View Full Version
Selasa, 04 Jul 2017

Ketika Hukum Diperalat Oleh Kekuasaan

Oleh: Taufik Setia Permana

 

MASYARAKAT berbangsa dan bernegara sudah semestinya menaati hukum yang ada. Hukum merupakan suatu norma yang harus ditaati dalam  bertingkah laku, dan besosialisasi.

Hukum menjadi keputusan akhir dalam menyelesaikan suatu perkara. Namun apa jadinya jika hukum dijadikan alat kekuasaan politik para penguasa.

Mungkin apa yang dikatakan oleh Romo Syafi’i di harian berita Republika ada benarnya "Telah terjadi disorientasi. Harusnya hukum untuk state oriented, tapi yang terjadi malah hukum untuk government oriented. Karenanya hukum menjadi alat politik bagi kekuasaan," dilansir Republika.co.id, Ahad (4/6).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pada faktanya di dalam sistem demokrasi sekarang ini menciptakan suasana perebutan kekuasaan. Hal ini diakibatkan adanya perjudian politik untuk memperoleh kekuasaan tersebut.

Sehingga, tidak mengherankan lahir seorangpejabat yang hanya omong kosong belaka. Alih-alih untuk merealisasikan janji justru meraup keuntungan untuk kepentingan masing-masing partai.

Dalam hal ini kita tidak membahas mengenai apa dan bagaimana politik kekusaan diterapkan, namun yang mejadi titik tekan atas korelasi dengan sekarang ini adalah untuk apa penerapan politik kekuasaan tersebut.

Akar Masalah

Barbara Goodwinn (2003) mengungkapkan “Force is the ability to couse someone to act in a way whih she would not choose, left to herself. In other words to force someone to do something against her will”.

Apa yang dikatakan oleh Goodwin mengenai kekuasaan yang memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya merupakan sebuah keniscayaan yang ada pada sistem demokrasi sekarang ini.

Demokrasi menghendaki perlakuan-perlakuan yang disebutkan oleh Goodwin. Inilah yang disebut sebagai penyimpangan berpolitik. Fungsi kekuasaan untuk menyelenggarakan pengaruh disalah gunakan demi kepentingan individu.

Imbasnya, hukum menjadi alat politisasi sebagai tangan besi untuk memukul lawan-lawan politiknya. Bahkan diluar itu, hukum bisa digunakan untuk menjegal segelongan umat yang menyerukan kritik terhadap pemerintah kekuasaan.

Inilah ketika kepentingan-kepentingan kotor menjadi selimut atas segala tindakan politik. Sehingga tidak mengherankan jika tindakan seperti yang dikatakan Otto von Bismarck “Politics is the art of the possible” teraplikasikan dalam sistem ini.

Jika hukum bisa dijadikan alat kekuasaan tentu penegakkan hukum akan tumpang tindih, hal tersebut diakibatkan hukum yang asal mulanya untuk state oriented malah menjadi government oriented. Maka yang terjadi hukum akan ditimbang dari segi untung maupun rugi terhadap penguasa.

Solusi

Jika kita menarik dari permasalahan yang ada kita akan mendapati bahwa pangkal permasalahan dalam sistem ini tatkala negara ini berasas pada sistem ideologi kebebasan. Sudah seharusnya kekuasaan dan pengaruh terhadap kekuasaan ditempatkan pada wadah yang tepat. Pemerintah wajib hukumnya melayani kepentingan rakyat. Bukan justru menzalimi dengan dibebankan peraturan baru yang mencekik. *Analis di Geopolitical Institute 


latestnews

View Full Version