View Full Version
Ahad, 10 Feb 2013

Kisah Cinta Abdillah Onim, Relawan Kemanusiaan di Bumi Jihad Gaza

JAKARTA (voa-islam.com) - Menjadi relawan kemanusiaan di tanah jihad, memang penuh suka dan duka. Hal ini seperti yang dialami oleh Abdillah Onim, relawan MER-C yang menetap di Gaza, Palestina. Tanpa segan, Abdillah Onim berbagi tentang lika-liku kisah cintanya, agar dapat dipetik hikmah oleh para pemuda Muslim di Indonesia.

Awalnya Abdillah Onim adalah pria lajang yang mulai berangkat ke Gaza pada tahun 2009. Ia memang memiliki keinginan menikahi wanita Gaza, ia pun berusaha keras mencari pendamping hidup dibantu teman-temannya di Gaza.

“Waktu itu saya masih bujang, saya memang bertekad untuk mencari jodoh di Gaza. Dibantu dengan teman dan pejabat yang ada di sana saya dibantu untuk berta’aruf dengan muslimah di sana. Saya berta’aruf dengan muslimah di 4 wilayah Jalur gaza; jalur gaza Selatan, jalur Gaza tengah, Gaza City dan jalur Gaza utara,” kata Abdillah Onim kepada voa-islam.com, Jum’at (8/1/2013).

Ternyata kunci sukses Abdillah Onim berhasil mendapatkan tambatan hati adalah dengan menghindari pacaran dan melakukan proses sesuai syariat Islam.

“Saya berta'aruf dengan tujuh orang muslimah dan yang terakhir itu Alhamdulillah menjad jodoh saya. Jadi kita mencari jodoh itu tanpa pacaran. Tidak seperti di Indonesia, mayoritas pemuda di negeri ini tidak menghiraukan syariat Islam terutama dalam hal mencari jodoh. Jadi Alhamdulillah saya sudah mempraktekkan mencari jodoh sesuai yang disyariatkan dalam agama Islam, yaitu ta’aruf tanpa pacaran, hanya berlangsung selama tujuh hari lalu melaksanakan ijab Kabul,” tuturnya.

Seperti mimpi, dirinya yang berasal dari ujung timur Indonesia, akhirnya bisa menikahi muslimah di tanah jihad Gaza, Palestina. Nama muslimah itu adalah Rajaa, seorang hafizhah (penghafal Al-Qur’an) nan cantik jelita.

“Jodoh itu takdir dari Allah Ta’ala, saya dari daerah di ujung timur Indonesia dan mendapat jodoh seorang muslimah dari negara lain yang asli Palestina dan tinggal di Jalur Gaza. Saya juga pemuda pertama dari Indonesia yang melangsungkan pernikahan di Jalur Gaza. Saya merasa ini karunia yang luar biasa, karena Allah benar-benar memberikan imbalan bagi hambaNya, apalagi saya hanya seorang yang menjalankan misi kemanusiaan,” ungkap pria asal Galela ini.

Sebagai seorang relawan kemanusiaan, tentu dirinya memiliki berbagai keterbatasan, terutama soal materi. Hal ini yang membuatnya ketar-ketir, jelang pernikahan. Namun tak lama, berbondong-bondong bantuan datang dari arah yang tak disangka-sangka. Di sinilah ia merasakan pertolong Allah itu turun kepada hambaNya yang ingin melaksanakan sunnah yang suci dan demi menjaga iffah.

“Saya juga merasakan bagaimana pertolongan Allah itu turun, apalagi saat saya membutuhkan mahar, itu benar-benar ‘tangan ’ Allah yang membantu. Kondisi saya benar-benar dalam keterbatasan, apalagi saya sebagai relawan, tidak berharap gaji lalu menikah di wilayah konflik yang biaya hidupnya itu sangat tinggi. Mahar saya sampai puluhan juta, saya sudah jual kambing tetapi tidak cukup dan subhanallah hanya dalam waktu dua jam, saya berhasil mengumpulkan mahar itu yang totalnya sekitar sembilan puluh juta lebih,” tuturnya.

Alhamdulillah, dari pernikahan Abdillah Onim dengan muslimah Gaza ini dikaruniai Allah seorang putri mungil yang kini berumur Sembilan bulan, bernama Marwiyah Filindo.

“Ini anak pertama saya, berumur sembilan bulan yang lahir di Jalur Gaza. Jadi istri dan anak saya berkewarganegaraan Palestina hanya saya saja berkewarganegaraan Indonesia. Putrid saya ini, putri pertama keturunan Indonesia walaupun lahir di Jalur Gaza, namanya Marwiyah Filindo,” ucapnya.

Setelah berada di Gaza selama lebih dari dua tahun, Abdillah diberikan cuti, hal ini dimanfaatkannya untuk berkunjung ke kampung halamannya di Galela, Maluku Utara bersama istri dan anaknya.

Namun, saat ditanya mengapa tak menetap di Indonesia saja, ia mengaku tidak mampu tinggal di Indonesia. Bukannya tak cinta tanah air, hal ini lantaran lingkungan dan sisi keislaman di negeri ini berbeda jauh dari Gaza.       

“Kalau untuk tinggal di Indonesia, saya dan istri saya sepertinya tidak mampu. Karena karakter dan budaya hidup di Indonesia dengan palestina itu sangat berbeda terutama dari sisi keislaman. Jadi saya lebih memilih untuk mendidik dan membesarkan anak-anak di sana,” jawabnya.

Abdillah Onim pun semakin kokoh tekadnya untuk tinggal di Gaza membesarkan anaknya, ia tak peduli meskipun serangan Zionis Israel sewaktu-waktu bisa mengancam.

“Alhamdulillah istri saya seorang hafizhah dan seluruh keluarga saya di Jalur Gaza itu hafizh dan hafizhah jadi saya lebih memilih membesarkan anak-anak di sana dan kalau ada rezeki mau bangun rumah di sana. Tapi insya Allah akan bolak-balik ke Indonesia,” tutupnya. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version