View Full Version
Jum'at, 05 Aug 2022

Resensi: Pembuka Hidayah Jilid 3: Novel Biografi KH. Choer Affandi (Bagian 2-Selesai)

Oleh: Tatang Hidayat 

(Penulis Nilai-Nilai Pemikiran Pendidikan KH. Choer Affandi dalam Jurnal Tadris Vol 14, No. 1 tahun 2019 IAIN Madura)

Uwa Ajengan yang masih sangat kesal menapat tajam ke arah si askar, dan tiba-tiba ia berkata dengan Bahasa Sunda, “Ya Allah, tembongkeun saha anu bener. Lamun kuring salah, kuring pasrah sumerah kana sagala papasteun Anjeun, Yaa Allah, nyanggakeun sadaya-daya.” 

Selepas mengatakan itu Uwa Ajengan mengangkat tangan kanan lalu menggerakkan telunjuknya pada dinding marmer Masjidil Haram. Dan dengan kuasa Allah Ta’ala, dinding marmer itu seketika seperti tanah yang lembek. Telunjuk kanan Uwa Ajengan menulis di dinding marmer itu dengan huruf arab. 

Si askar ternganga, seperti tak percaya dengan kejadian di depan mata, dinding marmer bisa rontok hanya oleh telunjuk manusia. Dengan sadar tak sadar, si askar berucap pelan, membaca huruf yang terukir di sana, “AHMAD CHOER AFFANDI”

Melalui buku ini, saya mendapat informasi baru terkait teka-teki kisah yang masyhur di kalangan santri Miftahul Huda, bahwa di salah satu dinding marmer Masjidil Haram ada nama Ahmad Choer Affandi yang ditulis oleh telunjuk Uwa Ajengan. Namun sayangnya, cerita tersebut belum diperkuat dengan bukti dokumentasinya.

Ada momen luar biasa lagi yang dijelaskan penulis ketika Uwa Ajengan melaksanakan ibadah haji, saat itu akan diadakan musyawarah para ulama dunia di Mina, mereka meminta seorang ulama dari Indonesia untuk berceramah, Buya Hamka dan Pak Natsir bersepakat bahwa Ajengan dari Tasikmalaya yang akan menyampaikan ceramah agama tersebut dengan tema kondisi Islam sekarang ini. Tentu saja Uwa Ajengan sedikit kaget, kenapa tidak Buya Hamka dan Pak Natsir.

Sore itu dijadwalkan dua orang penceramah yang akan mengisi acara, satu dari Yaman satu lagi dari Indonesia. Dan tibalah saatnya Uwa Ajengan untuk berceramah, ia dipanggil oleh panitia dengan sebutan ‘Alim al-‘Allamah Choer Affandi Al-Jawi. Ceramah Uwa Ajengan dalam forum itu menggelegar dan sangat emosional, sampai M. Natsir bergetar dan berbisik semoga tidak terjadi apa-apa terhadap Ajengan Tasikmalaya itu. 

Isi ceramah Uwa Ajengan menjelaskan bagaimana Islam telah menjadi kekuatan mengusir penjajah dari negeri-negeri Islam, kekuatan Islamlah yang telah mengusir penindasan Belanda dari tanah Indonesia. Tetapi dan tetapi, setelah Negara-negara terjajah itu merdeka, kekuatan Islam menjadi meuleumpeum, menjadi redup, yang memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan adalah para nasionalis yang kemampuan ilmu agamanya jauh dari para ulama. Semua itu terjadi karena umat Islam belum bisa membangun ukhuwah, belim bisa bersatu padu untuk memperjuangkan hukum-hukum Al-Qur’an dan Sunnah. 

Novel ini akan semakin menarik dan mengangkat ketokohan Uwa Ajengan jika penulis bisa menghadirkan interaksi Uwa Ajengan dengan tokoh-tokoh nasional lainnya. Peran dakwah Uwa Ajengan bukan hanya lokal Tasikmalaya dengan menginisiasi berdirinya Rumah Sakit Islam Tasikmalaya, tetapi dalam kancah nasional pun tidak dipungkiri lagi.

Uwa Ajengan merupakan salah seorang pendiri Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKsPP) Jawa Barat, kemudian kesininya bergabung Pondok Gontor, Diniyyah Putri Padang Panjang dll sehingga BKsPP yang awalnya lingkup Jawa Barat menjadi lingkup nasional menjadi Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI)

Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) didirikan 20 Muharram 1392 H/ 05 Maret 1972 M oleh para ulama, tokoh pergerakan umat Islam dan perjuangan serta para sesepuh ulama pondok pesantren antara lain: Dr. Mohammad Natsir (Jakarta), KH. Sholeh Iskandar (Bogor), KH. Noer Ali (Bekasi), KH. Choer Affandi (Tasikmalaya), KH. Abdullah Syafi’i (Jakarta), KH. Abdullah Bin Nuh (Bogor), KH. Dr.EZ. Muttaqien (Bandung), KH. Abdul Halim (Cianjur), KH. Hasan Natsir (Jakarta), dan KH. Tb.Hasan Basri (Bogor).

Ada banyak pesan yang tersirat dan tersurat dari novel pembuka hidayah jilid 3 ini. Utamanya tentang jalan hidup Uwa Ajengan saat mengawali dakwah setelah turun gunung dengan mendirikan pesantren yang di namanya masih ada cap sebagai “mantan pemberontak” tentu bukan hal yang mudah bisa diterima masyarakat. Terharu, itu kesan saya setelah membaca buku ini. Sekali lagi apresiasi untuk Fauz Noor dan kita tunggu novel pembuka hidayah jilid ke-4 nya. [ ]

IDENTITAS BUKU

Judul: Pembuka Hidayah Novel Biografi Uwa Ajengan Buku Ketiga
Pengarang: Fauz Noor Zaman
Penerbit : Tapak Sabda (Sabda Book’s)
Cetakan 1: Juli 2022
ISBN: 978-623-99450-0-8
Tebal: xii + 213 halaman


latestnews

View Full Version