View Full Version
Rabu, 03 May 2017

Myanmar Tegaskan Tolak Penyelidikan PBB untuk Kejahatan Terhadap Muslim Rohingya

BRUSSELS, BELGIA (voa-islam.com) - Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi telah menolak sebuah keputusan dewan hak asasi manusia PBB untuk menyelidiki tuduhan pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan oleh pasukan militer terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine yang bermasalah.

Suu Kyi mengatakan dalam sebuah konferensi pers dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini di Brussels bahwa dia tidak setuju dengan resolusi yang relevan yang diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada bulan Maret.

Resolusi tersebut menyerukan agar mengirim sebuah misi pencarian fakta internasional untuk menyelidiki tuduhan di Rakhine dan mendesak pemerintah Myanmar untuk bekerja sama.

"Kami telah melepaskan diri dari resolusi karena kami tidak berpikir bahwa resolusi tersebut sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan," katanya pada hari Selasa (2/5/2017).

Suu Kyi mengatakan bahwa dia hanya akan menerima rekomendasi dari komisi penasihat terpisah yang dipimpin oleh mantan kepala PBB Kofi Annan. Masukan lainnya akan "membagi" komunitas, tambahnya.

Namun, Mogherini mendukung misi internasional tersebut, dengan mengatakan bahwa resolusi yang disepakati tersebut akan membantu membersihkan ketidakpastian mengenai tuduhan pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya.

"Misi pencarian fakta berfokus pada penegasan kebenaran tentang masa lalu," kata Mogherini. "Kami percaya bahwa ini bisa berkontribusi untuk membangun fakta."

Sejak Oktober 2016, pasukan Myanmar telah melakukan tindakan keras militer di Negara Bagian Rakhine, di mana komunitas Rohingya terutama berbasis, menyusul sebuah serangan di sebuah pos polisi yang dipersalahkan atas militan terkait Rohingya.

Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh PBB bulan lalu, pasukan Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan perkosaan terhadap anggota masyarakat tersebut. Penyelidik PBB mewawancarai 220 di antara 75.000 Muslim Rohingya, yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Oktober 2016.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa pembunuhan, pemerkosaan kelompok Muslim Rohingya telah terjadi dalam sebuah kampanye yang "sangat mungkin" berarti kejahatan terhadap kemanusiaan dan mungkin pembersihan etnis. Suu Kyi, peneriman Nobel Perdamaian yang terus saja "membisu" terhadap kejahatan yang menimpa Muslim Rohingya sejak lama, bagaimanapun, menolak laporan tersebut.

Dia mengatakan kepada BBC bulan lalu, "Saya tidak berpikir ada pembersihan etnis yang terjadi."

Ratusan Muslim Rohingya telah terbunuh dan puluhan ribu lainnya dipaksa meninggalkan rumah mereka dan tinggal di kamp-kamp kumuh dalam kondisi mengerikan di Myanmar, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

Pemerintah menyangkal kewarganegaraan penuh terhadap penduduk yang berpopulasi 1,1 juta jiwa tersebut, mencap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Muslim Rohingya diyakini merupakan komunitas keturunan purba di Myanmar.

Menurut PBB, Muslim Rohingya adalah salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia. (st/ptv)


latestnews

View Full Version