View Full Version
Rabu, 12 Feb 2014

Benarkah NU Mengajak Anak-anak ke Gereja Diajarkan Toleransi?

JAKARTA (voa-islam.com) - Sedang ramai dibicarakan dikalangan Muslim melalui sosial media, di mana NU membawa anak-anak Muslim masuk ke Gereja diajarkan toleransi. Anak-anak itu diajarkan tentang toleransi antar agama-agama yang ada di Indonesia. Seperti ramai dibicarakan dalam di: http://www.facebook.com/photo.php?Ibid=623974413067&set=a.100235496713544.182.

Ini sebuah langkah besar dari kalangan NU yang ingin menjadikan warganya sebagai golongan yang sangat toleran terhadap golongan agama lain, khususnya Kristen. Hal ini bukan sekarang saja.

Saat Natal lalu, Gus Nuril, juga memberikan ceramah di Gereja di sebuah kota di Jawa Tengah. Lebih-lebih Gus Dur sendiri pernah menjadi polemik, karena di dalam gambar nampak Gus Dur dibaptis. Ini bisa dilihat dalam YouTube.

Dibagian lain,  Pak Raden yang biasa  tampil di televisi, ia diminta mendongeng di depan  puluhan anak yang sudah berkumpul di Gereja Kristen Pasundan (GKP), Kramat Jati, Jakarta Timur. Meski tampil di rumah ibadah umat Kristen, puluhan perempuan berjilbab ikut hadir di aula gedung. Salah satunya  Lili, yang mengajak anaknya berusia 3 tahun.

“Saya baru kali ini saja, tapi di RT kita itu setiap bulan itu ada, Ini kan nasional yah maksudnya tidak membawa agama jadi yah gak papa dan gak keberatan,” katanya.

Warga Muslim lainnya yang ikut hadir adalah Dewi bersama anaknya Najwa. “Bagus yah, jadi kita bisa tahu mendidik anak yang bagus dan menambah pengetahuan juga. Ini kan sekali sebulan ada Sabtu Ceria, ini pula minggu keempat. Saya gak keberatan yah, karena anak-anak bisa belajar,” kata Dewi.

Gereja ini tepatnya berada di RT 01 Kelurahan Kampung Tengah, Kramat Jati di tengah perkampungan padat penduduk.   Kegiatan mendongeng yang sudah berlangsung sejak setahun silam tersebut digelar rutin sebulan sekali.

Warga  setempat menyebutnya kegiatan ini  “Sabtu Ceria”, kata  Pendeta Magyolin,  “Aktivitas utamanya mendongeng, kalau kata warga sekitar anak-anak kita ini perlu makanan buat jiwa mereka. Tidak dengan nasihat melulu yang diberikan ke anak-anak pastinya mereka udah capek dengerin nasihat. Artinya memberikan pelajaran ke mereka lewat dongeng.”

Jika tak hadirkan tamu, Pendeta Magyolin-lah yang biasa mendongeng.  Uniknya dongeng yang ia sampaikan bertempat di mushola.

Antusiasme Anak-Anak

Letak mushola berada sekitar 10 meter dari Gereja  Pasundan. “Acara ini digelar setiap Sabtu keempat setiap bulan. Memang ada yang menginginkan setiap pekan tapi kan kita keluarga juga ada kegiatan lain. Nah kata Bu RT daripada kegiatannya tiap Sabtu tapi nanti tiba-tiba menghilang, mendingan setiap bulan sekali. Tidak juga dari RT 01, dari RT tetangga pun ada yang ikut yah,” jelasnya.

Kali ini kegiatan mendongeng yang dihadiri tamu spesial Pak Raden bertepatan dengan hari jadi “Komunitas Sabtu Ceria” yang pertama. “Anak-anak yang ikut kegiatan Sabtu Ceria berjumlah 30-36 anak. Tapi untuk kegiatan yang sekarang kan khusus. Jadi yang daftar ada 60-an. Kan banyak jadi kita mengambil tempat di aula gereja. Jadi anggota jemaat juga ada yang ikut.”

Acara juga dihadiri ahli dongeng, Murti Bunanta. Pak Raden yang telah sepuh duduk di kursi. Ia mendongeng sambil membuat gambar di papan tulis. “Si Gundul meskipun ngantuk tapi karena disuruh orangtuanya yah pergi juga, Ibu dari si Gundul sangat baik, ibunya memberikan satu buntelan. Ada apa yah isinya kira-kira buntelan ini? yah maka berjalan lah si Gundul, ini isinya makanan,” cerita Pak Raden.

Puluhan anak menyimak dengan khidmat. Sesekali mereka ikut tertawa mendengarkan cerita. Lain lagi pendapat Ade, “ Wah asik kak. Ade suka denger dongeng dari ibu Pendeta? Iyah suka ikut biasanya Sabtu. Denger dongeng apa? dongeng soal ular gitu kak.” Setelah  dongeng selesai, Pak Raden dikerubuti anak-anak dan orangtua yang  ingin foto bersama.

Dari gereja, kegiatan  berlanjut ke musholla.  Sementara orang tua mereka diberikan materi seputar mendongeng dari ahli dongeng Murti Bunanta.

