View Full Version
Sabtu, 23 Dec 2017

Mimpi 'Islam Moderat' dalam Mewujudkan Islam Rahmatan Lil'alamin

Oleh: Ana Harisatul Islam

(Pendidik/Aktivis Revowriter/Komunitas Muslimah Untag Surabaya)

“Islam Moderat” atau yang diklaim dengan sebutan “Islam Wasathiyah” akhir-akhir ini semakin populer. Istilah yang biasanya selalu diversuskan dengan Islam Radikal ini, terus didengung-dengungkan di tengah masyarakat.

Istilah moderat semakin mendapat tempat di hati masyarakat muslim, pasca pelaksanaan Pagelaran International Islamic Education Exhibition (IIEE) 2017 di International Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, Selasa (21/11/2017) malam.

Dalam IIEE 2017 tersebut, menghasilkan empat poin deklarasi yang disebut dengan “Deklarasi Serpong”. Dalam deklarasi serpong, berisi komitmen untuk menjaga ajaran Islam yang rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam. (okezone.com)

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam IIEE 2017 mengajak agar makna Islam yang rahmatan lil alamin benar-benar diwujudkan dalam kehidupan bernegara, sehingga tak ada lagi pertikaian sesama anak bangsa.

 “Itulah Islam wasathiyah, tidak ekstrem, tidak berlebihan. Di sinilah pentingnya untuk menjaga tradisi keilmuan dalam pendidikan Islam yang menggunakan pendekatan teks dan nalar," lanjut dia.

Kampanye “Islam Moderat” terus menguat dan meluas di tengah masyarakat, bahkan kemenag juga mengajak Ormas Islam dan Dunia Pendidikan secara khusus menjadi ujung tombak mengkampanyekan Islam moderat.

Namun, sadarkah kita bahwa di balik propaganda kata “moderat” terdapat tujuan yang amat membahayakan Ummat Islam?. Ya, Islam moderat yang digambarkan sebagai Islam damai, jalan tengah, anti radikal, toleran, sesuai HAM, menjunjung demokrasi dan dicintai “dunia”, seolah-olah ingin mengambarkan bahwa selain Islam moderat adalah Islam yang tidak damai. Dan secara tidak langsung ingin membawa kita agar tidak mengambil Islam secara sempurna.

Penggambaran Islam tidak damaipun terus dipaksakan agar diterima masyarakat, Barat sengaja membentuk opini bahwa Islam adalah penuh dengan kekerasan, bom bunuh diri, dan peperangan. Hingga pada akhirnya diciptakan istilah Islam Radikal, dan menjadikannya ancaman utama yang harus diwaspadai bahkan diperangi. Dua orang penting di negeri inipun ikut serta mengajak seluruh komponen masyarakat untuk membentengi diri dari bahaya paham-paham radikal, atau “kelompok” yang dianggap berpaham radikal.

Penciptaan istilah Islam Radikal dengan penggambaran muslim yang ektrimis dan mengancam eksistensi negeri senantiasa diversuskan dengan Islam Moderat yang damai. Hal tersebut dimaksudkan untuk menggiring kaum Muslim agar menerima istilah ‘Islam moderat’.

Ketika Islam moderat ini semakin mendapat tempat di hati masyarakat, maka dapat dipastikan, pada saat itu pula, kaum muslimin akan terus digiring untuk berislam secara setengah-setengah. Aturan Islam dipilih dan dipilah, disesuaikan dengan keadaan di sekitarnya. Islam tidak boleh ikut campur dalam masalah negara. Ya, itulah Islam Moderat, Islam damai yang menerima asas sekulerisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Islam sebatas diambil dalam masalah peribadahan dan disesuaikan dengan tren kekinian. Apakah ini yang dimaksud dengan mewujudkan rahmatan lil’alamin?

Padahal telah jelas, sebagai umat muslim, Allah telah mewajibkan kita untuk berislam secara keseluruhan. Bukan hanya sekedar mengambil Islam sesuai kebutuhan, tetapi juga menjadikan Islam mengatur setiap lini kehidupan.

Namun, pada sistem kapitalis seperti saat ini, ketika kita menjadikan Islam sebagai aturan atau sekedar mengusahakan Islam agar diterapkan, maka, label “Radikal” akan terus menempel pada diri kita. Pasalnya, Radikal adalah label yang akan senantiasa diberikan pada orang-orang yang ingin menjadikan Islam sebagai pengatur dalam hidupnya.

Inilah bahaya dari gencarnya pengarusan Islam Moderat, karena dengan semakin diterimanya Islam Moderat di tengah-tengah masyarakat muslim, akan semakin menjauhkan kaum muslimin dari pemahaman mereka terhadap Islam yang sesungguhnya. Bahkan, Islam tidak akan mendapat tempat dalam mengatur perpolitikan. Dan ketika Islam sudah tidak mendapat tempat dalam mengatur perpolitikan, pada saat itulah, Barat akan terus menjadi penguasa dan mencengkeram negeri-negeri muslim, dengan terus menancapkan ide-ide kufur mereka melalui sistem sekuler yang diterapkan di negeri-negeri muslim.

Miris? Ya, miris memang.. Barat dengan segenap usahanya terus berusaha untuk membungkam kebangkitan Islam, sedangkan umat muslim sendiri merasa bangga dengan pujian bahwa Indonesia sebagai salah satu Negara moderat yang pernah ada.

Jika pengambilan Islam Moderat dimaksudkan untuk mewujudkan Islam rahmatan lil’alamin, maka tujuan tersebut tidak akan pernah terwujud sekedar menjadi mimpi dan terus menjadi mimpi. Pasalnya, Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asy Syakhsiyah al Islamiyah jilid III (halaman 365) menjelaskan , seluruh syariat Islam yang datang merupakan rahmat bagi hamba-Nya. Lebih lanjut beliau menjelaskan, rahmat tersebut merupakan natiijah (hasil) dari penerapan syariah Islam. Karena itu, rahmatan  lil alamin bukanlah illat yang menjadi perkara yang memunculkan hukum.

Islam rahmatan  lil ‘alamin bukanlah Islam yang mereduksi syariah Islam hanya aspek individual. Bukan pula Islam yang memilih tunduk kepada Barat dengan skenario war on terorism. Bukan pula Islam yang diam saja ketika Barat menjajah kaum muslim dengan Ideologi Kapitalismenya. Sebab, syariah Islam mewajibkan umat Islam untuk menerapkan hanya syariah Islam dan bukan ideologi musuh-musuh Islam.

Dengan demikian Islam sebagai rahmatan  lil alamin akan terwujud dengan penerapan syariah Islam, bukan yang lain. Penerapan syariah Islam yang dimaksud tentu saja harus totalitas (menyeluruh) bukan setengah-setengah, atau mengambil jalan tengah. Agar syariah Islam bisa terwujud secara totalitas, di sinilah peran negara menjadi institusi penting. Dan agama dibutuhkan dalam mengatur perpolitikan.

Telah jelas, tanpa adanya campur tangan agama dalam mengatur perpolitikan, kebobrokan terus terjadi dimana-mana. Bukankah ini telah menjadi bukti, bahwa tanpa penerapan syari’ah Islam dalam kehidupan, maka Islam sebagai rahmatan lil’alaminpun tidak akan terwujud.

Sehingga Islam rahmatan lil’alamin hanya bisa terwujud dengan penerapan Islam kaffah, hanya Islam kaffah, bukan Islam Moderat atau Islam-islam yang lainnya. Yang sengaja dikotak-kotakkan oleh orang-orang Barat sesuai dengan keinginan mereka. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version