View Full Version
Jum'at, 27 Mar 2015

Indahnya Syari'at Islam, Indahnya Hijrah Ke Negri Islam

Shahabat Voa Islam yang dirahmati Alloh Jalla wa ’Alaa,

Saat ini sedang gencar-gencarnya penistaan Syari’at Islam. Di negri yang berpenduduk mayoritas beragama Islam ini, justru tidak sedikit mereka yang mengorbankan diri untuk perjuangan penegakkan Syari’at Islam dipenjarakan. Apalagi mereka yang mengaplikasikan syari’at Jihad, maka pembunuhan yang melampui batas-batas hukum (extra judicial killing) pun dilakukan oleh aparat keamanan. Dan biasanya, pihak pengendali pusatnya juga membenarkan dengan membuat berbagai argumen agar dimaklumi banyak orang.

Belakangan hari ini, syari’at Hijrah-pun tidak luput menjadi bulan-bulanan unsur penguasa dan anggota masyarakat di negri ini. Tidak urung, mereka yang bersorban besar dan berderet gelar akademiknya ikut-ikutan seperti kalangan awam yang tidak punya ilmu dan pegangan. Mereka berkata seenak yang didengar penguasa dan disenangi kebanyakan awam yang bodoh tentang agama.

Komentar yang obyektif dan adil akhirnya dikeluarkan oleh para pecinta keadilan dan pendukung kebenaran. Seperti yang dikatakan tokoh pembela para pejuang Syari’at Islam, yakni Ketua Nashr Institute Munarman, SH saat menyikapi tentang 16 WNI Diduga Bergabung IS(IS). Yang pada intinya, beliau dengan keras menyebutkan keterlibatan antek Zionis dan kepentingan Asing didalam kampanye meng-kriminalisasi kaum muslimin yang hendak Hijrah ke Suriah. Beliau juga dengan tegas dan lugas bahwa apa yang dilakukan ke-16 WNI tersebut sebagai sesuatu yang legal secara hukum nasional dan internasional.

Shahabat voa Islam yang dimuliakan Alloh Subhanahu wa Ta'ala,

Sudah mafhum bagi kita, bahwa pemerintahan RI didominasi oleh orang-orang yang bodoh tentang Syari'at, atau setidaknya wujud didalam struktur penguasa adanya orang-orang pandai tentang agama tapi hanya mau cari hidup dan kenikmatannya dari penguasa.

Terlebih lagi, mereka yang mencari pemenuhan kebutuhan perut dan sejengkal dibawahnya melalui kerja-kerja media. Kerja jurnalistik yang sesungguhnya adalah mulia yakni dengan menyajikan fakta apa adanya dan menyingkap kebenaran ataupun kebathilan dibalik fakta tersebut, akhirnya berubah (bukan bergeser!) menjadi profesi cari uang semata-mata.

Nurani insan media memang sering berkecamuk di perbatasan kepentingan. Kepentingan antara segera bertindak menolong korban dengan terlebih dahulu menyingkirkan kamera atau terus memegang kamera dengan membiarkan korban menghadapi sakaratul maut karena takut kehilangan momentum jurnalistik yang 'mahal' itu.

Itupun masih baik jika setelah sang korban mati kemudian ia merasa tersiksa bathinnya. Tapi yang lebih mengerikan lagi adalah ketika justru ia menikmati momen mengerikan itu dengan sigap dan trampil menuliskan artikel berita seraya bergembira karena merasa telah menjadi jurnalis profesional tanpa nurani yang tersiksa!

Shahabat Voa Islam yang sama-sama mengharap ridho Alloh Azza wa Jalla,

Oleh jarena itu, menyikapi kriminalisasi syari'at Hijrah sebaiknya kita kebali kepada ketentuan dan pengertian menurut ajaran Islam itu sendiri. Dan kita tutup telinga dari berbagai berita media pendengki dan antek-antek kepentingan. Serta tanpa malu kita kenakan 'kacamata kuda' dengan menggali sumber-sumber Syari'at.

Secara bahasa, kata al-hijrah merupakan isim dari fi‘il hajara; maknanya dhidd al-washl (lawan dari tetap atau sama). Jika dinyatakan, “al-muhâjirah min ardh ilâ ardh (berhijrah dari satu negeri ke negeri lain),” maknanya adalah “tark al-ulâ li ats-tsâniyyah (meninggalkan negeri pertama menuju ke negeri yang kedua).” (Imam al-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, hlm. 690; Imam Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, III/48).

Sedangkan Menurut pengertian secara umum, al-hijrah bermakna berpindah (al-intiqâl) dari satu tempat/keadaan ke tempat/keadaan lain; tujuannya adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Adapun makna hijrah secara khusus adalah meninggalkan negeri kufur (dâr al-kufr), lalu berpindah menuju negeri Islam (Dâr al-Islâm) (Al-Urjani, AtTa‘rifât,1/83). Inilah definisi syar‘i dari kata al-hijrah.

Menurut al-Jurjani, ulama Hanabilah, dan Hanafiyah, hijrah syar‘i adalah meninggalkan negeri yang berada di tengah kaum kafir dan berpindah ke Dâr al-Islâm.  Artinya secara syar‘i hijrah adalah keluar dari dâr al-kufr menuju Dâr al-Islâm.

Al-‘Alqami yang dikutip dalam ‘Awn al-Ma’bûd menjelaskan hadis ini,  “Hijrah tersebut ada dua: zhâhirah dan bâthinah.  Hijrah bâthinah adalah meninggalkan apa saja yang diserukan oleh hawa nafsu yang memerintahkan pada keburukan dan seruan setan.  Hijrah zhâhirah adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah (al-firâr bi ad-dîn min al-fitan).”