Ajarkan Toleransi

Setelah selesai mendengarkan dongeng dari Pak Raden, anak-anak langsung berbaris menuju mushola untuk bermain bersama. Ruang mushola  dipadati bocah-bocah yang masih balita hingga berusia 7 tahun. 

“Apa kabar anak-anak ? Tetap Ceria…. Wah kali ini kegiatannya ada yang beda yah anak-anak, kenapa hayo tebak coba. Ada Pak Raden,” kata Pendeta Magyolin membuka acara. Ia menuturkan kegiatan mendongeng  yang dilaksanakan  Komunitas Sabtu Ceria  merupakan program dari RT 01, Kramat Jati, Jakarta Timur.

“Awalnya, saya kan pendeta jemaat saya mutasi ke sini otomatis keluarga juga ikut. Dan rupanya sambutan di sini luar biasa yah keakraban dengan lingkungan sudah dari dulu. Ibu RT dan Pak RW setempat menanyakan program ibu dan keluarga untuk masyarakat apa? Saya hanya perpustakaan kecil dan film saya sampaikan ke mereka. Mereka pun menyambut baik, awalnya kegiatan di Pastori rumah dinas saya. Namun Pak Ustadz setempat melihat anak-anak hanya duduk di lantai, jadi disarankan oleh Pak ustadz untuk pindah ke mushola,” jelasnya.

Warga setempat menyambut antusias.  Meski  segelintir warga ada yang curiga dengan maksud baik Pendeta Magyolin terang Ketua RT 01 Neng Harti. “Waktu awal pertama akan buka memang ada, ah gak mau. Tapi dengan niat yang baik awal yang baik. Akhirnya mau juga. Bahkan Pak Lurah Tengah dan Pak ustadz pun ikut pembukaan. Dengan diadakannya Sabtu Ceria ini ada yang menolak, tapi dengan inisiatif kami dan pak ustadz, di mushola saja. Oh siap. Di sini tidak ada unsur apapun dan terbuka untuk siapapun.”

“Kami ingin sekali anak-anak di warga ini pinter dan nambah ilmu. Jadi kami dengan Ibu Pendeta berkoordinasi, bu apa saja kegiatan untuk warga. Kami di sini belum ada taman bacaan dan belajar,” tambah Neng Harti.

Ketua RW 08 Jumani Sutrisno ikut berkomentar, “Tujuan kita itu supaya mendukung anak lebih ceria, daya pikirnya meningkat, supaya bergaul dengan rekan-rekannya untuk menambah wawasan. Jadi nanti sebelum masuk sekolah, mereka sudah ada gambaran nanti di sekolah seperti apa.”

Jumani bangga kerukunan dan toleransi antar umat beragama di wilayahnya terjalin harmonis. “Di sini ada gereja ada dua, mereka rukun dan damai. Sampai sekarang ada kegiatan masjid pun mereka membantu, berupa tenaga dan pikiran. Sebaliknya juga sama. Toleransi agama di sini cukup tinggi. Daerah aman, tidak ada masalah. Kita latihan di gereja pun tidak masalah,” akunya.

Kegiatan mendongeng di rumah ibadah yang digagas “Komunitas Sabtu Ceria” ikut menyatukan anak-anak dengan latar belakang agama berbeda terang warga setempat. “Alhamdulillah bagus juga, jadi ada kegiatanlah. Gak papa kalau Musholla di pake ajah. Namanya Musholla kan punya warga jadi dari warga mana pun bisa pakai. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tahunnya. Justru warga mendukung, ini sangat positif,” kata Khairullah.

Swasna Ria menimpali, “Kami ingin hubungan masyarakat dan lingkungan sama-sama membangun, jadi gak ada objek dan subjek, karena di lingkungan sekarang masing-masing waktu awal dibentuk, dari gereja ah gak mau masuk ke musholla. Yang dari musholla ah gak mau masuk ke gereja.

Jadi gak ada kaya gitu. Anak-anak juga jadi mengenal tempat ibadah muslim dan Kristen.” Ahli dongeng, Murti Bunanta sangat mendukung  kegiatan yang dibuat warga RT 01 Kramat Jati Kegiatan ini kata dia secara tidak langsung mengajarkan anak belajar toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

“Saya rasa metode seperti ini kumpul seperti ini, itu perlu digalakkan melalui mendongeng, membaca buku. Ini sangat bagus untuk keakraban masyarakat Indonesia. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah,” jelasnya.

Dia menambahkan orang tua sebaiknya menyelipkan pesan atau nilai-nilai toleransi beragama kepada anak-anak saat mendongeng atau dalam kehidupan sehari-hari.  Komunitas Sabtu Ceria telah memberi teladan soal ini.

Sebuah langkah yang sangat strategis yang dijalankan oleh Gereja dalam rangka melakukan usaha-usaha pendangkalan iman dan aqidah anak-anak Islam dengan menggunakan kedok toleransi.

Di mana anak-anak Islam akan larut ke dalam kondisi yang sangat mudah menuju ke arah murtad dari agamanya. Sedangkan Gereja dengan menggunakan tokoh seperti Pak Raden bercerita dan bertutur mengajak anak-anak Islam berkumpul diarahkan dan diajarkan tentang toleransi. (sumber : Dewan Gereja Indonesia/afgh/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version