Oleh: Badrul Tamam
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلا مُتَقَبَّلا
Allaahumma Innii As-aluka ‘ilmaan Naafi’an, Warizqan Thayyiban, Wa’amalan Mutaqabbalan
“Ya Allah, Sungguh aku minta kepada-Mua ilmu ilmu yang manfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.”
Sumber Doa
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila selesai shalat Shubuh selepas salam beliau membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, Sungguh aku minta kepada-Mua ilmu ilmu yang manfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah,
Kapan dibacanya
Doa yang agung ini dibaca setelah selesai dari shalat Shubuh. Termasuk bacaan zikir ba’da shalat. Namun dikhususkan pada shalat Shubuh saja. Ini dikuatkan pula pada redaksi lain dalam Musnad Ahmad, “Beliau membaca fi dubur al-Fajri (di belakang shalat fajar) apabila beliau sudah selesai shalat.”
Keutamaan Doa
Doa ini senantiasa dibaca Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam setiap paginya. Tepatnya sesudah selesai mengerjakan shalat Shubuh. Ini saja sudah menunjukkan keutamaannya.
Adapun isinya sungguh sangat luar biasa. Berisi arahan seorang muslim dalam mengisi harinya. Agar tidak lepas dari mencari ilmu yang manfaat, rizki yang halal, dan beramal shalih yang diterima.
Seorang muslim memulai harinya dengan bertawajjuh kepada Allah Ta’ala agar diberi tiga permintaan yang sangat dibutuhkan dalam hidupnya. Ia meminta tolong kepada Allah agar dibatu untuk mewujudkan harapannya yang agung ini.
Keutamaan Ilmu Manfaat
Sangat luar biasa, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengawali permintaan dalam doa ini dengan ilmu yang manfaat sebelum beliau meminta rizki yang baik dan amal yang diterima. Ini mengisyaratkan, dengan ilmu yang manfaat seorang muslim bisa membedakan antara rizki yang baik (halal) dan yang tidak baik, membedakan antara amal shalih yang diterima dan amal yang tidak shalih yang akan tertolak. Karena terkadang seseorang rancu menilainya, ia mengira mengerjakan amal shalih yang akan diterima padahal hakikatnya tidak demikian.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Terkadang terjadi pula, seseorang mengira rizki dan harta yang diperolehnya adalah baik dan bermanfaat. Padahal, sebenarnya ia buruk dan membahayakan. Dan seseorang tidak bisa membedakan antara yang bermanfaat dan membahayakan, yang baik dan yang buruk kecuali dengan ilmu yang manfaat.
Allaahumma Innii As-aluka ‘ilmaan Naafi’an: ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya dan orang lain. Di dalamnya terkandung makna bahwa ilmu ada dua macam: ilmu nafi’ (ilmu yang manfaat) dan ilmu yang tak manfaat. Dan ilmu nafi’ yang paling utama adalah ilmu yang diperoleh seorang muslim yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan ilmu manfaat inilah yang sering diminta oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam doanya, “Ya Allah, jadikan manfaat untukku apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku apa-apa yang menfaat bagiku, dan tambahkanlah ilmu yang manfaat kepadaku.” (HR. Al-Tirmidzi)
Pentingnya Rizki Baik (halal)
Makna rizqan thayyiban dalam doa di atas adalah rizqan halalan (rizki yang halal). Ini juga mengisyaratkan bahwa rizki ada dua bentuk: thayyib (baik) dank habits (buruk). Sedangkan Allah Ta’ala adalah Thayyib (Maha Baik) dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang orang yang beriman dengan sesuatu yang telah diperintahkan kepada para Rasul-Nya.
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً
“Wahai para Rasul makanlah kamu dari yang baik dan kerjakanlah amal shaleh.” (QS. Al-Mukminun: 51)
Makan yang halal akan membantu seseorang dalam beramal shalih. Siapa yang makanannya halal maka anggota badannya akan terdorong untuk menjalankan ketaatan. Sebaliknya, siapa yang makanannya haram maka anggota badannya akan terdorong berbuat maksiat baik ia kehendaki atau tidak, ia tahu atau tidak. Imam Ahmad berkata: Apabila makanan mengumpulkan empat perkara maka ia telah sempurna: apabila disebut nama Allah di awalnya, memuji Allah (Alhamdulillah) di akhirnya, banyak tangan yang ikut memakannya, dan diperoleh dari jalan yang halal.”
Amal Diterima
Makna ‘Amalan Mutaqabbala adalah amal yang diterima di sisi Allah Ta’ala. Amal yang akan mendapat pahala dan ganjaran yang baik dari-Nya. Ini mengisyaratkan bahwa tidak semua amal yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah itu diterima. Tetapi hanya amal yang shalih saja yang akan diterima. Sedangkan amal disebut shalih apabila dikerjakan hanya untuk Allah semata dan dikerjakan sesuai sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Apakah Cukup Berdoa?
Doa ini harus diikuti dengan mengusahakan sebab. Jika seseorang meminta ilmu manfaat, maka ia harus mendatangi majelis ilmu, membaca buku, bertanya, dan selainnya.
Jika ia meminta rizki yang baik maka ia haruslah bekerja, berdagang, dan cara-cara halal lainnya untuk mendapatkan rizki.
Dan jika ia ingin mendapat pahala dari amal shalihnya. Maka ia harus mengusahakan syarat-syaratnya, yakni ia harus ikhlas dalam beramal dan menyesuaikan amal dengan tuntutnan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Pertama bisa diperoleh dengan mengesampingkan kepentingan dari selain Allah, ia menguatkan iradah kepada Allah. Kedua, bisa diperoleh dengan ia memahami ajaran Islam yang telah disampaikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita ampunan dan rahmat-Nya sehingga melimpahkan keberkahan dalam hidup kita. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]