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Fath al-Bârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah secara mutlak dalam as-Sunnah ditransformasikan ke makna: meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm karena ingin mempelajari dan mengamalkan Islam.  

Jika demikian maka asal hijrah adalah meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah berupa kemaksiatan, termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirik untuk tinggal di Dâr al-Islâm.  Semata-mata berpindah dari negeri syirik ke Dâr al-Islâm namun tetap saja bermaksiat, maka itu bukanlah hijrah yang sempurna. Hijrah yang sempurna (hakiki) adalah meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah Swt., termasuk meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm.

Saat ini, supaya hijrah syar‘i bisa dilaksanakan maka Dâr al-Islâm yakni Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyah) harus diperjuangkan agar tegak kembali. (diambil dari www. hizbut-tahrir.or.id)

Jika saja kita mau berbaik sangka terhadap kaum muslimin WNI yang malah ditangkap di Turki dan juga mereka yang ditangkapi secara semena-mena tanpa dasar hukum yang jelas karena dianggap sebagai promotor maupun fasilitator keberangkatan mereka, maka kita hanya melihat bahwa mereka ingin mengimplementasikan ilmu yang mereka dapat dari Syari'at Islam. Dimana salahnya?

Shahabat Voa Islam yang mulia,

Jika saja, Indonesia yang didirikan dan diperjuangkan oleh mayoritas kaum muslimin tidak dikhianati kaum nasinalis sekuler dengan mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta, mungkin sekarang kita hanya akan disibukkan membangun negri ini dengan berdasar Syari'at dari Tuhan (baca: Alloh Subhanahu wa Ta'ala) melalui contoh Nabi akhir zaman (baca: Nabi Muhammad sholallohu 'alaihi wa sallam).

Kita akan bersedia hidup atau mati , membanting tulang, bahkan rela mengucurkan darah serta melepas nyawa demi jayanya Nusantara Islami yang siap menebar rahmat ke seluruh semesta Alam. Sehingga hijrah yang kita aktualkan hanyalah bentuk perluasan negri indah yang penuh barokah dengan bekal kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Subhanalloh!

Namun kenyataannya, rezim demi rezim penguasa negri ini justru terus memperkeruh problematika negri dengan terus memusuhi Syari'at dan para pejuangnya. Fakta-fakta kekejaman itu terbentang sejak penumpasan DI/TII (1949 -1962), pembantaian Tanjung Priok, Lampung, Haur Koneng, Operasi DOM di Aceh hingga penangkapan dan pembunuhan terhadap para aktivis Jihadi belakangan ini.

Shahabat Voa Islam yang mulia,

1 tahun silam, tepatnya bulan Ramadhan 1435 kemarin, Tanzhim Islamic State of Iraq wa Syam (atau biasa disebut ISIS) mendeklarasikan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyyah melalui juru bicaranya Syekh Abu Muhammad Al Adnany hafizhohulloh.

Ketahuilah saudaraku, deklarasi yang diumumkan itu tentunya bukan tanpa resiko apalagi akan menarik simpati dari negri-negri Kafir di Barat maupun Timur. Bahkan perselisihan hebat juga sudah terjadi dikalangan internal faksi-faksi Mujahidin di negri yang sedang bergejolak tersebut.

Deklarasi itu justru seolah menghabisi legalitas penguasa negri-negri yang dihuni mayoritas muslim. Misalnya mereka yang tergabung dalam OKI (Islamic Conferrence Organization) atau negri-negri Arab maupun negri-negri yang dihuni mayoritas muslim lainnya.

Maka tidak urung, lebih dari 40 hingga 60 negar berkoalisi untuk menghancurkan kekuatan yang mendeklarasikan Daulah Khilafah Islamiyyah itu. Sudahkah kita mencoba menghitung secara adil dan obyektif korban yang berjatuhan akibat bombardemen dari udara dan serangan militer darat pasukan koalisi Salibis, Murtaddin dan Syiah tersebut?

Namun, coba kita juga secara jujur mencari tahu, kenapa pada situasi dan kondisi yang tidak mengenakkan di negri-negri yang dikuasai Daulah Islamiyyah (IS) justru ada WNI yang rela meninggalkan negri Zamrud Khaththul Istiwa' (Khatulistiwa) ini ke ngeri yang sedang berperang itu?

Adakah keindahan yang lebih dari kemolekan Nusantara ini terlihat oleh mata bathin mereka (calon Muhajirin yang WNI)? sehingga mereka berkeras berangkat walau resiko kriminalisasi hingga tuduhan makar menghantui perjalanan mereka. Pastinya!

Buat mereka yang beriman dengan benar, nampaknya keindahan hijrah dengan berbalut resiko dan kesulitan adalah sama dengan menapaktilasi perjalanan hijrah Nabi Muhammad sholallohu 'alaihi wa sallam dahulu.

Ancaman tersesat jalan, kehabisan bekal bahkan sergapan hewan liar, serangan para begal, keletihan dan lain sebagainya, seolah hanyalah dinamika biasa demi mendapatkan apa yang telah dijanjikan Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Tapi hal seperti ini memang jauh dari jangkauan akal dari mereka yang tenggelam dalam syahwat dan fitnah akhir zaman.

Wallohu a'lam bis showwab. (Abu Muhammad Al Fatih/Voa-Islam.com)


latestnews

View Full Version