Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Rangkaian doa ini sangat masyhur di lisan kaum muslimin. Keduanya adalah doa Khalilur Rahman, Imamul Hunafa’, dan teladan para muwahhidin, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 127-128.
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ . . . وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. . . . dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 127-128)
Doa penuh berkah ini mencakup banyak permintaan agung yang sangat dibutuhkan seorang hamba dalam urusan dunia dan agamanya. Yang utama adalah meminta kepada Allah agar menerima amal-amal ibadahnya.
Diterimanya amal menentukan manfaat amal untuk pelakunya di hari kiamat kelak. Menerima amal adalah hak Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bagian dari Rububiyyah-Nya. Karenanya, seorang hamba senantiasa meminta kepada Allah agar amal-amalnya diterima ketika ia melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca setelah shalat Shubuh,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, Sungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang manfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad)
Penjelasan Doa
Allah perintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah. Tidak sendirian, Allah perintahkan pula kepadanya untuk menyampaikan kepada putranya, Ismail, agar membantunya membangun rumah terbaik di muka bumi ini. Ismail pun siap. Lantas keduanya melaksanakan perintah Allah tersebut. Nabi Ibrahim menggarap bangunan Ka’bah sementara Ismail yang membawakan batu kepadanya. Saat itulah keduanya berdoa,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127)
Dua orang hamba Allah ini mengerjakan pekerjaan paling mulia dan meninggikannya dengan perintah langsung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keduanya melaksanakan perintah itu dengan penuh ketundukan dan keikhlasan. Tapi, keduanya masih berdoa meminta agar Allah menerima amal mereka itu. Ini menunjukkan adanya rasa takut kalau amalnya tidak diterima. Jika ini adalah kondisi Imamul Muwahhidin (pemimpin ahli tauhid), bagaimana dengan kita?
Imam Wuhaib bin al-Warad pernah membaca ayat ini lalu beliau menangis dan berkata, “Wahai khalilur Rahman, engkau meninggikan bangunan rumah Allah yang Maha pengasih sedangkan engkau sangat takut kalau amal tersebut tidak diterima. (Tafsir Ibni Katsir: 1/254)
Sifat ini juga dimiliki orang-orang shalih yang ikhlas dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS. Al-Mukminun: 60)
‘Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau menjawab,
لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ، وَيُصَلُّونَ، وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ
“Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat, dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. Al-Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan al-Tirmidzi, no. 2537)
Mereka adalah orang-orang yang senantiasa bersedekah, berinfak, dan berbuat baik. Namun hati mereka diliputi rasa takut kalau amal mereka tidak diterima. Mereka berdoa kepada Allah agar amal mereka di terima. Mereka tidak berbangga diri dengan amal-amal yang telah mereka kerjakan, karenanya mereka selalu menambah amal-amal kebaikan. Allah sebutkan sifat mereka di ayat berikutnya,
أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 61)
Doa ini diawali dengan lafadz - رَبَّنَا -. Memanggil Allah dengan sifat Rububiyah-Nya. Karena pengabulan doa bagian dari perkara Rububiyah. Kandungannya, Allah akan menjaga, memperbaiki, dan mengawal.
تَقَبَّلْ مِنَّا (Terimalah dari Kami): diterimanya amal berarti amal tersebut diterima dan diridhai. Maknanya, Allah menerima amal tersebut dan meridhai amal tersebut dan orang yang mengerjakannya. Apabila Allah meridhai pelakunya maka Dia akan memberikan pahala untuknya sebagaimana yang telah Dia janjikan.
إنَّكَ أنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui) adalah sebab yang dihaturkan untuk diterimanya amal. Sekaligus tambahan usaha mengundang ijabah (pengabulan), sebagaimana yang Allah perintahkan dalam QS. Al-A’raf: 180.
Al-Samii’ dan al-‘Aliim adalah dua nama Allah dari nama-namanya yang Maha Indah (al-Asma al-Husna). Keduanya menunjukkan sifat mendengar dan mengetahui. Maknanya: Engkau mendengar perkataan-perkataan kami, termasuk doa-doa kami ini. Engkau juga mengetahui apa yang ada dalam diri kami berupa ketundukan dan ketaatan dalam ucapan dan perbuatan. Tidak sesuatu yang tersembunyi dari Engkau.
Penyebutan dua sifat ini untuk menunjukkan bahwa doanya hanya tertuju kepada Allah semata. Dengan menyebut kedua nama tersebut berarti memutus harapan dari selain pemilik nama tersebut secara totalitas. (Tafsir Abi al-Sa’ud: 1/161)
Merasa Ada Kurang Dalam Amal
Sebaik apapun amal yang sudah diusahakan oleh seorang hamba, ia tetap harus merasa ada kekurangan dan kesalahan sehingga dirinya meminta taubat dan ampunan. Ini ditunjukkan melalui kalimat doa, وَتُبْ عَلَيْنَا (dan terimalah taubat kami).
Butuhnya kepada permintaan ini maka diikuti dengan wasilah yang agung; menyanjung Allah dengan menyebut dua nama-Nya yang sesuai permintaan tersebut; Al-Tawwab dan al-Rahiim. Yaitu, إنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
Makna Al-Tawwab: sesungguhnya Engkau banyak memberikan / menerima taubat dari hamba-hamba-Mu. Berarti Allah menerima taubat dari hamba-Nya selama hamba mau bertaubat kepada-Nya.
Makna al-Rahiim: Engkau pemilik rahmat yang tercurah untuk orang-orang beriman di hari kiamat. Kandungan rahmat dalam al-Rahim khusus bagi orang-orang beriman di hari kiamat kelak. Adalah rahmat dalam al-Rahman tercurah untuk seluruh makhluk; yang beriman dan yang kafir, jin dan manusia. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]