View Full Version
Rabu, 06 Jan 2010

Penjara Kemanusiaan itu Bernama Tembok Baja Mesir

MESIR (voa-islam.com) - Kerjasama empat negara: Mesir, Amerika, Prancis dan Israel ini seharusnya tidak boleh terjadi. Pembangunan Tembok Baja oleh Mesir di perbatasan Sinai-Gaza dengan bahan baku dari AS dan tambahan kamera pengintai dari Prancis untuk kepentingan Israel sangat mengusik naluri kemanusiaan dan keadilan.

Usaha blokade total tanah Palestina oleh tentara Israel semakin gencar dilaksanakan, seakan ingin membawa warga Gaza dalam deret satuan waktu menuju kemusnahan. Tembok Baja dengan panjang 9 KM, tinggi tembok mencapai 18 m, ketebalan 50 cm dan kedalaman pondasi 20-30 m adalah bukti usaha sungguh-sungguh memperkuat tekanan dan menebar maut. (aljazera.net, 23/12)

Ada rasa kemanusiaan dan keadilan yang terusik disini. Pembangunan ini sama saja dengan mengepung warga Palestina di satu lubang, untuk kemudian tinggal menghabisi mereka. Sejak Israel menduduki Palestina tahun 1948, warga Palestina jarang merasakan ketenangan. Terhitung sudah terjadi 11 kali pembantaian massal di Palestina. Yang terakhir adalah yang terjadi di akhir tahun kemarin, 27 Des 08-17 Jan 09 dengan korban jiwa lebih dari 1300 orang.

Gaza terhitung menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Setiap 1 Km ditempati oleh 26.400 jiwa. Di tempat pengungsian bahkan mencapai 55.500 jiwa/km. Di Gaza ini terdapat 44 perkampungan penduduk, yang paling utama adalah Gaza kemudian Refah, Yunis, Jabaliya dan Dir Balh. Mereka pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan dan menghadapi masalah pengangguran. Hingga kini Jalur Gaza dihuni 1,5 juta jiwa.

..Di Gaza saat ini, sarapan pagi yang enak, makanan panas siap saji, dan tidur yang nyenyak di bawah selimut empuk, adalah sesuatu yang bisa diwujudkan di angan-angan.

Di Gaza saat ini, sarapan pagi yang enak, makanan panas siap saji, dan tidur yang nyenyak di bawah selimut empuk, adalah sesuatu yang bisa diwujudkan di angan-angan. Yang ada dalam kenyataan adalah rumah-rumah yang hancur, kekurangan makanan, pakaian dan obat-obatan, dihiasi oleh genangan darah, isak tangis dan cucuraran air mata dalam dingin yang menusuk. Ditambah dengan ancaman serangan yang tak henti-hentinya dari pasukan Israel, baik darat maupun udara.

Setiap warga Gaza tinggal menunggu giliran kapan sampainya peluru dan serpihan bom ke wajahnya, untuk kemudian ia menyusul saudaranya yang telah pulang lebih dulu. Bagi mereka, seperti terekam dalam rekaman kamera TV Al-jazeera (4/1/09), maut tidak lagi menjadi masalah. Sebab itu adalah pasti dan mereka akan mendapatkan kesyahidan. Dan syahid merupakan sebuah proses kematian yang terindah.

Masalahnya adalah pada kita. Darah-darah warga Gaza tengah tertumpah akibat tembakan peluru-peluru Israel. Bangunan yang mereka diami telah hancur dan rata dengan tanah. Siang malam diliputi nestapa yang tak berujung. Maka atas nama kemanusiaan, semua harus ikut meneriakkan nasib umat manusia yang tertindas oleh demonstrasi nyanyian kematian yang ada di setiap waktu itu. Apalagi bila mengingat mereka adalah saudara seakidah, maka peduli terhadap warga Gaza menjadi lebih wajib lagi.

Kini, warga Palestina masih menanti uluran tangan saudara-saudaranya di seluruh dunia yang mereka harapkan ikut peduli kepadanya. Semoga pengharapannya itu tak seperti air yang jatuh di Pasir, hilang tak membekas. Mereka menanti perhatian hati-hati yang di dalamnya masih ada cinta. Juga menanti kapan malaikat Izrail membawa ruh mereka mengangkasa sebagai syahid, menghadap ke hadirat Tuhan mereka yang Maha Penyayang. [ZAK/sinai-ol]


latestnews

View Full Version