Segala puji bagi Allah shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya dan para shahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Amma ba’du:
Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’alaa:
Permasalahan ini telah diperselisihkan oleh para ulama sejak zaman dahulu dimana mereka terbagi menjadi dua kelompok.
Pertama: Sebagian membolehkannya yaitu pendapat ulama Syafi’iyyah dan dishahihkan oleh Imam As-Suyuti dan dipegang oleh Imam Az-Zarkasyi dan difatwakan oleh Al-Ramli.
Dalilnya adalah mengqiyaskan shalat Jum’at dengan Zhuhur, karena shalat Jum’at adalah shalat Zhuhur yang dipendekkan yang mengganti tempat shalat Zhuhur bukan shalat yang independent seperti Subuh dan pendapat ini kuat sekali, terutama jika diketahui bahwa perkataan Umar radhiallahu ‘anhu: “ shalat Jum’at adalah sempurna bukan qashar dari Zhuhur menurut lisan Nabi kalian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam” bukan riwayat yang shahih dari Umar karena sanadnya terputus antara Ibnu Abi Laila dan Umar, adapun yang menyebutkan bahwa diantara mereka ada Ka’ab bin ‘Ajrah maka dia keliru.
Adapun yang shalat Jum’atnya dengan niat Zhuhur karena musafir maka tidak ragu lagi dia boleh menyambungnya dengan Ashar.
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
Permasalahan: boleh menjamak antara shalat Jum’at dan Ashar karena hujan seperti disebutkan Ibnu Kajj dan penulis Al-Bayan dan lainnya, jadi jika shalat Ashar dimajukan ke waktu Jum’at disyaratkan adanya hujan pada pembukaan dua shalat dan pada salam shalat Jum’at sebagaimana lainnya, dan penulis kitab Al-Bayan: tidak disyaratkan adanya hujan dalam dua khutbah karena keduanya bukan dari shalat tetapi merupakan salah satu syarat shalat Jum’at namun tidak disyaratkan hujan pada keduanya sebagaimana tidak disyaratkan dalam thaharah.
(Lihat: Al-Majmu oleh Imam An-Nawawi: 4/320-321) dan (Raudhatul Talibin: 1/400).
Berkata Taqiyudin Muhammad Al-Husaini As-Syafiie Ad-Dimasyqi: “sebagaimana boleh menjamak antara Zhuhur dan Ashar boleh menjamak antara Jum’at dan Ashar kemudian apabila menjamak taqdim maka disyaratkan dalam hal itu apa yang disyaratkan dalam jamak karena safar dan disyaratkan kepastian adanya hujan pada shalat Jum’at dan awal shalat Ashar demikian juga disyaratkan adanya hujan ketika salam dari shalat pertama menurut pendapat shahih yang diputuskan para ulama Irak,.(Lihat Kifayatul Akhyar hal: 140).
Demikian juga Sheikh Ibnu Jibrin rahimahullah berfatwa bolehnya menjamak antara shalat Jum’at dengan Ashar bagi musafir meskipun mayoritas ulama Hijaz melarangnya.
Kedua: Adapun jumhur ulama tidak membolehkannya yaitu pendapat ulama Hambali dan satu pendapat dari Syafi’iyyah.
Dalilnya adalah bahwa menjamak Ashar dengan Jum’at tidak ada riwayat yang membolehkannya dalam syariat dan itu termasuk ibadah dan ibadah asalnya tauqifi dan tidak boleh ditetapkan dengan kias.
Sheikh Utsaimin rahimahullah berkata dalam syarah kitab Al-Mumti’ ‘alaa Zadil Mustaqni’ ketika menyebutkan syarat-syarat jamak antara dua shalat: (padanya ada syarat kelima: yaitu shalatnya bukan shalat Jum’at, karena itu tidak sah untuk dijamakkan dengan Ashar, karena shalat Jum’at adalah shalat yang berdiri sendiri dalam syarat-syaratnya, bentuknya, rukun-rukunnya, dan juga pahalanya, dan sunah hanya menerangkan tentang jamak antara shalat Zhuhur dengan Ashar, dan sama sekali tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau menjamak Ashar dengan Jum’at, maka tidak sah Jum’at diqiyaskan dengan Zhuhur karena perbedaan yang ada pada keduanya, bahkan dalam hal waktu menurut pendapat yang masyhur dari mazhab Hanbali karena waktunya dari meningginya matahari setinggi tombak sampai Ashar, sedangkan Zhuhur dari tergelincirnya matahari sampai Ashar juga Jum’at tidak sah kecuali dalam waktunya, seandainya telah keluar waktunya maka dikerjakan sholat Zhuhur, dan Zhuhur sah dikerjakan pada waktunya atau sesudahnya karena uzur.
Dan syarat ini diambil dari perkataan pengarang: “boleh menjamak antara dua Zhuhur”, maksudnya adalah Zhuhur dan Ashar sehingga tidak termasuk disitu Jum’at dan Ashar.
Seandainya ada yang berkata: saya ingin shalat Jum’at dengan niat Zhuhur karena saya musafir dan shalat Zhuhur bagi saya dua rakaat yakni seperti Jum’at?
Maka kami katakan: niat ini tidak sah menurut pendapat yang mengatakan: disyaratkan persamaan niat imam dan makmum, karena mereka tidak mengecualikan dari permasalahan ini kecuali yang mendapati Jum’at kurang dari satu rakaat maka dia masuk bersama imam dengan niat Zhuhur karena Jum’at uzur atasnya, adapun ini mungkin dikarenakan tidak sah untuk meniatkan Zhuhur dibelakang imam yang shalat Jum’at, pendapat ini jelas yakni tidak sah meniatkan Zhuhur dalam Jum’at.
Adapun pendapat yang kuat: bahwa perbedaan niat imam dan makmum tidak bermasalah maka yang demikian sah, namun kami katakan: jangan kamu meniatkannya Zhuhur, karena kalau demikian berarti kamu telah mengharamkan atas dirimu pahala Jum’at dengan tujuan jamak, masalahnya mudah: tinggalkan Ashar hingga masuk waktunya kemudian shalatlah.
Kesimpulan:
Pada dasarnya boleh menjamak antara dua shalat yang tergabung waktunya, termasuk Jum’at dengan Ashar, apalagi dengan adanya kesulitan safar tentu lebih utama untuk diperbolehkan, karena tidak ada bedanya antara kesulitan safar dalam shalat Jum’at dan Ashar.
Apalagi setelah perkataan Umar radhiallahu ‘anhu tidak terbukti keshahihannya, jadi Jum’at adalah qashar dari Zhuhur.
Namun alangkah baiknya kalau seseorang dalam keadaan singgah disatu tempat untuk melaksanakan shalat bersama imam dengan niat Jum’at karena pahala yang begitu banyak, lalu shalat Ashar pada waktunya.
Jika itu memberatkan dia boleh shalat bersama imam dengan niat Zhuhur diqashar karena menurut pendapat yang shahih tidak harus sama niat imam dan makmum, lalu melanjutkannya dengan shalat Ashar jamak taqdim untuk keluar dari khilaf ulama yang melarang menjamak Jum’at dengan Ashar. Wallahu A’lam bishawab.
(ar/voa-islam.com)