View Full Version
Sabtu, 12 Nov 2016

Islam Mengatur Politik? Bisakah?

 

Sahabat VOA-Islam...

Islam mengatur politik? Bisakah? Apa benar Islam mengajarkan politik? Apakah politik Islam dapat digunakan di Indonesia yang beragam agama dan ras? Pertanyaan ini sering kita dengar pasca maraknya berita Pilkada Jakarta baru-baru ini. Sejumlah ormas masyarakat dan pemuka Islam turun ke jalan dengan seruan meminta umat Muslim untuk memilih pemimpin Muslim dan kembali dalam sistem Islam.

Hal tersebut menimbulkan opini yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Ada yang pro, bahwa Islam mengatur mengenai kepemimpinan, sedangkan yang lainnya kontra dengan berbagai alasan. Beberapa di antaranya beralasan bahwa sudah hal lumrah negara yang demokrasi dipimpin bukan hanya oleh orang Islam. Bahkan banyak yang mencibir dan menyesatkan dengan pernyataan bahwa pemimpin yang non muslim lebih baik dibandingkan muslim yang korupsi.

Masyarakat beranggapan bahwa Islam dikaitkan dengan politik adalah politisasi agama. Agama tidak boleh dikaitkan dengan politik. Politik menjadi hal yang aneh ketika dibicarakan pada ceramah dan khutbah-khutbah Jum'at. Bahkan dengan tegas menyebut bahwa Islam adalah agama ibadah dan akhlak. Sehingga jelas di sini adanya pemisahan antara agama dan politik.

Faktanya, ketika Islam dipisahkan dengan politik dan tidak ada pada diri seorang pemimpin, umat akan hancur. Pernyataan bahwa pemimpin non muslim lebih baik adalah salah besar. Menilai bahwa dengan dipimpinnya umat muslim oleh non muslim atau kafir, umat Islam tidak lebih baik bahkan semakin bobrok. 

Faktanya, ketika Islam dipisahkan dengan politik dan tidak ada pada diri seorang pemimpin, umat akan hancur. Pernyataan bahwa pemimpin non muslim lebih baik adalah salah besar. Menilai bahwa dengan dipimpinnya umat muslim oleh non muslim atau kafir, umat Islam tidak lebih baik bahkan semakin bobrok. Ahok pada masa jabatannya sudah acap kali memberikan pernyataan yang berlawanan dalam Islam, misalnya Ahok menantang memberi izin penjualan miras, lokalisasi dan perjudian (Suara-Islam.com, 3/11 2015). Hal ini mencerminkan minimnya pengetahuan masyaratkat bahwa Islam mengatur politik. Adanya persepsi bahwa politik itu kotor yang digeneralisasi menjadikan umat Muslim enggan bersentuhan dengan politik.

Dalam bukunya, “Dinamika Masyarakat Islam Dalam Wawasan Fikih”, Dr. M. Abdurrahman, M. A. menjelaskan bahwa Islam yang saat ini terkesan hanya sebatas ritualistik, formalistik, dangkal dan tidak membumi. Kesan ini tampak karena adanya pemisahan secara doktrinal terhadap aqidah,  syariah dan akhlak, padahal aspek ini bukanlah bagian yang terpisah dan harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya, politik atau dalam fiqih Islam dikenal dengan siyasah, bukan hal yang baru dalam pemikiran Islam. Politik Islam lahir bersama dengan penyebaran Islam baik saat periode Mekkah maupun periode Madinah. Islam secara sistemik tidak memisahkan agama atau kehidupan bernegara. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT bukan hanya memerintahkan ibadah ritual saja, namun juga banyak ayat AL-Qur'an yang menjelaskan tentang hukum pidana (Q.S Al-Baqarah (2): 78), ekonomi (QS. Al-Baqarah (2) : 275)  termasuk  kepemimpinan (Q.S Al-Maidah (5) : 57).

Politik dan negara Islam sudah mulai berjalan sejak di Mekkah dan semakin jelas ketika Rasulullah di Madinah sebagai  kepala Negara Islam. Rasulullah memiliki pemerintahan yang mandiri dan negara yang berdaulat sehingga dapat memerintah seluruh rakyat Madinah, baik Muslim dan Non Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Islam dapat diterapkan dinegara yang multikultural, karena pada saat itu bangsa Arab adalah bangsa yang bersuku-suku dan Rasulullah mampu menyatukannya. Rasulullah pun melakukan hubungan internasional dengan misi-misi diplomatik mengirimkan surat ke berbagai negri seperti Romawi dan Kisra Persia.

Politik Islam yang dilakukan oleh Rasulullah kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya dan bergulir seperti bola salju yang semakin besar. Islam pun kemudian dikenal sebagai negara yang besar pada zaman kekhalifahan hingga berakhirnya pemerintahan Islam tahun 1924.

Dilihat dari sejarahnya Islam dan politik tidak bisa terpisahkan. Islam yang diterapkan secara menyeluruhlah yang menghasilkan peradaban yang besar. Gambaran saat ini adalah gambaran ketika Islam hanya sebagai ritual saja. Maka kebenaran AL-Qur'an lah bahwa ketika Islam tidak diterapkan, Allah menimpakan musibah kepada manusia. (QS.Al-Maidah (5) : 49).

Sudah seharusnya negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam ini diatur dengan aturan Islam. Maka perlulah umat Islam menelaah kembali secara utuh, sehingga ajaran Islam dapat dilaksanakan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW beserta sahabatnya, kembali dalam naungan Islam yang kaffah. [syahid/voa-islam.com]

Penulis: Hana Siti Maharani


latestnews

View Full Version