View Full Version
Sabtu, 29 Sep 2018

Pepesan Kosong Pertumbuhan Ekonomi Digital Melalui Perempuan

Oleh: Heni Kusmawati, S.Pd

Perempuan adalah tiang negara. Pepatah ini sangat sesuai dengan gambaran peran perempuan yang sesungguhnya. Bahwa perempuan memiliki peranan yang cukup besar terhadap suatu peradaban. Karena di tangannya lah lahir generasi-generasi hebat yang mampu merubah dunia.

Perempuan seperti ini banyak ditemukan dalam sistem islam. Sementara dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri -negeri muslim saat ini, kalau pun ada itu hanya sebagian kecil. Saat ini, perempuan dianggap memiliki kontribusi yang besar ketika aktif di ranah publik. Apalagi menurut  Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia)  bahwa angkatan kerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Maka, untuk mendobrak partisipasi perempuan, harus ditingkatkan keterampilan mereka dalam sains dan teknologi. Mereka tidak hanya didorong untuk menjadi pekerja yang baik tetapi juga bisa menciptakan sesuatu yang baru, ide-ide baru, membangun  teknologi baru sehingga memperoleh keuntungan yang besar bagi pebisnis dan menjadi pemimpin ekonomi di masa depan.

Hal ini menjadi alasan PT Telkom mendorong seluruh perempuan untuk melek ekonomi digital. Sebagaimana yang dilansir MuslimahNews.com (18/9/2018), bahwa Direktur consumen service PT Telekomunikasi Indonesia Siti Choirianah saat talk show di sela sidang umum ke-35 International Council of Women di Yogyakarta pada (13/9/18) yang dihadiri oleh 150 perempuan dari organisasi dunia di 18 negara dan 1000 perempuan perwakilan organisasi Indonesia, dikatakan bahwa untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi  digital bagi Indonesia, maka seluruh perempuan harus melek teknologi.

Sehingga dengan begitu, perempuan tidak lagi dinomorduakan. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Jika laki-laki bisa bekerja pagi sampai malam dan menghasilkan uang yang banyak, maka perempuan pun bisa seperti itu.

Maka, wajar dalam sistem kapitalisme, perempuan akan diperhitungkan ketika mereka mampu memberikan konstribusi yang besar terhadap negara. Bentuknya bermacam-macam. Dari menjadi model, bintang iklan hingga menjadi wakil rakyat yaitu menjadi anggota legislatif, yudikatif dan eksekutif.

Perempuan dijadikan mesin penggerak untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal dengan mereka berada di ranah publik justru bisa merusak generasi karena sejatinya mereka sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga justru terbengkalai karena perempuan lebih mementingkan urusan pekerjaan.

Walaupun hukum bekerja bagi mereka boleh dengan tetap memperhatikan fitrahnya sebagai perempuan. Ketika generasi rusak, maka bangsa pun ikut rusak. Karena baik tidaknya suatu bangsa itu dipengaruhi oleh generasinya.

Begitulah peran perempuan dalam sistem kapitalisme,  hal ini juga didukung oleh salah satu pernyataan Mc Kinsey, yang mengibaratkan tanpa peningkatan pemberdayaan perempuan, dunia akan alami  kerugian sebesar US $ 4,5 triliun dalam PDB tahunan pada tahun 2025.

Dalam islam, perempuan memiliki peranan yang sangat besar terhadap peradaban suatu negeri. Fungsi utamanya sebagai “umm[un] wa rabbah al-bayt” (ibu dan manajer rumah tangga).

Fungsi utama ini akan menjadi hulu bagi lahirnya generasi utama yang akan mengguncang sekaligus meruntuhkan dominasi kafir Barat dengan peradaban sampahnya. Walaupun perempuan memiliki fitrah sebagai ibu rumah tangga tetapi pahalanya sama dengan pahala orang yang berjihad di jalan Allah.

Selain pendidik utama generasi juga sebagai penasehat para pemimpin di keluarganya. Tanpa penasehat yang bijak, rumah tangga akan tergoyahkan bila menghadapi masalah dalam rumah tangga. Kita berkaca pada sejarah bagaimana setianya seorang istri seperti Bunda Khadijah yang mampu meredam ketakutan di saat Rasulullah bertemu malaikat Jibril di Gua Hira.

Bunda Khadijah pun selalu ada di samping Rasul saat Islam mulai di kenalkan pada penduduk Mekah. Dan kita tahu sendiri bagaimana reaksi penduduk Mekah saat itu yang sangat menentang perjuangan Rasulullah. Peran sang istri tercinta itu adalah penguat perjuangannya.

Banyak lagi cerita shahabiyah-shahabiyah lainnya yang mampu jadi penghafal hadist, para pejuang-pejuang di medan pertempuran. Dan mereka bisa seperti itu karena islam mampu menjaga eksistensi mereka. Wallahua'lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version