View Full Version
Kamis, 30 Apr 2015

Jokowi Menyerahkan Indonesia Kepada Cina Secara Total

JAKARTA (voa-islam.com) - Semakin dalam cengkeraman atas Indonesia. Indonesia benar-benar diserahkan kepada Cina. Dengan penguasaan proyek infrastruktur kepada Cina, maka ini akan memudahkan Cina menggulung seluruh potensi dan kekayaan alam Indonesia, termasuk ekonominya. 

Hasil pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping di sela-sela Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta, pekan lalu menyisakan banyak pertanyaan. Tiongkok makin mendapat angin untuk menguasai proyek-proyek infrastruktur di Tanah Air.

Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi memastikan bahwa Tiongkok akan ikut berinvestasi dalam proyek infrastruktur. Salah satunya adalah Tiongkok yang akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya.

Hasil pertemuan ini bukan hanya mengejukan sejumlah pihak di Tanah Air. Pihak Jepang juga ikut mutung mendengar kedekatan Jokowi dan Xi yang memberi peluang bagi saingannya meraih proyek infrastruktur. Sampai-sampai PM Jepang Abe langsung pulang, tidak mengikuti acara berikutnya dalam rangkaian peringatan KAA di Bandung dengan muka cemberut.

Dalam pertemuan itu, seperti terungkap dalam situs Sekretariat Kabinet, Presiden Jokowi ingin memastikan RRT ikut dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang meliputi pembangunan 24 pelabuhan, 15 pelabuhan udara (airport), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta sepanjang 8.700 km, dan pembangunan pembangkit listrik (powerplan) berkapasitas 35 ribu megawatt.

Artinya Tiongkok makin merajai proyek infrastruktur di Tanah Air, makin leluasa menancapkan kepentingan bisnis dan dominasi pasarnya di Tanah Air. Pendekatan Tiongkok kepada para petinggi di Tanah Air yang sangat gencar akhir-akhir ini, termasuk mengundang Presiden Jokowi datang ke negaranya, tampaknya bukan usaha yang sia-sia.

Namun patut diingat, publik di Tanah Air masih belum terlepas dari stigma buruk terhadap produk-produk China. Dari mulai barang-barang elektronik, hingga terakhir busway yang dioperasikan di DKI Jakarta diketahui karatan dan cepat rusak.

Bagaimana dengan proyek China di infrastruktur? Sepertinya imagenya sama saja. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago juga mengeluhkan hasil proyek pembangkit listrik "Fast Track Program" (FTP) tahap I 10 ribu megawatt dari Tiongkok, yang hanya memiliki faktor kapasitas 35-55 persen dari kapasitas seluruhnya.

Bandingkan dengan pembangkit listrik yang dibangun kontraktor Jerman, Perancis, dan Amerika yang bisa mencapai kapasitas 75 persen-80 persen. "Tapi kita sudah menawarkan ke mereka (Tiongkok) untuk memperbaiki itu," kata dia.

Karena kasus itu, pemerintah telah memperketat syarat kerja sama proyek infrastruktur dengan investor Tiongkok agar pengalaman tidak mengenakkan saat mengerjakan proyek pembangkit listrik "Fast Track Program" tidak terulang. 

Kenapa Tiongkok mampu menguasai proyek-proyek infrastruktur strategis? Faktor harga murah menjadi strategi utamanya. Untuk proyek pembangkit listrik saja, teknologi pembangkit listrik Jerman, Jepang, dan Korea jauh lebih mahal. Teknologi dari Tiongkok memang lebih murah, namun kapasitasnya sangat rendah.

"Pemerintah harus belajar dari pengalaman dengan memperbaiki syarat dan ketentuan kontrak, serta melakukan pengawasan yang ketat dalam eksekusinya," kata Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam. "Jangan sampai terulang pengalaman buruk proyek pembangunan pembangkit listrik Fast Track Program (FTP) 10.000 MW tahap pertama terulang lagi," tambah politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu.

Dalam kerja sama proyek tak hanya dengan Tiongkok tetapi juga dengan investor lain, sudah selayaknya dilakukan secara ketat dari mulai proses tender, pengawasan, pelaksanaannya hingga tanggung jawab setelah proyek itu berjalan. Pemerintah mau tidak mau harus memperketat dan mengawasi penerapan teknologi, penggunaan konsultan, desain teknis, dan lain-lain agar proyek itu berjalan sesuai harapan

Tak hanya, itu setiap proyek harus tetap mengedepankan sumber daya di dalam negeri, baik itu sumber daya manusia maupun alam. Pastikan bahwa terjadi penyerapan tenaga kerja domestik diberangi dengan pengurangan tenaga kerja asing.

Sementara bahan baku proyek juga harus mengutamakan produksi dalam negeri. Perketat tingkat kandungan lokal semaksimal mungkin sehingga dapat mendongrak multiplier efek bagi perekonomian nasional.

Faktor lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah, proyek-proyek itu harus diiringi dengan proses transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan SDM kita di masa mendatang sehingga tidak bergantung lagi kepada pihak asing.

Patut diingat, dana yang dikeluarkan untuk proyek-proyek infrastruktur berasal dari utang jangka panjang sehingga yang harus membayar tidak hanya kita tetapi anak cucu kita kelak. Apalagi kemudian proyek ini hanya menjadi ajang bancakan para pihak, tentu yang harus menanggungnya dosanya adalah seluruh rakyat Indonesia. Bisa-bisa celaka dua belas bagi bangsa Indonesia. 

Begitulah Jokowi telah menyerahkan Indonesia kepada Cina. Dengan dibangunnya infrastrtuktur oleh Cina, maka ini sangat menguntungkan bagi kepentingan Cina atas Indonesia. (dtta/mr/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version