View Full Version
Ahad, 08 Aug 2021

Titik Nol Peralihan Perjuangan Dakwah KH. Choer Affandi (Bagian-1)

Oleh : Tatang Hidayat & Syahidin

(Penulis Nilai-Nilai Pemikiran KH Choer Affandi dalam Jurnal Tadris IAIN Madura Vol. 14 No. 1 2019)

Pesantren Miftahul Huda didirikan pada 7 Agustus 1967 oleh K.H. Choer Affandi atau lebih sering dikenal dengan sebutan Uwa Ajengan (Fauzianti, Suresman, & Asyafah, 2015). 7 Agustus 1967 merupakan simbol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran (jihad bil fikroh) (Wawancara Aliyun Murtado, 2015).

Selain sebagai filosofis titik nol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran, 7 Agustus 1967 juga bisa diartikan sebagai titik nol dakwah Pesantren Miftahul Huda sekaligus hadirnya kilauan cahaya dari Manonjaya, Tasikmalaya. 

Sejak berdirinya tahun 1967, Pesantren Miftahul Huda telah membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Inilah yang menjadikan Pesantren Miftahul Huda sebagai pusat perkembangan Islam di kawasan Manonjaya saat ini. Hal itu bisa dilihat dari berbagai kegiatan sosio-religius yang telah dilaksanakan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini (Agussandi, 2013).

Seiring perkembangannya, saat ini Pesantren Miftahul Huda merupakan Pondok Pesantren Salafiyah terbesar di Jawa Barat. Pesantren Miftahul Huda memiliki tiga peranan penting, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat (Adeng, 2011). Sementara itu, hal yang menarik dan menjadi keunikan dari Pesantren Miftahul Huda sebagai hasil didikan KH. Choer Affandi ada dalam strategi manajemen komunikasi yang diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia, yakni dengan manajemen komando imāmah jamā’ah yang dalam aplikasinya menggunakan doktrin ideologi tauhid sebagai falsafah dan ta’at serta patuh pada imam sebagai doktrin operasional (Prasanti, 2017).

 

Keturunan K.H. Choer Affandi 

Keturunan K.H. Choer Affandi selanjutnya meneruskan perjuangan beliau untuk mengembangkan pesantren, khususnya Pesantren Miftahul Huda. Diantara keturunan-keturunan beliau ada yang menjadi dewan kiai, anwar muda yaitu suatu organisasi yang terdiri dari putra putri dan cucu pendiri Pesantren Miftahul Huda (Hasanudin, 2017).

Berdasarkan penuturan orang-orang terdekat KH. Choer Affandi, dapat dipahami bahwa beliau merupakan sosok murabbi, muhajjir dan mujahid. Beliau merupakan sosok ulama legendaris yang mendidik santrinya penuh dengan totalitas, beliau mendidik santri dengan tegas bagaikan militer, itu semua dilakukan demi mencontohkan sikap disiplin. Di sisi lain, beliau pun lembut terhadap keluarga, bahkan beliau tidak segan-segan lebih mementingkan urusan santrinya daripada keluarganya. Beliau merupakan sosok yang mampu memberi ghiroh untuk senantiasa menjaga ruhūl jihad agar tetap melakat pada keluarga dan santrinya (Lukman Dkk, 2016).

 

Landasan Pemikiran KH. Choer Affandi

Beliau mengawali realitas permasalahan masyarakat setelah turun gunung adalah masalah ‘Aqīdah, sehingga memilih tauhid sebagai pokok ajarannya, yang menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai landasan berfikirnya.(Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Dasar yang dipakai sumber dalam ilmu Tauhid adalah dalil ‘aqly (petunjuk akal ghorīzi) dan dalil naqly (petunjuk Alquran dan Ḥadīṡ) (Affandi, 2012a : 4).

