View Full Version
Selasa, 03 Jul 2018

Ego Akhirat

Oleh: Aulia Fitriah

“Anak adam ...

Dirimu, dirimu

Dirimu hanya satu

Kalau dia selamat, selamatlah engkau

Kalau dia binasa, binasalah engkau

Dan orang yang selamat tak

dapat menolongmu

Dan tiap-tiap nikmat yang bukan

syurga adalah lama

Dan tiap-tiap bala bencana yang

bukan neraka, mudah,”(Hasan al-Bashri)

 

Saudaraku, di tengah  jenak-jenak kehidupan yang keras, menggoda dan melenakan, mari, dengan segenap kejernihan pikiran dan akal, kita renungi bait demi bait syair diatas. Saudaraku, kita mungkin terlalu asyik “bercumbu” dengan dunia. Bercinta dengan segala fatamorgananya yang menipu dan menjebak. Kelalaian yang membuat kita lupa akan hakikat eksitensi dan hakikat diri: siapa kita, darimana berasal, dan kemana muara kehidupan ini akan berakhir dan dipertanggung jawabkan.

Di hari kiamat kelak, para nabi dan rasul-kecuali Rasullah saw-tidak memilikihak memberikan syafaat pada orang lain. Lalu mengapa kita yang hanya ‘secuil dzarah’ ini tidak memiliki daya apapun sering lupa diri? Sesungguhnya, apapun jabatan dan posisi kita di dunia ini, akhirnya setiap diri kita akan mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah SWT. “ dan tidaklah bagi manusia itu, kecuali baginya apa (amal shalih) yang dikerjakannya,” (QS an-najm:39.

Pada hari yang maha dahsyat itu, tak ada yang dapat menolong kita kecuali diri dan amal kita sendiri yang akan menghantarkan kita kepada ridha dan mapunan Allah. Sebab pada hari itu, keadilan akan benar-benar ditegakkan dan tidak ada seorang pun yang terzalimi meski sebesar biji dzarrah(QS al-zalzalah: 6-7).

Karenanya tak heran jika kelak, setiap kita kan terlepas diri dari siapa saja di dunia ini yang teramat kita cintai. Sebab, pada hari itu kita tidak akan bermanfaat lagi harta dan anak-anak kita, kecuali mereka yang mendatangi Allah dengen hati yang bersih. Saudara, ibu, ayah, istri dan anak-anak kita, akan terabaikan. Karena kita akan disibukkan dengan perkara kita masing-masing  (QS Abasa: 34-38).

Saudaraku, tidak semua ego itu terlarang. “Ego” dalam urusan ukrawi bahkan dianjurkan dalam islam. “Ego” terhadap akhirat yang membuat kita tamak, rakus, dan ngotot. Bukan karena berebut dunia, tapi kita selalu termotivasi untuk berkompetisi dalam berbuat baik. Seperti yang telah diteladani oleh Rasullah Saw dan para sahabatnya, yang menghantarkan mereka menjadi khairu ummah. Itu juga yang menjelaskan, mengapa para sahabat selalu berkompetisi dalam segala urusan, “besar” atau “kecil”.

“Ego” terhadap akhiratlah yang semestinya membuat kita kemaruk terhadap kebaikan, dan membuat kita terlau berkepentingan untuk memata-matai kekurangan saudara kita sesama muslim. Sebab, tak ada jaminan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan akan memasukkan ke dalam syurga, jika bukan karena Rahmat, kasih sayang, dan hidayah dari Allah.

Mari berdoa kepada Allah, semoga setiap indvidu bangsa ini dianugerahkan ego yang benar. Rasa ego yang membuat bangsa ini selalu  mawas diri akan segala khilaf dan kesalahannya.

Lalu bertaubat dan kembali kepada-Nya. Meski kekuasaan Allah SWT tak pernah bertambah dan berkurang karena ketaatan dan maksiat yang kita lakukan. Semoga bangsa ini benar-benar menjadi pionir bagi kebangkitan islam di masa depan. Wallahu a’lam bisshawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version