View Full Version
Selasa, 21 Jul 2020

Dari Hagia Sofia hingga Roma, Siapa Penakhluk Selanjutnya?

 

Oleh:

Henyk Nur Widaryanti

 

DALAM putaran sejarah sebuah bangunan bernama Hagia Sofia selalu menjadi kebanggaan dan lambang kekuatan. Entah saat itu bangunan itu menjadi gereja ataukah akhirnya diubah menjadi sebuah masjid oleh Sultan Muhammad Al Fatih. Keberadaan Hagia Sofia melambangkan kekuatan pasukan yang menguasainya saat itu.

Namun, seiring dengan runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani, nama Hagia sofia tinggal sebuah sejarah. Bangunan ini diubah menjadi sebuah museum oleh Mustafa Kemal Attartuk. Meskipun demikian keharuman nama itu tetap dikenang oleh kaum muslimin. Banyak di antara mereka berhasil mengunjungi museum ini. Dan menikmati serta merasakan kesyahduan nuansa Islam di dalamnya. 

Tak bisa dipungkiri, meskipun Hagia Sofia hanya menjadi situs bersejarah, kaum muslimin tetap mengharapkan bangunan ini suatu saat akan berubah menjadi masjid kembali. Yang akan mengingatkan kita akan kekuatan Sultan Muhammad Al Fatih dalam membebaskannya dari kekuasaan Bizantium. Dan mengingatkan kita akan kekuatan dunia yang tak tertandingi oleh negara manapun. 

Tepat 10 Juli 2020 lalu, Presiden Turki Tayyip Erdogan secara resmi menetapkan Hagia Sofia sebagai masjid.  Dan akan resmi dilakukan ibadah di sana pada 24 Juli mendatang. Kabar ini langsung disambut sorak sorai seluruh kaum muslimin di dunia. Dukungan pada keputusan ini mengalir dari pelosok negeri. Utamanya negeri kaum muslimin. Tak terkecuali Indonesia. 

Namun, sayangnya keputusan ini menuai kontra di belahan Eropa. Banyak negara yang tidak setuju bahkan mengecam perbuatan Erdogan tersebut. Yunani sebagai negara pertama yang melayangkan keberatannya. Kemudian disusul sebagian negara Eropa, Amerika Serikat hingga Rusia. Tak ketinggalan Dewan Gereja Dunia juga menyampaikan keberatan atas putusan tersebut. Bahkan  Paus Fransiskus pun mengungkapkan ketidaksukaannya atas pengalihan fungsi Hagia Sofia. (voaindonesia.com, 19/7/20). 

Begitulah dunia barat, jika ada geliat sedikit saja dari kaum muslimin langsung memberikan argumennya. Berbondong-bondong melayangkan kecaman hingga kekecewaan. Berbeda jika kabar itu adalah penindasan terhadap kaum muslim. Mereka sepakat diam seribu bahasa. Mungkin inilah yang dimaknai dalam Al Qur'an sesungguhnya kebencian orang-orang yang memusuhi Islam itu jauh lebih besar di dalam hatinya, dari pada yang ditampakkannya. 

Kita tak akan lupa sejarah, bagaimana Kekhilafahan Turki Utsmani berhasil meniupkan udara kebesarannya seantero  Eropa. Dengan penaklukan-penaklukan yang dilakukannya, ia berhasil membawa Islam menerangi kegelapan Eropa saat itu. Membebaskan mereka dari penyiksaan dan penekanan dari kekuasaan Bizantium. Surat ancamannya  saja mampu menggetarkan Inggris dan Perancis saat ingin melecehkan Nabi Muhammad lewat pertunjukan seni dramanya. 

Hagia Sofia adalah perlambang kekuasaan Islam kala itu. Saat bangunan tersebut dialih fungsikan menjadi museum, tentu bangsa Eropa akan sorak sorai. Ketakutan dan kecemasan para pemimpin Eropa akan Turki tak lagi beralasan. Karena Eropa aman dalam genggaman mereka. Pasukan Islam tak mungkin lagi mengirimkan pasukan atau sekadar meniupkan rasa was-was atas penaklukan Islam. 

Kini, jika Hagia Sofia benar-benar berubah menjadi masjid kembali. Geliat ini akan meresahkan bangsa Eropa. Meski hanya sekadar ingatan masa lalu, tapi Masjid Hagia Sofia kini menjadi masjid kebanggaan umat Islam. Mengingatkan mereka akan kekuasaan Islam yang besar. Jika Hagia Sofia bisa berubah fungsi, tidak menutup kemungkinan Islam pun akan kembali. 

Ketakutan kembalinya Islam inilah yang melahirkan kecaman-kecaman atas tindakan Erdogan. Di luar pro dan kontra keputusannya dan pengalihan isu ekonomi, Hagia Sofia tetap merasuk dalam benak sanubari muslim sedunia. Sehingga Hagia Sofia ini adalah batu loncatan persatuan umat. Andaikan mereka sadar, mereka akan segera bangun dari lelapnya tidur. Mereka akan membuka mata bahwa persatuan umat Islam itu penting dan urgen. 

Saat zaman Nabi, berita tentang Konstantinopel yang akan ditaklukkan lebih dulu dari pad Roma telah terwujud 8 abad setelahnya. Kini umat Islam masih menunggu penaklukan Roma. Jika  kaum muslimin bisa bersatu, alangkah bahagianya. Karena persatuan itu dapat membuka penderitaan dan penindasan atas kaum muslim saat ini. Dan dapat mewujudkan janji Allah akan penaklukan Roma.

Jika saat itu tiba, Islam akan menjadi cahaya bagi seluruh dunia. Yang akan menyinari bumi dari gulita malam yang pekat akibat kekejian kapitalisme saat ini. Islam pun akan menjadi Rahmat bagi setiap makhluk yang ada ada di belahan manapun. Maka, Islam menunggu kita sebagai generasi muslim. Janji Allah itu pasti, tapi siapa yang akan melakukan itu pilihan. Kita atau anak cucu kita yang akan mewujudkannya? Wallahua'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version