View Full Version
Selasa, 22 Mar 2016

Sebut Ada Mahar Politik 100 Miliar, Anggota DPD RI: Ahok Harus Buktikan Ucapannya

JAKARTA (voa-islam.com) - Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini mahar politik menjadi bagian yang menyatu dengan perilaku dalam setiap event kehidupan berdemokrasi, khususnya dalam pilkada di Indonesia. 
 
Pernyataan Partai Nasdem yang secara terbuka menyatakan dan menentukan sikap tidak ikut-ikutan dalam bursa mahar politik dalam proses pilkada merupakan angin segar bagi peningkatan kualitas demokrasi di tanah air. Pernyataan dan sikap demikian patut dan semestinya mendapat apresiasai dan dukungan karena praktik mahar politik merupakan racun bagi demokrasi.
 
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komite IV DPD RI Ghazali Abbas Adan, Minggu (13/3).
 
Menurut Ghazali Abbas Adan, pernyataan dan sikap Partai Nasdem belum terlihat reaksi oleh partai-partai lain. Namun ketika Ahok menyebutkan ada mahar Rp 100 miliar dalam pilkada DKI Jakarta, serta merta beberapa parpol merasakan seperti disambar petir di siang bolong, panik, sewot dan uring uringan bercampur marah.
 
Lihat saja sambungnya, sikap beberapa pentolan partai politik yang menyatakan.
 
 
"Ya, saya kira Ahok harus buktikan siapa saja selama ini partai yang meminta itu. Jangan hanya melempar asumsi yang belum buktinya. Ada juga yang meminta. Sebaiknya kalau memang ada, Pak Ahok sebut saja partai mana. Jika tidak, maka semua parpol akan merasa tertuduh". Yang lebih kencang lagi pernyataan "kalau Ahok sebut itu, harus buktikan jangan lempar kegaduhan baru. Jangan seperti srigala cicip anggur, tak sampai lalu dibilang anggur pahit".
 
“Bagi saya, terlepas dari pernyataan sosok Ahok dan jumlah mahar yang disebutkan, kendati tidak terbukti secara kasat mata, ihwal mahar politik benar adanya. Kalau memang benar pula pentolan parpol merasa terusik dan tersinggung dengan statement Ahok, saya minta parpol-parpol itu secara terbuka menyatakan dan bersumpah bahwa selama ini dengan nomenklatur apapun tidak pernah dan untuk masa-masa mendatang tidak akan melibatkan diri dalam perilaku politik mahar. Tidak hanya marah-marah kepada Ahok, paling kurang seperti pernyataan dan sikap Partai Nasdem,” tegas Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI ini.
 
Di sisi lain lanjut mantan Abang Jakarta ini, ihwal permaharan dalam event-event politik di Indonesia termasuk dalam pemilu legislatif juga sudah mewabah. Menurutnya sebab musabab munculnya nomenklatur dana aspirasi bagi anggota parlemen, juga tidak terlepas dari beban yang harus mereka tanggung dari rongrongan sebagian anggota masyarakat yang mengaku timses dan apalagi timses benaran yang menuntut dana ini dan itu sebagai balas budi atas "jasa-jasa" mereka mengantarkannya ke kursi parlemen.
 
“Agaknya karena banyak dan panjangnya antrian penuntut dana balas jasa yang harus dipenuhi, sementara gaji dan tunjangan resmi tidak mencukupi, sehingga dana aspirasi merupakan alternatif. Konon lagi bagi yang masih menyimpan keinginan untuk naik lagi periode berikutnya. Saya kira sikap sementara masyarakat demikian juga racun bagi demokrasi. Oleh karena itu niscaya kehidupan berdemokrasi di seantero tanah air berkualitas adalah mahar politik dengan modus operandi dan nomenklatur apapun, baik melibatkan parpol maupun masyarakat mutlak harus dihentikan. Karena mahar politik itu secara nyata merupakan racun bagi demokrasi,” pungkas Ghazali Abbas. [syahid/voa-islam.com]

latestnews

View Full Version