View Full Version
Senin, 12 Sep 2016

Penganut Syi'ah Banjiri Karbala Irak untuk Laksanakan Ibadah 'Haji Alternatif'

KARBALA, IRAK (voa-islam.com) - Para pemeluk agama Syi'ah Iran, yang telah dilarang ke Mekkah di tengah pertikaian yang meningkat antara Teheran dan Arab Saudi, telah berkumpul di kota Irak Karbala untuk melakukan apa yang mereka sebut sebagai sebuah "haji alternatif", situs Ummid melaporkan hari Ahad(11/9/2016).

Langkah para penganut Syi'ah Iran terjadi pada saat lebih dari dua juta umat Islam dari lebih 164 negara di dunia sedang bergerak menuju padang Arafah untuk melakukan wukuf, yang merupakan puncak ibadah haji.

Menurut laporan media, rezim garis keras ayatola Ali Kamenei mengalihkan warga Syi'ah Iran ke kuil Imam Hussein, salah satu kuil paling suci bagi penganut Syi'ah, setelah gagal untuk menyegel kesepakatan yang dibutuhkan dengan Arab Saudi untuk jamaah haji Iran untuk melakukan perjalanan ke Kerajaan.

Ratusan ribu penganut Syi'ah Iran melakukan "haji" di kuil Imam Hussein di Karbala tersebut.

"Saya berharap jumlah peziarah mencapai satu juta, sekitar 75 persen dari mereka warga Iran," Adel al-Mussawi, seorang pejabat kuil, mengatakan kepada AFP.

"Konflik Arab-Iran telah memaksa warga (Syi'ah) Iran untuk datang ke Karbala untuk mengunjungi tempat suci Imam Hussein," kata al-Mussawi, menambahkan, "bagi Syiah, ini bernilai 70 kali haji."

Tidak semua dari para penganut Syi'ah telah merencanakan untuk melakukan perjalanan ke Mekah untuk melakukan ibadah haji, tapi banyak dari 64.000 warga Iran yang batal pergi ke Saudi untuk haji tahun ini berakhir di kota suci Syi'ah di Irak akhir pekan ini

Laporan media independen mengatakan meskipun beberapa dari warga Syi'ah Iran menerima ide tersebut, banyak yang menolak untuk mengikuti kampanye nakal rezim garis keras Iran ini.

Tidak sama dengan haji

Mengunjungi makam Imam Hussein tidak memiliki makna religius yang sama dengan haji, yang merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan karena itu kewajiban bagi umat Islam yang mampu setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka. Bagaimanapun, para penganut agama Syi'ah merasa lebih seperti berada di rumah di Karbala dibandingkan di Makkah.

"Karbala adalah biasa bagi kita. Kami selalu datang ke sini. Tahun ini mereka telah memblokir jalan (ke Makkah) dan tidak ada yang bisa pergi," kata Shukrullah, peziarah Syi'ah Iran berambut putih yang tengah duduk di karpet di dekat salah satu pintu gerbang ke makam.

"Ini kewajiban kita untuk datang ke sini. Ini adalah sebuah negara Syi'ah. Itu bagus," katanya.

Sementara itu Gubernur Karbala mengatakan bahwa pihak berwenang telah menyiapkan segala kebutuhan peziarah Syi'ah di kota tersebut.

"Kami telah menyiapkan transportasi, akomodasi dan keamanan. Kita biasa untuk menangani acara besar seperti Arbaeen sehingga kita bisa menangani ini," klaim Gubernur Karbala Aqil al-Turaihi kepada AFP.

Nasirah, seorang wanita dari kota Ahvaz Iran, belum pernah melakukan haji dan memprediksi bahwa pergantian perjalanan "haji" ke Karbala bisa menjadi kebiasaan.

"Di Iran, para peziarah ... membayar untuk mendapatkan visa dan pergi haji. Kami di Iran menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan kesempatan untuk pergi. Ini bisa memakan waktu 10 atau 15 tahun," katanya.

"Jadi saya berkata mari kita pergi untuk hari Arafah di Karbala," kata Nasirah, merujuk pelaksanaan wukuf di padang Arafah Arab Saudi pada hari kedua haji.

"Jika kita berada di Karbala, itu adalah rumah Allah, itu dapat dianggap haji bagi kita (penganut Syi'ah). Jadi untuk beberapa tahun ke depan, kami akan datang ke Karbala.

Mimpi terpendam

Rezim Syi'ah Iran sedang mengekspos mimpi lama terpendam mereka yang sampai saat ini tidak kesampaian untuk melemahkan status dan kesucian tempat-tempat suci umat Muslim di Arab Saudi

Iran menuduh ketidakmampuan Riyadh dan gagal untuk menyelidiki tragedi desak-desakan tahun 2015 atau mengambil tindakan pencegahan yang memuaskan untuk haji tahun ini. Dalam insiden desak-desakan selama haji tahun lalu, lebih dari 700 jamaah meninggal - sebagian dari mereka orang Syi'ah Iran.

Penyelidikan kemudian mengungkapkan, para peziarah Syi'ah Iran terlibat dalam pelanggaran keamanan karena yang menyebabkan insiden desak-desakan dan saling injak itu terjadi.

Pemerintah Saudi karenanya bermain keras dan menolak untuk tunduk kepada permintaan yang tidak beralasan dari pemerintah Syi'ah Iran - yang para peziarahnya memiliki riwayat menciptakan kerusuhan selama haji. Akibatnya, kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi untuk haji tidak bisa disetujui dan peziarah Iran dilarang masuk.

Bukan Muslim

Perang kata-kata karena masalah tersebut telah meningkat, dengan ulama tingkat atas kedua negara mengeluarkan kata-kata tajam. Pemimpin tertinggi Syi'ah Iran Ali Kamenei menyebut raja Saudi "terkutuk, keluarga jahat" dan Mufti Saudi Abdulaziz al-Sheikh mengatakan Syi'ah Iran bukanlah Muslim.

Dalam panggilan telepon dengan harian Makkah, Mufti Saudi mengatakan serangan Kamenei pada Kerajaan dan kritiknya atas pengaturan Haji Kerajaan adalah "tidak mengherankan", menurut Arab News.

"Kita harus memahami bahwa mereka bukan muslim; mereka adalah pengikut 'Majusi' (istilah yang mengacu pada Zoroaster dan orang-orang yang menyembah api). Permusuhan mereka terhadap umat Muslim berjalan lama dan musuh utama mereka adalah pengikut Sunnah (Sunni)," katanya.

Dia menekankan bahwa mereka yang berusaha merusak atau mengganggu upaya Arab Saudi untuk melakukan haji yang damai dan aman bagi para jamaah yang datang dari seluruh dunia tidak akan berhasil dalam desain jahat mereka.

Muslim dari dunia percaya sepenuhnya dan mengakui jasa yang diberikan oleh pemerintah Saudi terhadap Dua Masjid Suci dan para jamaah haji, tambah Mufti. (st/ummid)


latestnews

View Full Version