View Full Version
Ahad, 01 Nov 2020

Pak Macron, Maaf Islam Tidak Sama dengan Agama Anda!

 

Oleh:

Dr. Adian Husaini || Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia

 

KELAKUAN Presiden Perancis, Emmanuel Macron, dalam mendukung tindakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW – atas nama kebebasan – sudah sangat keterlaluan. Dunia Islam pun bersatu melakukan protes. Macron dianggap melakukan tindakan yang melampaui batas-batas toleransi. 

Sayangnya, kasus penghinaan simbol-simbol agama itu dianggap bagian dari kebebasan. Perlu dicatat, bahwa di Barat, menghina “Tuhan mereka” pun dianggap bagian kebebasan. Bagi mereka, kebebasan (liberty/freedom) dianggap segala-galanya! 

Tapi, harusnya mereka belajar dari sejarah. Islam tidak dapat diperlakukan sama dengan agama mereka. Bagi kaum muslim, penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW adalah tindakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Tampaknya, kebodohan dan kebencian terhadap Islam masih saja menggelayuti benak mereka. 

Tahun 1988, dunia dihebohkan beredarnya film The Last Temptation of Christ. Film yang disutradarai oleh Martin Scorsese ini diadaptasi dari novel karya Nikos Kazantzakis dengan judul yang sama (terbit tahun 1955). Film itu sangat kontroversial, karena menggambarkan sosok Yesus – Tuhan kaum Kristen Barat -- yang menghadapi aneka godaan: ketakutan, keraguan, depresi, keengganan, dan nafsu seksual. Mendapat banyak protes dari kalangan Kristen, pihak produser beralasan, bahwa film itu bukan dibuat atas dasar Bibel, tetapi dibuat atas dasar eksplorasi fiktif tentang konflik spiritual yang abadi. (https://en.wikipedia.org/.../The_Last_Temptation_of...).

Lihat juga, misalnya, parodi tentang “Yesus” dalam video yang menggambarkan Yesus sedang menyanyi “I Will Survive” sambil membuka baju dan berakhir dengan adegan “Yesus” ditabrak bus. (https://www.youtube.com/watch?v=EmShCeUOPpg). 

Tahun 2004, Dr. Darrell L. Bock, professor Perjanjian Baru di Dallas Theological Seminary, mengritik novel The Da Vinci Code karya Dan Brown. Ia menyatakan, bahwa The Da Vinci Code bukan sekedar novel fiksi biasa, tetapi sebuah novel yang diselubungi dengan klaim kebenaran historis dan kritik terhadap institusi dan kepercayaan agama Kristen.

Bock kemudian menulis bantahan terhadap novel ini, melalui bukunya Breaking the Da Vinci Code (Nashville: Nelson Books, 2004). The Da Vinci Code telah memicu kritik dan kemarahan di kalangan Kristen. Novel ini menyengat dan menggoncang kepercayaan dalam tradisi Kristen yang telah berumur 2000 tahun.

Novel yang dibaca puluhan juta orang di dunia ini diklaim oleh penulisnya memaparkan fakta-fakta baru tentang Yesus yang membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Dalam Kristen, dogma pokok dan paling inti adalah kepercayaan tentang kebangkitan Yesus (resurrection). Bahwa, menurut mereka, setelah mati di tiang salib, Yesus bangkit pada hari ketiga untuk menebus dosa umat manusia. Dalam Bible Perjanjian Baru disebutkan, bahwa saksi pertama kebangkitan Yesus – yang menyaksikan kubur Yesus kosong – adalah seorang wanita bernama Mary Magdalena. 

Jika dasar kepercayaan ini dibongkar, maka runtuhlah agama Kristen. Dalam novel ini, misalnya digambarkan bahwa sebelum disalib Yesus sebenarnya sempat mengawini Mary Magdalena dan mewariskan Gerejanya kepada Magdalena, bukan kepada Saint Peter yang kemudian melanjutkan pendirian Gereja di Roma. 

Bahkan, bukan hanya kawin, Yesus pun punya keturunan dari Mary Magdalena, yang – karena takut dikejar-kejar murid-murid Yesus – maka melarikan diri ke Perancis. Keturunan Yesus itu masih tetap ada hingga kini, dan selama ratusan tahun memelihara tradisi Gereja garis Mary Magdalena. Rahasia ini masih tetap dipegang, dan disimpan dengan sangat ketat. Selama ratusan tahun itu pula, Gereja Katolik berusaha memburu para penganut Gereja Mary Magdalena dan membantai anak keturunan Yesus yang dikhawatirkan mengancam kekuasaan Gereja Katolik – dan Gereja-gereja Kristen lainnya yang mengakui Yesus sebagai Tuhan. 

Jadi, melalui The Da Vici Code, Brown berhasil membangun citra buruk terhadap Vatican. Misalnya, diceritakan bahwa Paus mendukung aktivitas kelompok Opus Dei, sebuah kelompok Katolik yang tidak segan-segan melakukan pembunuhan dengan kejam dalam menjalankan misinya. Opus Dei telah membangun markasnya senilai 243 USD di New York. Melalui Opus Dei inilah Gereja Katolik berusaha merebut bukti-bukti sejarah tentang ‘Gereja Mary Magdalena’. 

*****

Jika di Barat begitu ada kebebasan untuk melecehkan Tuhan dan agama mereka sendiri, sepatutnya mereka memahami, bahwa hal seperti tidak bisa diterapkan untuk umat Islam. Peradaban Barat memiliki akar sejarah traumatik terhadap agama (Kristen) dan campur tangan Tuhan dalam kehidupan mereka. Karena itu, mereka menganggap agama sebagai penghalang kemajuan. Kata Muhammad Asad, hakikat peradaban Barat modern adalah “irreligious in its very essence”.

Filosof Perancis, Jean-Paul Sartre (1905-1980) menyatakan: “even if God existed, it will still necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom.” (Karem Armstrong, History of God, 1993).

Sebagai peradaban yang mengusung semangat kebebasan dan pluralisme, seharusnya mereka paham dan menghormati keyakinan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW. Umat Islam sedunia begitu mencintai Nabi Muhammad SAW dan menjadikan beliau sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan. Sosok seperti Nabi Muhammad SAW itu tidak dijumpai dalam agama Kristen atau pun Yahudi. Karena itu, semua ketidaksopanan mereka kepada Yesus tidak bisa diterapkan untuk Nabi Muhammad SAW. 

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah menulis satu kitab khusus tentang pelecehan terhadap Nabi, yaitu Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul. (Pedang Yang Terhunus untuk Penghujat Sang Rasul). Menurut Ibnu Taymiyah, semua mazhab dalam Islam bersepakat, bahwa hukuman bagi para penghina Nabi adalah hukuman mati. Martabat dan derajat Nabi jauh melampaui presiden dan raja-raja. Nabi saw adalah utusan dan kekasih Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika menghina presiden saja dikenai hukuman pidana, maka penghina Nabi pun lebih patut dijatuhi sanksi lebih berat lagi.

Karena itu, umat Islam pasti akan berbuat sekuat tenaga untuk menjaga kehormatan dan keagungan Nabi Muhammad SAW. Presiden Macron perlu paham tentang kedudukan Nabi Muhammad SAW di hati umat Islam. Sepatutnya, ia segera meminta maaf dan mengakhiri kebenciannya terhadap Islam.*

 


latestnews

View Full Version