ini adalah sebuah kejahatan perang", kata Ban kepada Dewan Keamanan PBB, di markas PBB di New York. "Hasilanya Banyak sekali, dan tidak terbantahkan. Fakta-fakta memperlihatkan penggunaan senjata kimia", tambah Ban.

Lebih lanjut, Ban menyebut serangan itu merupakan penggunaan paling buruk dari senjata kimia terhadap warga sipil sejak Saddam Husien, di mana Saddam mengebom penduduk Halabja dengan senjata kimia, di tahun l988. Namun, penggunaan senjata kimia atau gas sarin yang dilakukan oleh Bashar al-Assad ini jauh lebih buruk.

Korban berserakan di atas tanah, ratusan anak, perempuan, orang tua, akibat senjata pemusnah massal yang digunakan oleh Bashar al-Assad menghadapi rakyatnya. Sebuah preseden yang sangat buruk, di mana rakyat sipil menjadi korban kekejaman yang tanpa tara oleh sebuah rezim yang sangat ganas.

Tanpa Tindakan Apapun Terhadap Bashar

Tentu, Bashar al-Assad bisa tidur nyenyak dan tertawa di Istananya. Karena, tidak ada tindakan apapun atas kejahatan kemanusiaan (genosida) yang dilakukannya terhadap rakyat sipil di negaranya. Bashar mendapatkan perlindungan dari Rusia yang bersikukuh menolak penggunaan perang untuk menghentikan kekejaman yang dilakukan oleh Bashar al-Assad.

Rusia melindungi secara total terhadap rezim Bashar al-Assad. Ini menjadi komitmen Rusia yang merupakan warisan Uni Soviet. Suriah sudah menjadi sekutu Uni Soviet, dan sekarang Rusia. Rusia membela dengan segala kekuatannya terhadap kemungkinan ancaman militer yang akan dilancarkan fihak Barat.

Namun, dibalik kegagalan penggunaan kekuatan militer Suriah, karena lebih keraguan fihak Zionis-Israel dan Barat (Amerika dan Eropa). Karena melemahkan kekuatan militer Suriah hanya akan mengubah keseimbangan kekuatan militer di Suriah, dan kemungkinan Suriah akan jatuh kepada kelompok Mujahidin.

Seperti dikatakan oleh Menlu AS John Kerry dan Obama, bahwa melakukan deteren (penggembosan) kekuatan militer Suriah, tidak otomatis menguntungkan bagi keamanan Israel dan Barat. Karena, melemahnya kekuatan militer Bashar al-Assad, sudah dapat diprediksi akan sebanding lurus dengan meningkatnya pengaruh Mujahidin, terutama yang paling ditakuti adalah kekuatan Mujahidin Jabhah al-Nusrah.

Tawaran yang di majukan oleh Rusia tentang pengawasan senjata pemusnah massal (gas sarin) Suriah, kemudian mendapatkan sambutan dari Amerika Serikat. Karena Presiden Barack Obama, juga ragu menggunakan kekuatan militernya terhadap Suriah, dan akan berdampak mengancam keamanan Suriah.

Maka, Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris, akhirnya menerima opsi (pilihan) yang ditawarkan oleh Rusia. Bagi Amerika ada jaminan dari Rusia, bahwa senjata kimia (gas sarin), ketika Bashar al-Assad runtuh, senjata kimia itu aman, dan tidak menjadi ancaman bagi Zionis-Israel.

Di kalangan Zionis-Israel pun terpecah. Antara  opsi melakukan serangan militer terhadap Suriah, atau cukup dengan mengambil tanggungjawab pengawasan senjata pemusnah massal (gas sarin) milik Suriah. Kalangan Zionis-Israel dan lobi Zionis seperti AIPAC, akhirnya memilih tawaran Rusia.

Lebih baik senjata pemusnah massal berada di tangan Barat, dibandingkan melakukan serangan militer terhadap  rezim Bashar al-Assad, yang beresiko melemahnya kemampuan militer Bashar al-Assad, dan akan berdampak bagi kemanangan Mujahidin, dan lebih sulit Barat melakukan kontrol.

Ini merupakan hasil deal politik antara Amerika dan Rusia, tetapi Iran juga bermain, dan memberikan jaminan kepada Amerika Serikat melalui Menlu Rusia, Sergei Lavrov, yang akan menjamin tentang nuklir Iran, dan tidak akan menjadi ancaman bagi Zionis-Israel. Semua dibarter dengan masalah keamanan Zionis-Israel.

Maka para Mujahidin tidak perlu menggantungkan dukungan dari Barat, karena mereka sudah berada di kantong para pemimpin Zionis-Israel dan lobi Israel. Para Mujahidin harus terus  bertumpu dengan kekuatan mereka sendiri, dan tidak mengharapkan perubahan yang datang dari Barat. Bashar al-Assad harus mereka sendiri yang menghukumnya. Karena, hakekatnya orang kafir itu satu milah. af/hh

 


latestnews

View Full Version