View Full Version
Senin, 18 Jan 2021

Menakar Vaksinasi Sebagai Solusi

 

Oleh:

Siti Subaidah || Pemerhati Lingkungan dan Generasi

 

VAKSINASI kini menjadi harapan untuk keluar dari pandemi. Ketika angka penurunan kasus covid tak kunjung ditemui, pemerintah berupaya menekan angka kasus dengan vaksinasi. Diketahui pemerintah Indonesia telah menggandeng China dalam kerja sama pembuatan vaksin Covid yakni Sinovac. Selain juga mengembangkan vaksin Merah Putih buatan anak negeri. Namun vaksin Sinovac lah yang digadang-gadang siap edar di awal tahun ini.

Jika melihat capaian kasus positif covid per hari tentu Indonesia berada di zona mengkhawatirkan. Beberapa daerah pun menunjukkan gejala serupa yakni tak menemui angka penurunan. Di Kaltim misalnya,  angka peningkatan kasus covid sangatlah masif yakni mencapai 697,8 per 100 ribu penduduk. Dengan angka positivity rate 16,9 persen. Padahal ambang batas aman yang ditetapkan oleh WHO adalah di bawah 5 persen. Tentu saja hal ini membuat Kaltim masuk dalam daftar penerima vaksin dari pemerintah pusat dengan kriteria daerah yang terkonfirmasi tinggi kasus covid atau dengan pertimbangan khusus. (kaltim.procal.co)

Sedangkan Balikpapan yang merupakan salah satu kota besar di Kaltim telah  menargetkan sekitar 150 ribu orang akan menerima vaksin dari pemerintah pusat. Jumlah tersebut berdasarkan kriteria penerima vaksin dengan rentang usia 18 hingga 59 tahun. Di tengah pro dan kontra di masyarakat terkait vaksin, Pemda Balikpapan mengklaim bahwa warga Balikpapan mayoritas bersedia di vaksin. Padahal surat ijin edar pun belum dikantongi.  Begitu juga dengan sertifikasi halal dari MUI. Namun begitu hal ini tidak mengurangi  ambisius pemda untuk memuluskan kebijakan ini.

Ambiguitas Vaksin

Kebijakan pemerintah pusat terkait vaksinasi di tahun ini agaknya telah menemui titik final. Bahkan kebijakan ini telah diteruskan ke daerah-daerah. Anggapan bahwa vaksin mampu menekan laju penyebaran virus covid  bahkan seolah-olah menjadi solusi menjadikan pemerintah pusat sigap menyiapkan langkah vaksinasi ini.

Padahal ibarat buah yang belum siap panen, kebijakan ini malah terkesan prematur. Mulai dari isi kandungan vaksin, ijin edar, sertifikasi halal, dan uji klinis yang belum rampung membuat kegaduhan di kalangan masyarakat. Ditambah fakta menarik bahwa WHO sendiri tidak menjamin vaksin yang ada sekarang bahkan mengatakan bahwa mungkin tidak akan pernah ada obat ampuh untuk mengendalikan covid 19.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, dr Swandari Paramita yang menyatakan bahwa vaksin sendiri sebenarnya tidak akan mampu menahan laju penyebaran virus. Karena vaksin hanya mampu menjaga kekebalan tubuh bukan pengobatan. Hanya mencegah orang yang terpapar tidak jatuh pada kondisi yang lebih serius atau kena virus namun tidak bergejala. ( nomorsatukaltim.com)

Maka memaksakan vaksinasi saat ini bukanlah solusi tepat untuk dapat keluar dari pandemi bahkan menahan laju penyebaran pun tidak. Dengan banyaknya kesimpangsiuran terkait vaksin, malah membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan segala kebijakan yang ada. Masyarakat tentu tidak mau menjadi kelinci percobaan dari kebijakan pemerintah yang asal-asalan. Ini pun akhirnya membuktikan bahwa pemerintah saat ini tak mampu merangkul kepercayaan publik. Bahkan cenderung memaksakan kebijakan vaksinasi, seperti yang terjadi di Jakarta yang telah menetapkan sanksi bagi warga yang menolak di vaksin.

Ketetapan sanksi itu tertuang dalam Pasal 30 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 DKI Jakarta yang mengamanatkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19 dapat dipidana dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000. Malang nian nasib rakyat. Ibarat buah simalakama, divaksin takut akan dampaknya, tidak divaksin takut akan dendanya.

Islam Atasi Pandemi

Pandemi yang berlarut-larut tentu menyebabkan penderitaan panjang bagi umat. Hal inilah yang akan sangat dihindari oleh negara Islam.. Islam dengan seperangkat aturan syariatnya menjadikan ia sebagai junnah atau pelindung bagi umat. Sebagai pelindung tentu ia akan selalu berada di depan. Memikirkan segala mekanisme yang dapat di lakukan untuk segera menyudahi keadaan krisis yang menimpa rakyatnya.

Ketika menghadapi wabah atau krisis pemerintahan Islam akan memprioritaskan penanganan pada daerah yang terkena wabah di awal. Ini artinya negara melakukan upaya defensif dengan mengkarantina daerah tersebut. Hal ini dilakukan agar penyebaran virus tidak berimbas ke daerah lain. Sehingga kegiatan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat seperti sekolah, bekerja, dan berinteraksi dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar masih dapat dilakukan karena tidak ada ketakutan akan tertular virus.

Pemerintah pun dapat fokus menyelesaikan masalah kesehatan rakyat di wilayah yang terdampak wabah. Masyarakat disana di jamin kebutuhan ekonominya oleh negara. Sehingga beban ekonomi tidak akan menyita pikiran warga. Segala kebutuhan baik itu penanganan medis dan fasilitas kesehatan akan di berikan oleh negara dengan standar terbaik. Karena dalam Islam, nyawa sangatlah berharga. Selain itu tidak lupa negara berupaya menemukan obat maupun vaksin dengan memanfaatkan tenaga ahli kesehatan yang risetnya di biaya langsung sepenuhnya oleh negara. Masyarakat pun juga tidak akan khawatir bahkan takut dengan obat dan vaksin yang dihasilkan karena terjamin kehalalannya.

Inilah mekanisme atau kebijakan  yang akan di lakukan oleh pemerintah yang menyandarkan peraturannya pada syariat Islam. Akan tuntas menangani wabah, mengutamakan keselamatan umat dan mampu menciptakan ketenangan. Tidak seperti sekarang dimana umat sudah gelisah dengan wabah yang tidak berkesudahan kini ditakuti dengan segala macam sanksi-sanksi. Wallahu alam bishawab.*


latestnews

View Full Version