View Full Version
Rabu, 05 Mar 2014

Inilah 7 Lembaga Survei Abal-Abal Pendongkrak Parpol

JAKARTA (voa-islam.com) - Reputasi demokrasi dan partai politik kerap mendanai dengan Sepak terjang lembaga survei abal-abal yang kerap muncul dan dijadikan tunggangan partai politik tertentu untuk kepentingan pemilu membuat geram banyak pihak.

Pakar Komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Ade Armando menyatakan, dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan olehnya, ditemukan 7 lembaga survei bermasalah.

"Banyak lembaga survei memakai metode sembarangan, atau hasil penelitian mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Ade dalam diskusi di Media Center KPU, Jakarta, Selasa (4/3).

Lebih jauh Ade mengemukakan, selain tidak menggunakan metode penelitian ilmiah, lembaga survei bermasalah tersebut juga  sengaja merekayasa hasil penelitian.

"Misalnya, tidak menggunakan metodologi random sampling tetapi temuan kemudian digeneralisasikan. Contohnya survei di tiga atau empat kota, hasilnya nasional. Kalau dengan telpon hasil juga tidak bisa dipakai mewakili masyarakat secara nasional," sambungnya.

Kemudian persoalan lain yang kerap dilakukan oleh lembaga survei bermasalah terkait dengan metode wawancara  atau penelitiannya yang tidak terjun ke lapangan namun mengklaim terjun ke lapangan.

"Dan yang selanjutnya adalah  kuesioner atau pertanyaan yang dibuat buruk atau sengaja direkayasa," jelasnya.


Berikut lembaga-lembaga bermasalah versi Ade Armando yang juga tim suskes calon presiden (capres) konvensi Partai Demokrat, Gita Wirjawan.

1. Indonesian Network Elections Suvey (INES)

Melansir hasil yang hasilnya sangat mengejutkan dan tidak masuk akal. Pertama, menyatakan ektabilitas capres tertinggi adalah Prabowo Subianto dengan angka yang luar biasa mencapai 40,8 persen. Sedangkan, Jokowi, yang dikenal sebagai kandidat yang kuat, hanya 5,6 persen.

2. Fokus Survei Indonesia (FSI)

Pada Januari yang lalu, melansir hasil survei yang menyebut elektabilitas Prabowo Subianto meroket sampai 33 sedangkan Jokowi hanya  5,2 persen.

3. Survei Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma)

Menjadikan 112 wartawan sebagai responden dalam suatu survei elektaabilitas capres dan cawapres. Namun tidak dijelaskan, para wartawan itu siapa, dari media apa saja, dan mewakili siapa. Kemudian, cara menarik informasi juga tidak dijelaskan dengan gamblang.

4. Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

Dalam sebuah survei tahun 2013 lalu, LSI menyatakan Aburizal Bakrie memiliki elektabilitas di peringkat pertama namun jika dipasangkan dengan Jokowi. Padahal, jika Jokowi disandingkan dengan tokoh lain seperti Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, Hatta Rajasa tetap menjadi yang tertinggi.

Menurut Ade, LSI menggunakan pertanyaan yang bersifat keriki atau rekayasa.

5. Lembaga Survei Jakarta (LSJ)

Pertanyaan mengarahkan. Saat mengumumkan PKS sebagai partai yang paling tidak dipercaya oleh publik. Sebab, pertanyaan yang diajukan adalah setelah Luthfi Hasan Ishaq tertangkap sehingga masyarakat otomatis menilai buruk partai tersebut.

6. Indonesia Research Center (IRC)

Temuan mereka yang menyebut Wiranto-Hary Tanoesoedibjo naik ke empat besar, kemudian sampai pada dua dinilai tidak valid. Terlebih, temuan tersebut berdasarkan hasil survei yang belum selesai 100 persen. Saat pengumuman, IRC baru mengumpulkan 80 persen data.

7. Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS)

SSS menggelar survei melalui jaringan telpon. Padahal, pemilik telpon (rumah) di Indonesia tidak lebih dari 10 persen. Metode itu dinilai tidak memenuhi syarat random sampling dan tidak bisa mewakili seluruh masyarakat Indonesia.(JALU/poros/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version