View Full Version
Senin, 18 Sep 2017

Hadharah dan Madaniyah Dalam Islam (Bagian 2-Selesai)

Oleh: Rianny Puspitasari, S.Pd., M.Pd.

(Dosen STBA Sebelas April Sumedang)

Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa hadharah adalah peradaban, sedangkan madaniyah adalah produk /materi peradaban.  Hadharah yang harus kita ambil hanyalah hadharah Islam saja.  Haram hukumnya mengambil hadharah yang bukan berasal dari Islam, karena tentu bertentangan dengan asas dan pandangan-pandangan Islam tentang kehidupan dan standar kebahagiaan dalam Islam.

Oleh karena itu, kita tidak boleh mengambil ideologi sekulerisme-kapitalisme dan sosialisme-komunisme, apalagi menerapkan dan menyebarkannya. Haram juga mengambil sistem demokrasi, teokrasi, HAM, karena semua itu produk hadharah asing, yang bertentangan dengan hadharah Islam. Termasuk haram menerapkan sistem ekonomi ribawi-liberal, liberalisme, pluralisme, dan sebagainya, karena itu merupakan peradaban Barat.

Hadharah Barat dibangun berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan dan pengingkaran terhadap peran agama dalam kehidupan.  Hal ini berakibat munculnya paham sekuler, yaitu pemisahan agama dari urusan Negara—suatu hal yang wajar bagi mereka yang memisahkan agama dari kehidupan dan mengingkari keberadaan agama dalam kehidupan.  Diatas landasan inilah mereka tegakkan sendi-sendi kehidupan beserta peraturan-peraturannya.

Kehidupan menurut mereka hanya uuntuk meraih manfaat/maslahat. Manfaat menjadi ukuran bagi setiap perbuatan mereka.  Manfaat merupakan dasar tegaknya system dan hadharah Barat.  Dari sinilah manfaat menjadi paham yang menonjol dalam system dan hadharah ini.  Menurut mereka, kehidupan ini semata-mata hanya digambarkan dalam kerangka manfaat. 

Sedangkan kebahagiaan mereka artikan sebagai usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan jasmani, serta tersedianya seluruh sarana kenikmatan tersebut.  Dengan demikian hadharah Barat adalah hadharah yang dibangun berdasarkan maslahat saja.  Tidak ada nilai lain selain manfaat.  Mereka tidak mengakui apapun selain manfaat.  Mereka jadikan manfaat sebagai ukuran bagi setiap perbuatan.

Adapun hadharah Islam berdiri di atas landasan yang bertentangan dengan hadharah Barat.  Pandangannya tentang kehidupan dunia juga berbeda dengan yang dimiliki oleh hadharah Barat.  Demikian pula arti kebahagiaan hidup menurut Islam sangat berlawanan dengan arti kebahagiaan hidup menurut hadharah Barat.  Hadharah Islam berdiri atas asas dasar iman kepada Allah SWT, dan bahwasanya Dia telah menjadikan untuk alam semesta, manusia dan kehidupan ini suatu aturan yang masing-masing harus mematuhinya. 

Diutusnya untuk kita NAbi Muhammad SAW dengan membawa agama Islam.  Jadi, hadharah Islam berdiri di atas aqidah Islam yaitu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, kitab-kitab suci-Nya, Hari Kiamat serta kepada qadha dan qadar baik buruknya dari Allah SWT.  Aqidahlah yang menjadi dasar bagi hadharah ini.  dengan demikian hadharah ini berlandaskan pada asas yang memperhatikan ruh (yaitu hubungan manusia dengan Pencipta).

Konsep kehidupan menurut hadharah Islam, dapat dilihat dalam konsep dasar Islam yang lahir dari aqidah Islam serta yang menjadi dasar bagi kehidupan dan perbuatan manusia di dunia.  Konsep dasar itu adalah penggabungan materi dengan ruh, yaitu menjadikan semua perbuatan manusia berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya.  Adapun kebahagiaan menurut Islam adalah mendapatkan ridha Allah SWT.  Bukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia.  Sebab, pemuasan kebutuhan manusia, baik yang bersifat jasmani maupun naluri merupakan sarana mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, tetapi tidak menjamin adanya kebahagiaan.

Adapun mengenai madaniyah, seperti yang telah dipaparkan oleh Syekh Taqiyuddin di atas, maka madaniyah yang berasal dari hadharah Islam, tentu boleh digunakan, begitu pun madaniyah yang sifatnya umum dan universal, bukan berasal dari hadharah Barat, maka itu pun hukumnya mubah. Contohnya adalah produk teknologi, transportasi, facebook dan lain-lain. Namun, madaniyah yang berasal dari hadharah Barat, inilah yang haram kita gunakan.  Seperti topi kerucut tahun baru dan ulang tahun, salib, pohon natal bahkan UU yang dihasilkan dari system demokrasi misalnya UU Migas, UU Penanaman Modal dan lain-lain.  Dengan demikian, maka jelaslah sekat mana yang boleh diambil dan mana yang harus ditinggalkan.

