View Full Version
Kamis, 27 Sep 2018

Positive Ageing, Program Manis yang Menguntungkan Kapitalis

Oleh: Yulida Hasanah

Istilah “penuaan positif” menjadi salah satu isu yang diangkat dalam dokumen Rencana Aksi Kerja ICW (Dewan Perempuan Internasional) 2018-2021 pada acara Sidang Umum ke-35 ICW dan Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia di Yogyakarta, tanggal 13-19 September 2018 kemarin. Memangnya, ada apa sih dengan masalah penuaan positif atau “positif ageing” ini?

Penuaan positif atau "Positive Ageing" menjadi istilah yang belum jamak didengar di masyarakat, baik pemahaman hingga fungsinya pun masih dipertanyakan. Inilah yang kemudian menjadikan wacana penuaan positif ini dimasukkan dalam dokumen Rencana Aksi Kerja ICW tersebut.

Terlebih, fakta lansia yang digambarkan lemah secara fisik, sudah tak lagi bisa diberdayakan baik secara fisik maupun pemikiran tidak boleh menjadikan para lansia berputus asa dalam rangka menyuarakan hak-hak perempuan yang terus diperjuangkan sampai hari ini. inilah salah satu pernyataan yang disampaikn oleh Elisabeth Newman, perempuan Lansia (72) asal Australia yang sudah berkiprah di ICW lebih dari 40 tahun ini.

 

Dalam kapitalis, lansia menjadi beban negara

Tidak bisa dipungkiri, dalam kapitalis para lansia yang sudah tidak produktif telah dipandang sebagai beban bagi negara yang mengharuskan adanya alokasi anggaran khusus pada kategori masyarakat tersebut.

Contohnya Jepang, yang pada tahun 2011 sebanyak 23 persen penduduknya merupakan lansia di atas 65 tahun dan diprediksi meningkat jadi 36 persen pada 2050.

Lalu Amerika Serikat dengan 13 persen di 2011 menjadi 21 persen pada 2050, atau Spanyol dari 17 persen di 2011 menjadi 33 persen di 2050.

Tentu bagi negara-negara tersebut, suatu hal yang tidak menguntungkan jika peningkatan jumlah lansia ini tak segera dicari jalan keluarnya.

Ideologi kapitalisme, sebuah pandangan kehidupan yang memiliki aturan berupa sistem kehidupan yang beorientasi pada keuntungan yang bersifat materi semata dan menafikkan perkara-perkara yang bersifat spiritual. Jelas, tidak akan mau “rugi” dalam menghadapi kenyataan terkait isu lansia ini.

Melalui berbagai sarana, baik dalam pertemuan nasioanal, regional maupun internasional, mereka berupaya untuk mengusung program kapitalistiknya. Amerika Serikat sebagai pengemban ideologi  kapitalis, akan mempromosikan solusi kapitalistiknya untuk menghadapi masalah lansia ini ke negeri-negeri kaum muslimim termasuk Indonesia.

Tentunya dengan prinsip “negara tak mau rugi” karena kehadiran para lansia yang tak diundang ini. Sebab, negara dalam kapitalis bukanlah sebagai pengayom bagi rakyatnya, tetapi hanya sebagai regulator saja dimana rakyat harus siap mandiri dalam memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, termasuk para lansia.

Dari sinilah, proyeksi dari pemunculan istilah ‘penuaan positif’ tidak hanya menyasar para lansia, namun juga pada aspek ekonomi negara. Caranya dengan tetap memberdayakan para lansia pada kegiatan sosial atau secara sadar dan mandiri ikut aktif pada kegiatan atau lembaga sosial tertentu seperti aktif menjadi relawan sosial, datang ke sekolah dan berbagi sejumlah pengalaman kehidupan yang akan berguna bagi generasi muda.

Walaupun program ini seakan menjadi solusi bagi para lansia dalam menjalani masa tuanya agar tidak menjadi beban bagi masyarakat terutama negara. Namun, jika kembali pada karakter Ideologi Kapitalis yang berkuasa di dunia saat ini. Tentu, hal ini menjadi program menguntungtungkan bagi negara-negara kapitalis yang ingin berlepas tangan dalam menjamin kesejahteraan hidup kaum lansia khususnya kaum perempuan yang menjadi penduduk mayoritas di dunia ini.

 

Lansia sejahtera dalam pengayoman Khilafah

Dalam Islam, penuaan adalah fenomena alami yang tidak bisa dihindari sebagai manusia. Sebab Allah SWT telah menetapkan ketetapan dalam hidupnya (qadla’) berupa adanya fase kehidupan manusia, selain ketetapan ajal, rizki dan jodoh. Fase kehidupan manusia itu akan kita jalani tanpa harus dibuat-buat. Mulai dari fase bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa dan fase lansia.

Hal ini, telah Allah SWT kabarkan dalam Al Qur’an : “ Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa (dewasa), kemudian (kamu dibiarkan hidup) sampai tua. Di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.” (TQS. Al-Mukmin : 67)

Dalam Khilafah, kaum lansia khususnya dari kalangan perempuan bukanlah pihak yang menambah beban tanggungan negara melainkan mereka adalah pihak yang wajib diayomi dan diperhatikan seluruh pemenuhan kebutuhan hidupnya. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanannya.

Melalui mekanisme penerapan hukum Islam dalam bidang ekonomi salah satunya. Khilafah akan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyatnya terutama kaum laki-laki, agar mampu memenuhi kewajiban nafkah bagi keluarganya. Khilafah juga mewajibkan kepada kerabat dan mahram yang mampu untuk memberi nafkah yang tidak mampu .

Allah SWT berfirman: “ Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani selain menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian”. ( TQS. Al-Baqoroh : 233)

Selain itu, kewajiban Khilafah melalui Baitul Maal untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya jika tidak mampu bekerja dan tidak ada ahli waris yang mampu menafkahinya. Baik dananya berasal zakat maupun harta lain yang ada di Baitul Maal.

Inilah kunci kesuksesan Khilafah dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk kaum lansia.

Inilah bukti keadilan hukum Islam yang diterapkan oleh Khalifah yang tidak mengenal “untung rugi” dalam mengayomi seluruh rakyatnya. Wallaahu a’lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version