View Full Version
Kamis, 27 Sep 2018

Rakyat Bukan Sapi Perah untuk Meraup Rupiah

Oleh: Mariyatul Qibtiyah, S.Pd

Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta berniat untuk menggandeng BPJS Ketenagakerjaan guna meningkatkan keikutsertaan petani dalam program asuransi ketenagakerjaan. Saat ini, ada sekutar 23 ribu petani yang tergabung dalam 740 kelompok tani (Poktan). Namun, belum ada data yang valid mengenai keikutsertaan mereka dalam program  ini (Republika.co.id, 10/9/2018).

Keinginan Dinas Pangan dan Pertanian itu seolah mengungkapkan ironi kehidupan yang dialami oleh rakyat di negeri ini. Rakyat harus mengurusi diri mereka sendiri, termasuk dalam hal yang semestinya menjadi tanggung jawab negara.

Memang, di dalam sistem Kapitalis, penguasa bukanlah pelayan rakyat, meskipun mereka dipilih oleh rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat harus menyejahterakan diri sendiri, mulai dari urusan sandang, pangan, papan, hingga urusan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Karena itulah, keikutsertaan rakyat dalam program BPJS Ketenagakerjaan merupakan satu keharusan dalam pandangan penguasa.

BPJS Ketenagakerjaan merupakan lembaga asuransi yang melayani para pekerja dan karyawan. BPJS Ketenagakerjaan merupakan peralihan dari Jamsostek. Dengan pengalihan lembaga ini, maka aset dan program Jamsostek pun beralih ke BPJS Ketenagakerjaan.

Ada 3 program Jamsostek, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian.Aset dari ketiga program tersebut dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.  Pemisahan pengelolaan aset ketiga program tersebut langsung diberlakukaan sejak pengalihan, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Aset program jaminan kecelakaan kerja Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Kecelakaan Kerja

2. Aset program jaminan hari tua Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Hari Tua,

3. Aset program jaminan kematian Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Kematian (http://df.jamsosindonesia.com/bpjs/view/aset-dan-liabilitas).

Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah para karyawan dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Yang termasuk PBPU adalah pedagang, nelayan, petani, tukang ojek, atlet, supir, dan sebagainya. Hingga tahun lau, jumlah peserta dari sektor informal ini mencapai 1,7 juta jiwa dan ditargetkan naik menjadi 2,4 juta jiwa pada tahun ini. Jumlah total di Indonesia mencapai 128 juta. Dari keseluruhan jumlah itu, yang berpotensi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sekitar 86 juta. Delapan puluh persen dari 86 juta itu berasal dari sektor informal (Bisnis.com, 5/2/2018).

Karena itulah, BPJS Ketenagakerjaan secara aktif berusaha melakukan sosialisai ke masyarakat pekerja sektor informal. Untuk mendorong percepatan kepesertaan, Direktur BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto mengoptimalkan kerjasama antar lembaga dan Penggerak Jaminan Sosial Nasional (PERISAI) (kompas.com, 18/7/2018).

Hingga Juli 2018, peserta BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai 47,4 juta, dengan peserta aktif sebesar 27,9 juta. BPJS Ketenagakerjaan menargetkan kenaikan jumlah peserta aktif menjadi 29,6 juta (kompas.com, 18/7/2018). Dengan jumlah peserta sebanyak itu, BPJS Ketenagakerjaan telah memiliki dana kelolaan sebesar Rp 324,9 trilliun dalam bentuk deposito 10 %, surat utang 60 %, saham 19 %, reksadana 10 %, dan investasi langsung 1 %.

Dana tersebut diinvestasikan pada sektor keuangan, pertambangan, aneka industri, transportasi, dan infrastruktur. Pada sektor infrastruktur, BPJS Ketenagakerjaan menempatkan dana dalam instrumen surat utang sebesar Rp 73,25 trilliun. Komposisinya, 45 % Surat Berharga Negara, dan 55 % obligasi dan saham BUMN (Kontan.co.id, 28/3/2018).

Dari data-data tersebut, tampaklah betapa besar potensi dana yang bisa diraup dari para pekerja di Indonesia. Apalagi, jika seluruh pekerja menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jelas,  luar biasa besarnya! Inilah dana yang tidak ingin disia-siakan oleh para kapital yang telah bersekongkol dengan para penguasa.

Para penguasa pun seolah lupa akan tanggung jawab mereka sebagai pelayan rakyat. Alih-alih menyejahterakan, mereka justru memerah rakyat dan mengambil keuntungan dari mereka.

Berbeda dengan sistem Islam. Di dalam Islam, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan merupakan tanggung jawab penguasa. Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah serta para khalifah yang menjadi pengganti Beliau SAW.

Mereka memahami bahwa jabatan sebagai penguasa adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah SAW bersabdayang artinya:  "Setiap pemimpin adalah penggembala. Dan ia akan ditanya tentang penggembalaannya." (HR. Bukhari)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya" (HR Ahmad bin Hambal).

Karena itulah, para penguasa bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah yang dibebankan pada mereka. Mereka khawatir terhadap balasan yang akan mereka terima jika mereka menyia-nyiakan amanah dari rakyat.

Semoga, para penguasa di negeri ini pun segera menyadari beratnya amanah yang mereka pikul dan besarnya adzab jika mereka tidak menjalankannya. Wallaahu a'lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version