Ada beberapa kisah dari Rasulullah berkaitan dengan hadharah dan madaniyah ini.  suatu ketika Rasulullah didatangi oleh seorang yang bernama Adi bin Hatim yang mengutarakan keinginannya masuk Islam dan meninggalkan agama nasrani.  Berbahagialah Rasulullah, kemudian dengan disaksikan beberapa orang sahabat, Adi bin Hatim mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Rasulullah.  Rasulullah melihat kalung salib yang masih menggantung di leher Adi bin Hatim, lalu didekatilah ia, dilepaskanlah pelan kalung salib tadi dari leher Adi bin Hatim seraya melantunkan surat At-Taubah ayat 31 yang terjemahannya:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan...." (TQS. At-Taubah 31)

Tiba-tiba Adi bin Hatim mengelak dan berkata bahwa ia tidak pernah menyembah rahib-rahib atau pendeta-pendetanya.  Kemudian dengan tenang Rasulullah bertanya pada Adi bin Hatim “apakah rahibmu menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan kamu menghalalkannya? Dan apakah rahibmu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan kamu menghalalkannya?” lalu dengan penuh kesadaran Adi bin Hatim mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada Allah, juga segera mencampakkan kalung salib tadi.

Berkaitan dengan madaniyah, Rasulullah pernah menggunakan senjata Dababah dan Manjaniq buatan orang kafir. Dababah adalah sebuah alat tempur yang memiliki moncong berupa kayu besar yang digunakan untuk menggempur pintu benteng musuh. Rasulullah saw. juga pernah menggunakan senjata Manjaniq dalam Perang Khaibar ketika menggempur benteng An Nizar milik Yahudi Bani Khaibar.  Manjaniq adalah sebuah ketapel raksasa yang biasa digunakan oleh orang Romawi dalam menggempur lawan.

Demikian pula Rasulullah pernah membuat parit di sekitar kota Madinah dalam Perang Khandaq.  Salman Al Farisi, shabat Rasulullah yang berasal dari Persia mengusulkan agar di sekeliling kota Madinah digali parit sebagaimana ia dulu pernah membuatnya bersama orang-orang Parsi.  Kemudian, Umar bin Khatab juga pernah mengadopsi berbagai system administrasi orang-orang Romawi dan Persia untuk mengurus system administrasi Daulah Islamiyah.  Berbagai fakta diatas menunjukkan bahwa hasil peradaban umat selain umat Islam halal untuk diambil selama tidak mengandung pemahaman dan pandangan hidup tertentu.

 

Khatimah

Jika kita telaah, persoalan kebingungan umat seperti ini tidak pernah terjadi saat Islam diterapkan dan sedang dalam kondisi berjaya.  Ketika Islam masih diamalkan secara serius dalam setiap sendi kehidupan, ketika kaum Muslimin berlomba-lomba membuat karya pemikiran Islam yang cemerlang dan mampu mencerahkan peradaban manusia. 

Mereka tahu mana yang boleh diambil dan mana yang tidak, mana yang merupakan hadharah asing dan produknya dan mana yang yang hanya madaniyah.  Kebingungan ini baru muncul setelah umat mengalami kejumudan berpikir.  Oleh karena itu, kita harus mengembalikan cara berpikir umat kepada pemikiran Islam, agar mereka tidak terus menerus terjebak dalam kebodohan dan kebingungan. 

Selain itu, semakin terasa pula bahwa ketiadaan Daulah Islam membuat umat seperti anak yang kehilangan induknya.  Tidak ada yang menjaga aqidah dan memberikan perlindungan ketika umat sedang kehilangan arah. Bahkan mereka malah ikut terombang-ambing dalam kesesatan yang diciptakan oleh penguasa ideology yang sedang berkuasa saat ini. 

Maka, mengembalikan kekuasaan di tangan umat pun menjadi salah satu peer besar kita untuk mengembalikan kecemerlangan umat dan cahaya Islam.  Dengan dakwah, hanya dengan dakwah di tengah-tengah umat-lah semua akan terwujud.  Perjuangan tanpa henti mengembalikan taraf berpikir umat semoga akan menjadi jalan Islam kembali bisa diterapkan dalam kehidupan kita dan membawa pada keridhoan Allah Sang Pencipta alam semesta. Wallahu’alam bi ash-shawab. Selesai. [syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version