View Full Version
Selasa, 25 Feb 2020

Ombudsman RI: Jangan-jangan Omnibus Law Sudah Out of Context

JAKARTA (voa-islam.com) - Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih menilai pembentukan Omnibus Law untuk memangkas proses perizinan investasi salah kaprah. Justru Omnibus Law yang mau dibuat saat ini, katanya,  menggeser rezim izin ke rezim standar yang lebih berisiko.
 
"Di mana-mana, pergeseran itu membutuhkan instrumen pengawasan yang kuat. Kalau itu tidak ada, lebih parah dari sekarang. Sekarang saja pakai izin masih kacau balau," katanya di Jakarta, Sabtu (22/2).
 
Menurutnya, permasalahan utama dalam perizinan investasi ini berada pada kepemimpinan pemerintah. Proses perizinan investasi kerap kali mandek di institusi pemerintah yang seharusnya mengeluarkan rekomendasi.
 
"Problemnya adalah selama ini ketika diberi waktu 90 hari atau 3 bulan, harus keluar izin ketika persyaratan lengkap. Tapi tidak diterbitkan dengan motif macam-macam, boleh jadi [pejabat] ingin agar ada suap dan lain sebagainya," ujarnya.
 
Meskipun begitu, Alamsyah mengakui tidak semua institusi pemerintah bertindak demikian. Di beberapa daerah, proses perizinan berjalan lancar dan sesuai dengan prosedur tanpa kendala. Ia menegaskan, proses perizinan tidak perlu desentralisasi pada pemerintah pusat. Kendala utama proses perizinan, berada pada tidak adanya sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
 
"Misal, saya daftar ke OSS (Online Single Submission), keluar izin usahanya. Tapi rekomendasi teknis dari daerah belum keluar, lewat batas waktu, kan harusnya bisa ditarik oleh pemerintah pusat ketika ada case seperti ini. Kalau dia lancar kenapa mesti ditarik-tarik oleh pusat, daerah seperti Banyuwangi yang bagus kenapa harus ditarik oleh pusat," jelasnya.
 
Alamsyah mencontohkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia berhasil menyelesaikan Rp180 triliun investasi yang perizinannya mangkrak. Pasalnya, sebelum Bahlil mejabat Kepala BKPM dan diberi otoritas lebih, terdapat sekitar Rp760 triliun investasi yang mandek lantaran perizinan.
 
"Jangan-jangan yang kita perlukan ini cuma 2 orang Bahlil, bukan Omnibus Law. Jangan-jangan ini bukan out of the box, tapi malah out of context," ucapnya.
 
Oleh karena itu, Alamsyah menyarankan agar DPR RI mengembalikan draf RUU Omnibus Law kepada pemerintah. Sehingga, pemerintah bisa kembali memikirkan materi UU dengan baik dan benar.
 
"Daripada kita sama-sama repot nanti, untuk sementara kembalikan dulu draf itu ke pemerintah supaya dibahas dengan kepala dingin. Menurut saya, gaduh itu wajar, bagian dari demokrasi, yang penting tujuan tercapai, dari pada kita tertutup, nabrak tembok, mati sama-sama," tandasnya. [syahid/voa-islam.com]
 
sumber: gatra.com

latestnews

View Full Version