View Full Version
Kamis, 07 Jul 2016

Mengembalikan Perisai Umat

Oleh: Rizki Fridha, A.Md. Farm 

(Pemerhati Dunia Islam dari Bandung)

Ramadhan demi ramadhan telah berlalu, akan tetapi kemaksiatan di tengah umat masih merajalela, kezaliman masih menimpa umat Islam; umat Islam masih menjadi korban dari kebuasan dan kerakusan penjajahan. Di Suriah, Irak, Palestina, misalnya, ratusan ribu umat Islam menjadi korban para penguasa zalim dan keji. Kekayaan negeri Islam dirampok oleh Negara-negara Barat yang rakus. Sikap anti Islam pun masihterlihat kuat. Media-media massa liberal terus-menerus membuat stigma negative terhadap kemuliaan syariah Islam.

Lihat saja pada bulan Ramadhan mulia kali ini, rezim Bashar Ashad dengan bantuan negara kafir penjajah Rusia masih terus membombardir berbagaui wilayah di Suriah. Diperkirakan sudah lebih 300 ribu orang yang terbunuh sejak npecah konflik di Suriah.

Pada bulan Ramadhan ini pula, umat Islam malah dimintauntuk bersikap toleran terhadap pihak lain yang tidak puasa. Dengan logika yang sam, mereka akan meminta umat Islam untuk menghormati orang yang berzina atau mabuk. Sungguh menyesakkan dada. Padahal logika seperti itu sungguh sangat berbahaya. Bagaimana mungkin orang yang taat justru disuruh menghormati orang yang taat; orang yang patuh diminta menghormati orang yang melanggar. Itu sama saja mendorong orang untuk melanggar syariah dan bermaksiat.

Perda-perda yang dikatakan sebagai perda syariah pun digugat. Hal-hal yang jelas-jelas baik seperti keharusan bisa membaca al-Quran, kewajiban menutup aurat, larangan miras dan larangan membuka warung pada bulan Ramadhan justru dicabut. Ketakutan terhadap syariah Islam, juga tampak menonjol. Apapun yang mereka anggap terkait dengan syariah Islam, mereka gugat. Rezim liberal secular sekarang pun menampakkan ketidakhjelasannya. Katanya pemerintah prihatin dengan maraknya pemerkosaan, sementara pemerkosaan banyak dipicu oleh minum-minuman miras. Anehnya, perda larangan miras dan kewajibanmenutup aurat malah dipersoalkan . tampaknya semua itu memperlihatkan bahwa ketakutan terhadap Islam atau Islamophobia makin makin menjangkiti rezim secular saat ini.

Semua hal itu memperlihatkan bahwa pada intinya umat Islam tidak lagi memiliki pelindung yang menjaga nyawa, kehormatan, kemuliaan dan kekayaan mereka. Apa penyebabnya? Tidak lain karena pelindung yang selama berabad-abad telah melindungi umat Islam telah hilang, yaitu Imam atau Khalifah. Rasulullah saw. dengan tegas menyatakan:

Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai (junnah); orang-orang berperang mengikutinya dan berlindung dengannya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam penjelasannya, Imam as-Suyuthi menyebutkan, Imam (Khalifah) sebagai perisai berarti sebagai pelindung sehingga dapat mencegah musuh menyakiti kaum Muslim, mencegah masyarakat saling menyakiti satu sama lain, juga memelihara kekayaan Islam. Kaum Muslim bersama Imam/Khalifah akan memerangi kaum kafir, pembangkang dan penentang kekuasaan Islam serta semua pelaku kerusakan. Imam/Khalifah melindungi umat dari seluruh keburukan musuh, pelaku kerusakan dan kezaliman.

Inilah perisai yang harus kita bangun kembali. Oleh karena itu umat Islam tidak boleh melupakan perisai ini. Jika umat melupakannya maka itu adalah musibah di atas musibah.

Selain itu berbagai serangan terhadap Islam belakangan ini makin menunjukkan bahwa ide-ide sekularisme, liberalisme dan HAM adalah ide yang berseberangan dengan Islam dan berbahaya. Ide-ide ini menyebabkan umat Islam makin jauh dari syariah Islam. Terbukti, ide-ide inilah yang menjadi dasar penolakan mereka terhadap syariah Islam. Karena itu umat Islam harus tegas menolak ide-ide ini.

Islam bertentangan dengan paham liberalisme. Dan dalam Islam juga tidak dikenal sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Umat Islam justru harus menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan; politik, sosial, pendidikan, hukum, kenegaraan, dll; bukan semata-mata dalam ranah ritual.

Sekularisme itu menyebabkan agama diterima hanya dalam urusan pribadi, sebaliknya agama ditolak dalam urusan masyarakat dan negara. Umat Islam tentu sangat tidak layak jika menganut ide ini. Ide sekularisme dan sikap sekular hanya akan menyebabkan kehinaan di dunia dan azab di akhirat. Allah SWT telah memperingatkan:

Apakah kalian mengimani sebagian Al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan pada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat (TQS al-Baqarah [2]: 85).

Dengan demikian umat Islam tidak boleh mengambil sebagian isi al-Quran dan meninggalkan sebagian lainnya. Sebaliknya, umat Islam berkewajiban untuk mengambil Islam secara keseluruhan, menerapkan syariah secara menyeluruh, baik dalam urusan pribadi maupun dalam urusan kemasyarakatan. Itu artinya, umat Islam tidak boleh memisahkan Islam dari negara. Bahkan umat Islam harus menjadikan negara ada untuk merealisasi totalitas dalam mengambil Islam dan menerapkan syariah.

Karena itu peran negara yang berdasarkan syariah Islam sangatlah penting agar syariah Islam bisa diterapkan secara total. Negara dan Islam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Imam al-Ghazali menggambarkan hal itu dalam buku beliau Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd (hlm. 76), “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Agama itu pondasi, sedangkan kekuasaan itu adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi akan roboh dan sesuatu yang tanpa penjaga akan hilang.”

Beliau lalu mengatakan, “Karena itu kewajiban mengangkat imam (khalifah) (yakni menegakkan Khilafah, reId.) termasuk perkara syar’i yang mendesak, yang tidak bisa ditinggalkan.”

Seluruh syariah Islam hanya bisa terwujud kalau di tengah-tengah umat terdapat Negara Khilafah. Penerapan syariah Islam secara total dalam isntitusi Khilafah akan menyelamatkan umat Islam dari kehinaan dan kesempitan hidup di dunia serta dari azab pedih di akhirat. Penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam Khilafah akan menjadikan umat merasakan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Inilah wujud takwa sesungguhnya. Inilah yang diharapkan dari ibadah Ramadhan kita. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version