View Full Version
Kamis, 16 Jul 2009

Pengakuan Prajurit Israel: Diperintahkan ”Habisi” Warga Gaza

Jerussalem : Sekitar 30 prajurit Israel mengaku, mereka diperintahkan menargetkan warga sipil Gaza dalam serangan 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009 lalu. Mereka diminta mencegah terjadinya banyak korban dari kubu Israel untuk meraih dukungan publik.

Hal ini terungkap dalam kesaksian 30 prajurit Israel yang terlibat dalam Operasi Cast Lead tersebut. Kesaksian dalam bentuk tercetak maupun video itu dipublikasikan kelompok aktivis Breaking the Silence, Rabu (15/7).

Tidak diungkap nama-nama prajurit yang memberikan kesaksian dalam publikasi laporan setebal 112 halaman itu. Kecuali satu orang berpangkat sersan, bernama Amir. Dalam rekaman video wajah mereka dikaburkan.

Lebih baik menembak warga tak berdosa daripada ragu-ragu saat membidik musuh. Merupakan gambaran perintah yang diterima para prajurit Israel itu. ”jika kalian tak yakin, bunuh saja.” kata seorang prajurit.

Para prajurit juga mendapatkan gambaran bahwa setiap orang adalah musuh bagi mereka tak kecuali warga sipil. ”Di wilayah urban, setiap orang adalah musuh kalian. Tak ada namanya warga tak berdosa.” ungkap prajurit lainnya.

Selain itu, pasukan Isarael juga menjadikan warga sipil di Gaza sebagai tameng manusia. Mereka menjadi pelindung dari serangan musuh. Para prajurit Israel menyebut langkah-langkah seperti itu sebagai ’Neighbour Procedure’.

Melalui prosedur ini, warga sipil diperintahkan untuk berada di depan prajurit, kemudian prajurit tersebut meletakkan senjatanya di atas bahu mereka. Mereka menjadi tameng untuk menghadang serangan.

Dalam kesaksiannya, prajurit-prajurit Israel itu juga mengungkapkan penggunaan bom fosfor putih. Bom itu digunakan secara serampangan di jalan-jalan yang ada di Gaza.
Pengrusakan bangunan secara masif juga dilakukan. Banyak bangunan dihancurkan, padahal tak memiliki ancaman secara langsung bagi pasukan Israel.

”Kami tak diperintahkan menembak apapun yang bergerak. Jika merasa terancam tembak saja.”

Secara berulang, para prajurit diminta untuk tak menembak apa saja yang dianggap mengancam. ”Ini adalah perang dan di dalam perang melancarkan tembakan tak dilarang.” demikian keterangan prajurit Israel.

Prajurit lain menyatakan, buldozer D-9 selalu bergerak untuk meruntuhkan bangunan. ”kami tak melihat satu rumah pun yang utuh. Seluruh infrastruktur, lapangan, dan jalan berubah menjadi puing. D-9 meratakan semuanya.”

Menurut Breaking the Silence dalam kondisi tertekan dan kemerosotan moral.
Lembaga ini juga menyatakan bahwa kesaksian para prajurit itu telah cukup untuk mempertanyakan keterangan resmi militer Israel. Sebelumnya, militer Israel membantah semua pelanggaran yang dilakukan di Gaza.

”Ini merupakan panggilan yang mendesak bagi masyarakat dan pemimpin Israel berpikir jernih dan melakukan penyelidikan atas hasil yang kami ungkapkan.” demikian Breaking the Silence dalam pernyataannya.

Breaking the Silence menambahkan, sejumlah pihak mendanai kegiatan ini. Yaitu kelompok HAM di Israel, pemerintah Inggris, Belanda, Spanyol, dan dana yang dikucurkan dari Uni Eropa.

Namun militer Israel membantah pernyataan Breaking the Silence. Juru bicara militer Israel, Avital Leibovich, menyatakan militer dengan fakta adanya kelompok HAM lain yang mempublikasikan sebuah laporan dengan mengutip sumber yang tak disebutkan namanya.

Secara terpisah, dua kapal perang Israel melintas melalui Terusan Suez, Mesir,. Mereka melaju menuju Laut Merah dengan misi untuk menghentikan penyelundupan senjata ke wilayah Gaza. (voa-islam.com/koran Republika, Kamis, 16 Juli 2009, hal. 9)


latestnews

View Full Version