View Full Version
Selasa, 11 May 2021

Kebijakan yang Membuat Kelabakan

 

Oleh

Nurul Fajrin Septiani || Mahasiswa Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian

 

PEMERINTAH sudah mewanti-wanti dari jauh hari supaya masyarakat mengurungkan niat untuk mudik jarak jauh maupun lokal antarwilayah aglomerasi dari 6-17 Mei. Namun, selama pelarangan itu masyarakat boleh melakukan aktivitas penting atau perjalanan non-mudik di wilayah aglomerasi dengan harapan perekonomian tetap berjalan.

Aturan tadi membuat seorang Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun angkat suara dengan mengatakan tidak akan efektif untuk mencegah pergerakan dari masyarakat lantaran mereka sudah saling bertemu dan melakukan aktivitas sebelum ada larangan mudik. Menurutnya, pelarangan ini akan dinilai aneh oleh masyarakat karena mereka biasa bertemu setiap hari.

Namun di sisi lain, pemerintah terkesan membiarkan tempat perbelanjaan berjalan seperti biasa tanpa adanya penerapan protokol. Solat ied tanpa baju lebaran tentu saja bisa membuat sebagian dari masyarakat merasa insecure dan enggan untuk meninggalkan rumah. Tradisi yang tak boleh terlewatkan terutama untuk kalangan yang sudah menerima THR atau uang saku yang tak seberapa. Meski angka kasus Covid-19 terus melonjak, tapi persoalan itu bukanlah alasan. Mengakunya takut, namun jika disodorkan dengan berbagai model keluaran terbaru merek kesayangan pasti apa pun akan dihadapi, ditambah dengan potongan harga yang disuguhkan. Setiap sudut toko tak kunjung sepi karena antusiasme para pembeli.

Sebut saja Tanah Abang, salah satu pasar terbesar di Indonesia menjadi tempat yang dikhawatirkan terjadi lonjakan kasus Covid-19 lantaran pengunjung terus berdatangan – meski harus berdesakan hingga mampu mencapai 100 ribu orang per minggu. Protokol kesehatan pun nampak tak lagi diindahkan ketika berada di dalam kerumunan seperti itu. PPKM berani mereka dobrak supaya bisa mendapatkan barang yang diinginkan. Trubus Rahadiansyah, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti menyoroti dari kejadian ini adanya kekurangan Pemprov DKI dalam memberikan edukasi dalam penerapan protokol kesehatan. Pandangan serupa juga datang dari seorang pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Windhu Purnomo menyayangkan sikap para pejabat publik yang sering melontarkan pernyataan berkaitan dengan penurunan angka kasus Covid-19. Sementara, data berbicara sebaliknya.

Kasus-kasus yang membuat kebingungan pada masyarakat karena hanya mementingkan satu aspek dan mengabaikan aspek yang lain. Saking kelabakannya pemerintah dalam menangani penyebaran virus ini, sementara ekonomi terus berjalan melambat. Mereka menumpahkan kebingungannya lewat aturan yang tidak dipersiapkan secara matang.

Mengedepankan sisi ekonomi, tapi meninggalkan sisi kesehatan dan dampak yang ditimbulkan dari aturan itu. Pemerintah pun terkesan plin-plan, di satu sisi melarang mudik namun di sisi lain pusat perbelanjaan masyarakat dibiarkan tidak menerapkan prokes.

Maka, aturan yang sempurna untuk menurunkan tingkat persebaran virus yaitu harus memiliki kesinambungan satu sama lain, sehingga masyarakat yang menerima dan menjalankan aturannya tidak merasa dirugikan atau dibuat kebingungan. Jelas, Islam memiliki kebijakan-kebijakan yang tidak berat sebelah atau tumpang tindih. Islam punya cara yang komprehensif untuk mengatasi penyebaran virus dan kemerosotan ekonomi.*


latestnews

View Full Version