View Full Version
Ahad, 03 Jan 2010

Ada Surga di Balik Amarah

TAK JARANG kita saksikan pemandangan yang sangat tragis. Orang yang sehari-harinya berperangai alim, pintar, baik hati, dermawan, ramah dan disegani orang lain, tiba-tiba menjadi beringas, preman, arogan dan kata-katanya kotor ketika tidak bisa menahan emosi saat bertengkar. Bahkan pertengkaran karena perselisihan hal yang sepele sekalipun.

“Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang keras dalam berdebat (al-alad) dan keras kepala dalam pertengkaran (al-khashim).”

Demikianlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha dalam kitab Shahih Bukhari.

Al-alad adalah orang sangat keras dan sering berdebat. Adapun al-khashim adalah orang yang membantah saudaranya dengan alasan yang batil serta tidak mau menerima kebenaran.

Pada kesempatan yang lain Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah benci terhadap ja’dhari, jawadh, orang yang suka berteriak teriak (sakhab) di pasar, laksana bangkai di malam hari, namun bak keledai di siang hari. Dia mahir dalam urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat” (HR. Baihaqi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

...Demikian besar pahala yang dijanjikan bagi orang yang bisa menahan amarahnya. Bodoh sekali jika masih ada orang yang tidak tertarik untuk meraih surga, padahal caranya cukup mudah, yaitu dengan menahan amarah...

Ja’dhari adalah sifat keras, kasar dan sombong. Jawadh adalah yang suka mengumpul­kan harta dan kikir. Sedangkan sakhab adalah suka berteriak, berselisih dan sombong.

“Laksana bangkai di malam hari dan bagaikan keledai di siang hari” adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan orang yang bekerja seperti keledai sepanjang siang untuk mencari dunia kemudian tidur sepanjang malam seperti bangkai yang tidak bergerak.

Sedangkan yang dimaksud dengan “mahir dalam masalah dunia” adalah mahir dalam perkara perkara yang menjauh­kan­nya dari Allah SWT karena sibuk mencari dunia. Bodoh dalam masalah akhirat, maksudnya adalah tidak mengetahui perkara perkara yang mendekatkan diri kepada Allah di akhirat.

Setelah memperingatkan bahaya sikap keras kepala dan bertengkar, Rasulullah meng­ajarkan resep untuk menangkalnya, yaitu dengan menahan emosi dan men­jauhkan diri dari hal hal yang bisa memicu kemarahan. Kiat meredam amarah ada dua:

Pertama, tindakan pencegahan (preventif) sebelum terjadinya letusan amarah, yaitu menjauhi hal-hal yang bisa memicu amarah, antara lain: sifat sombong, kagum kepada diri sendiri, membangga-banggakan diri sendiri, angkuh, rakus, hobi berkelakar dan bergurau tidak pada tempatnya, dan sebagainya.

Kedua, tindakan pada saat terjadi kemarahan. Bila amarah sudah terbakar, maka ada empat langkah yang bisa dilakukan untuk menangkal:

1) Meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.

2) Berwudhu.

3) Merubah keadaan ketika marah baik dengan cara duduk, bangun, keluar, menahan diri dari bicara dan sebagainya.

4). Mengingat besarnya pahala orang yang menahan marah dan juga meng­ingat kehinaan yang menimpanya di dunia dan akhirat yang disebabkan oleh amarah.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bisa menahan marah sedangkan dia sebenar­nya bisa melupakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk. Lalu Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari sesukanya.

Demikian besar pahala yang dijanjikan bagi orang yang bisa menahan amarahnya. Bodoh sekali jika masih ada orang yang tidak tertarik untuk meraih pahala tersebut, padahal caranya cukup mudah, yaitu dengan menahan amarah. [a. ahmad hizbullah/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version