View Full Version
Jum'at, 15 Mar 2013

Syiah Sesat: Ulama Syiah Sebut Al Qur'an Diubah Oleh Para "Keledai"

SOLO (voa-islam.com) – Peneliti INSISTS Jaenal Abidin dalam makalah berjudul “Otentisitas Al Qur’an Menurut Syi’ah” memaparkan bahwa salah satu kekafiran Syi’ah (baik yang orang umum, para aktivisnya, pejabat-pejabatnya, dan para ulamanya) adalah menyakini bahwa Al Qur’an yang ada sekarang ini tidak asli.

Para ulama Syi’ah seperti Muhammad bin Al-Hasan As-Shafar, Syeikh Al-Ayasyi, Syeikh Al-Qummi, Syeikh Al-Mufid, Thabrasyi, Kulaini, Kasyani, Nikmatullah Al-Jazairi, Al-Majlisi, Al-Hurr Al-Amili, Sayyid Al-Bahrani dan masih banyak lagi, juga menyatakan bahwa Al Qur’an sekarang ini ada penambahan dan pengurangan dari para “Khimar atau Keledai”.

Keledai yang dimaksud orang-orang Syi’ah adalah para sahabat yang menulis dan dikatakan telah mengganti Al Qur’an yang turun kepada Rasulullah saw seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, Abdurrhman bin Harits, Abu Bakar Ash Shidiq, Utsman bin Affan dan Umar bin Khaththab.

“Sebagian besar ulama Syi'ah menyatakan bahwa Al-Quran yang berada ditangan umat Islam sudah tidak asli lagi, jadi inilah yang menjadi dasar kekafiran mereka. Sedangkan ahlu sunah dan seluruh ulama sunni sepakat bahwa tidak sedikitpun Al-Quran mengalami penyelewengan baik dari segi pengurangan maupun penambahan. Mereka (ulama sunni -red) juga meyakini keotentikan Al-Quran bersifat permanen dan tidak meyakini adanya mushaf yang lebih otentik selain Al-Quran. Inilah yang membedakan Syi’ah dengan ahlu sunah,” paparnya.

Sementara itu, Agus Yasin dalam makalahnya berjudul “Kritik Atas Pandangan Syi’ah dalam Nikah Mut’ah” menjelaskan bahwa yang dimaksud nikah mut’ah adalah sebuah hubungan intim laki-laki dan wanita dalam waktu tertentu tanpa wali, saksi, tidak ada hukum waris dan tidak ada thalaq. Yang lebih berbahaya lagi dari ajaran nikah mut’ah ini, menurut Yasin, yaitu dibolehkannya mut’ah dengan wanita Yahudi, Nashrani, Majusi, PSK dan bahkan dengan wanita yang sudah bersuami.

Namun para ulama Syi’ah yang menganjurkan nikah mut’ah ini tidak konsekuen dengan apa yang diajarkannya. Sebab, anak dan saudara perempuannya tidak diperkenankan untuk di mut’ah oleh orang Syi’ah lainnya. “Jika mut’ah yang difahami oleh Syi’ah seperti itu, maka itu sama saja dengan perangkat dalam melakukan prostitusi. Yakni sama-sama ada wanitanya, dibayar atau disewa, tanpa wali dan saksi, tidak ada waris, tidak ada thalaq dan sekedar untuk mencari kenikmatan,” katanya.

Yasin menjelaskan, bahwa dahulu nikah mut’ah memang pernah diperbolehkan oleh Nabi Muhammad saw, namun hal itu kemudian dilarang oleh Allah swt sebagaimana tercantum didalam Musnad Ahmad bin Hanbal halaman No. 3.681, No. 15.051 dan didalam Shahih Muslim No. 2.517 bahwasanya Rosululloh saw bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya aku pernah membolehkan mut’ah kepada wanita, tahukah kalian bahwa Allah swt. telah melarangnya sampai hari Kiamat....”.

Sementara itu, Ali bin Abi Tholib ra. yang dikultuskan oleh orang-orang syi’ah juga pernah meriwayatkan hadits didalam Shahih Muslim No. 2518, 2519, 2521, dan 3588, bahwasanya “Rasulullah saw telah melarang mut’ah pada perang Khaibar dan daging keledai peliaraan”.  “Meski sebelumnya pernah diperbolehkan, namun hukum keharaman nikah mut’ah (setelah pernah dibolehkan -red) adalah  sudah menjadi IJMA’ Ulama’ Ahli Sunnah yang bersandarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits,” jelasnya. [Bekti]


latestnews

View Full Version