View Full Version
Senin, 01 Jun 2020

Mengapa Pesantren Kurang Siap Saat New Normal?

 

Oleh:

Basrowi*

 

HARI ini Direktorat Diniyah dan Pendidikan Pesantren Kemenag sedang menyusun protokol kesehatan di pesantren yang akan diterapkan di seluruh pesantren yang hendak menyelenggarakan proses pembelajaran.

Hari ini pula muncul berbagai kekhawatiran akan sulitnya menerapkan protokol kesehatan di pesantren mengingat mayoritas pesantren menggunakan boarding system dalam proses pembinaan santrinya.

Kekhawatiran terbesar datang dari orang tua sebagai pihak yang akan menerima dan menanggung seluruh akibat dari kebijakan itu. Di saat kondisi normal saja, semua orang tua yang mempunyai anak di pesantren setiap malam selalu ingat akan kesehatan anak-anaknya, apalagi di saat pandemi seperti ini. Bisa jadi, orang tua tidak bisa tidur nyenyak dalam malam-malam panjangnya karena dibayangi oleh ketidakyakinan terhadap pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan bagi santrinya.

Kebijakan yang sangat gegabah, manakala memaksakan santri untuk tinggal di pesantren, sementara pesantren mengalami berbagai keterbatasan dalam menerapkan protokol kesehatan. Inilah yang harus dipikirkan bersama demi kebaikan bersama pula. Jangan sampai penerapan kebijakan yang terkesan euphoria saat new normal menjadikan pesantren sebagai new cluster dalam rantai penyebaran wabah.

Berbagai Keterbatasan Pesantren

Protokol kesehatan yang bisa diterapkan di pesantren antara lain mengecek kesehatan secara massal seluruh santri sebelum masuk pesantren. Tempat belajar dibuat dua shift pagi dan siang agar anak bisa belajar dengan kapasitas ruangan 50%. Masjid dapat diisi 50% dari kapasitas normal. Meniadakan pengajian umum. Mengatur jarak makan bersama dengan membagi menjadi beberapa shift. Mengatur jam dan jumlah kunjungan orang tua. Mengawasi penggunaan masker dan menganjurkan rutin cuci tangan, serta menambah jam istirahat santri dari biasanya.

Akan tetapi ada hal-hal yang agak sulit dilakukan pesantren antara lain mengukur suhu tubuh seluruh santri tiap hari, syukur bisa pagi dan sore. Melarang santri untuk berkelompok dalam jumlah lebih dari 5 orang. Menambah nutrisi santri agar mempunyai stamina prima. Menyiapkan poliklinik yang mampu memberikan pertolongan pertama kepada santri yang terindikasi atau reaktif Covid-19. Menyiapkan makanan yang benar-benar sehat dan terbebas dari virus Corona.

Adapun hal-hal yang sangat sulit bahkan tidak mungkin dilakukan oleh pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan antara lain, menambah jumlah kamar mandi dua kali lipat dari yang sudah ada, menambah ruang tidur santri dua kali lipat dari yang sudah ada, dan menyiapkan kamar isolasi mandiri bagi santri dari luar daerah yang dikategorikan daerah merah.  

Mengembangkan Kapasitas IT Pesantren

Di era perkembangan idustri 4.0, masa PSBB dan new normal merupakan waktu yang paling afdhal bagi pesantren untuk meningkatkan kapasitas IT bagi seluruh santri dan SDM pesantren, khususnya bagi pesantren yang belum menerapkan manajemen modern.

Sesuai dengan sejarahnya, pesantren awalnya memang diperuntukkan bagi kaum dhuafa yang kurang beruntung secara ekonomi. Tetapi, kini pesantren harus dikembangkan dengan menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia di luar pesantren yang menuntut alumni pesantren mampu adaptif dan inovatif manakala menghendaki tidak tertelan zaman.

Tanpa melihat struktur pesantren pinggiran maupun perkotaan, tradisional maupun modern, maupun kategori lainnya, SDM pesantren harus mampu meningkatkan kemampuan IT, apalagi di saat santri belajar di rumah. Dengan penguatan IT, proses pembelajaran secara online dapat terus dilakukan sampai dengan kondisi benar-benar aman bagi santri.    

Hak anak harus dihormati

Kebijakan menyelenggarakan proses pembelajaran di tengah pandemi yang belum bisa dikendalikan saat new normal, merupakan bentuk pengabaian ajaran Islam yang sangat mengutamakan keselamatan jiwa di atas segalanya. 

Pengorbanan santri yang sudah rela hampir tiga bulan di rumah saja jangan disia-siakan oleh kebijakan euphoria yang tidak sensitif dengan hak-hak anak yang harus dijunjung tinggi. Anak sebagai asset bangsa tidak boleh dikorbankan hanya untuk memenuhi hasrat para pihak yang menghendaki pesantren segera dibuka kembali.

Semuanya harus bersabar dalam melakukan pengorbanan ini. Semuanya harus dilakukan secara cermat. Hak anak untuk belajar dengan aman dan sehat harus dinomorsatukan. Euphoria semua pihak yang terkait dengan pesantren yang terkesan ‘terburu-buru’ hendak membuka kembali pesantren harus mawas diri dengan kondisi riil kemampuan pesantren dalam mematuhi protokol kesehatan.

Pemerintah harus mampu hadir untuk mengerem euphoria pesantren. Pemerintah juga harus hadir dalam menyejukkan hati orang tua dan santri. Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan generasi emas bangsa.

Doa dan tawakal akan kesehatan anak, harus diawali dengan upaya kerja keras dan sungguh-sungguh dari pesantren dalam menyiapkan sarana dan prasarana yang dapat meyakinkan orang tua dan semua pihak berkaitan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat.

Ikatan emosional santri dan ustadz(ah) tidak bisa dijadikan dasar dalam membuat kebijakan pembukaan kembali pesantren di era new normal. Kemampuan ustadz(ah) dalam mengawasi santri sangatlah terbatas. Jumlah mereka jauh tidak sebanding dengan jumlah santri yang ada. Meskipun dalam proses pengawasan terhadap santri dibantu oleh santri senior, penerapan protokol kesehatan di pesantren masih disanksikan oleh banyak pihak.

Mudah-mudahan sampai dengan tahun ajaran baru nanti, masih ada waktu untuk merenung sejenak, beristikharah, dan evaluasi diri (muhasabah), apakah benar, pesantren sudah mampu menjamin kesehatan santri sesuai dengan protokol kesehatan, atau hanya ingin menuruti hawa nafsu euphoria saat new normal?

Marilah kita berusaha untuk menghilangkan penyakit hati, hubbud dunya, terburu-buru, dan antisains, yang dapat mengangkangi hak santri yang harus dijunjung tinggi dalam mengaji dan menggali ilmu pengetahuan di pesantren.

Pembelajaran online, dengan punuh semangat insya Allah lebih berkah ilmu yang didapat dibandingkan belajar di pesantren dalam suasana pandemi yang belum terkendali. Ridha orang tua belajar di pesantren adalah ridha Illahi. wallahu a'lam bishawab.

*) Dr. Dr. Basrowi, M.Pd. M.E.sy. Wali 2 santri  di dua pesantren yang berbeda.


latestnews

View Full Version