View Full Version
Rabu, 11 Feb 2015

Setelah AS, Giliran Inggris Evakuasi Staf Kedutaan Mereka dari Yaman Karena Masalah Keamanan

LONDON, INGGRIS (voa-islam.com) - Kudeta militer yang dilakukan oleh pemberontak Syi'ah Houtsi di Yaman menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang agama antara kafir Syi'ah dan Muslim Sunni yang memang mayoritas di negara itu, hal ini membuat Inggris memutuskan menarik staf dari kedutaan besarnya di Yaman dan menghentikan sementara operasi di negara tersebut.

Inggris telah menarik staf dari kedutaan besarnya di Yaman dan menghentikan sementara operasi di sana karena masalah keamanan, Kementerian Luar Negeri, Rabu (11/2/2015), sehari setelah sekutunya Amerika Serikat menutup kedutaannya.

"Situasi keamanan di Yaman terus memburuk selama beberapa hari terakhir," kata Menteri untuk Timur Tengah Tobias Ellwood dalam sebuah pernyataan.

Yaman telah berada dalam krisis selama berbulan-bulan dengan  pemberontak Syiah Houtsi, kaki tangan Iran, mengepung ibukota dan kemudian mengambil paksa kekuasaan negara itu pekan lalu. Kelompok mujahidin Sunni Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP) telah bersumpah untuk menghancurkan mereka, memicu kekhawatiran perang antara agama Syi'ah dan Islam.

"Duta Besar dan staf diplomatik kami telah meninggalkan Yaman pagi ini dan akan kembali ke Inggris," kata Ellwood.

Pemberontak Syi'ah Houtshi pekan lalu membubarkan parlemen dan secara resmi mengambil alih setelah berbulan-bulan kudeta tak langsung dengan mengusai ibukota Sana'a. Mereka kemudian menempatkan Presiden Hadi dan menteri kabinet di bawah tahanan rumah. Hadi dan para menteri kemudian mengundurkan diri sebagai protes.

Selasa pagi, pejabat militer Yaman mengatakan Syi'ah Houtsi, dibantu oleh pasukan yang setia kepada mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, yang juga berasal dari Syi'ah, mengambil kontrol penuh provinsi tengah kunci, Bayda yang mayoritas Sunni.

Bayda adalah pintu gerbang ke selatan negara itu, yang tetap di tangan orang selatan pro-kemerdekaan dan provinsi strategis Maarib yang kaya minyak, di sebelah timur, juga masih belum di tangan pemberontak Syi'ah Houtsi. (st/tds)


latestnews

View Full Version