 

Prinsip Pendidikan KH. Choer Affandi

Prinsip pendidikan KH. Choer Affandi adalah tauhid, yakni harus benar-benar beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan ‘Aqīdah Sam’iyyaħ. Oleh karena itu, beliau banyak mengarang kitab tentang tauhid, seperti kitab Induk Natsar, Majmu’atul Aqīdah, Talwih Tijan, ‘Aqidah Islāmiyyaħ dan masih banyak yang lainnya. Prinsip pendidikannya tercantum dalam kitab ‘Aqidah Islāmiyyaħ yang disebut mabadi. Setiap yang akan mempelajari suatu ilmu, termasuk ilmu tauhid, terlebih dahulu perlu mengetahui 10 macam mabadi-nya sebagai berikut: 

  1. Ta’rif / Definisi : Menurut lughot atau asal kata tauhid berasal dari wahada-yūhidan-tauhīdan artinya mengetahui bahwa sesuatu itu adalah satu. Menurut istilah adalah ilmu yang menetapkan aqidah agama Islam yang diambil dari dalil-dalil yang yaqin. Menurut syar’i adalah Allah yang disembah, serta mengi’tiqadkan tunggal-Nya disertai dengan pengakuan dan penerimaan ketunggalan Żat, Sifat dan Af’al-Nya.
  2. Mauḍu / Sasaran : Sasaran pembahasan ilmu tauhid adalah Żat Allah, Żat Rasul, Barang Mumkinul Wujud, ‘Aqidah Sam’iyyaħ.
  3. Ṡamroh / Hasil dari Ilmu Tauhid : Hasil yang akan didapatkan dari mempelajari ilmu tauhid adalah ma’rifaħ kepada Allah dan Rasul-Nya disertai dengan dalil-dalil yang yaqin. Menentukan kebahagiaan yang abadi di akhirat, bahwa tempat seluruh mukminin (yang bertauhid) adalah surga.
  4. Faḍlu / Keutamaan : Nilai Ilmu Tauhid adalah termulia diantara seluruh ilmu, karena bertalian dengan Żat Allah dan Rasul-Nya.
  5. Nisbat / Hubungan dengan ilmu yang lain : Hubungan ilmu tauhid dengan ilmu yang lainnya adalah merupakan dasar dan akar dari beberapa ilmu ajaran agama Islam, sedangkan ilmu yang lainnya merupakan cabang dari Ilmu Tauhid.
  6. Waḍ’i / Yang mempunyai gagasan : Ilmu tahuid pada pokoknya adalah dari para Nabi dan Rasul, berdasarkan dari wahyu Allah SWT, kemudian disusun dan dibukukan pertama kali oleh Abū al-Hasan al-Asy’aryserta pengikutnya, dan oleh Abu Manṣur al-Ma’ṭūridi serta pengikutnya, yang dinamakan golongan al-Najiyah, golongan Ahlussunnah atau golongan Asy-syaīroh.
  7. Al-Ismu / Nama Ilmu Tauhid : Ilmu tauhid mempunya beberapa nama diantaranya ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu haqīqoħ, ilmu ‘Aqāid, ilmu uṣūluddin, ilmu ‘aqāidul iman, ilmu ulūhiyaħ, ilmu ma’rifaħ.
  8. Istimdad / Sumber pengambilan Ilmu Tauhid : Dasar yang dipakai sumber dalam ilmu tauhid adalah dalil ‘aqly(petunjuk akal) dan dalil naqly (petunjuk Alquran dan Ḥadīṡ).
  9. Hukum Syar’i /  Pandangan hukum syara terhadap Ilmu Tauhid : Hukum syara’ (hukum Islam) mewajibkan dengan wajib ‘ain (individu) kepada seluruh mukallaf (manusia dan jin) untuk mempelajari ilmu tauhid dan bertauhid.
  10. Masalah – Masalah yang terkandung dalam Ilmu Tauhid : Masalah yang terkandung di dalam ilmu tauhid adalah qoḍiyyah, logika dan bahasan tentang sesuatu yang pasti ada (wajibat), sesuatu yang mustahid ada (mustāhilat), dan sesuatu yang mumkin ada dan mumkin tidak ada (jaizat) (Affandi, 2012a : 2-4).

Bersambung...

Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi Prof. Dr. Syahidin, M. Pd.


latestnews

View Full Version