View Full Version
Rabu, 10 Feb 2010

Karena Plagiat, Guru Besar Unpar Bakal Dicopot

Bandung (voa-islam.com) – Nama besar Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung tercoreng lantaran salah satu guru besarnya,Prof Anak Agung Banyu Perwita, diduga keras melakukan plagiarisme atau penjiplakan karya intelektual.

Prof Anak Agung Banyu Perwita ketahuan melakukan plagiarisme dalam salah satu tulisannya yang dimuat surat kabar The Jakarta Post. Dengan adanya kasus ini, pihak Rektorat Unpar segera memberikan sanksi kepada staf pengajarnya tersebut.
...Secara administratif, sanksi terburuk yang akan dijatuhkan, yakni diberhentikan sebagai karyawan Unpar dan pencopotan status guru besar. ”Jika ada temuan lain (plagiat), sebelum dia menjadi guru besar, tentu statusnya bisa dicabut,” kata Tarpin di Bandung...
Sekretaris Komisi Etik Unpar Laurentius Tarpin mengatakan, pihaknya segera menggelar sidang rapat senat universitas untuk menentukan jenis sanksi yang dikenakan. Menurut dia, secara administratif, sanksi terburuk yang akan dijatuhkan, yakni diberhentikan sebagai karyawan Unpar dan pencopotan status guru besar. ”Jika ada temuan lain (plagiat), sebelum dia menjadi guru besar, tentu statusnya bisa dicabut,” kata Tarpin di Bandung, kemarin.

Namun, sanksi tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan dampak sanksi sosial dari kalangan akademis yang akan diterimanya. ”Publik sudah tahu, dia memplagiat dan tidak akan dipercaya lagi,” tergas Tarpin.
Dia mengungkapkan, pihak rektorat sudah memanggil Prof Anak Agung Banyu Perwita. Hasilnya, yang bersangkutan telah mengakui tulisannya berjudul ”RI as a New Middle Power?” menyontek tulisan penulis Australia Carl Ungerer berjudul ”The Middle Power Concept in Australian Foreign Policy”. Akhirnya, Prof Anak Agung Banyu Perwita pun telah mengajukan surat pengunduran diri dari Unpar.

Sementara itu, Rektor Unpar Dr. Cecilia Lauw mengungkapkan, pihaknya belum menyetujui pengunduran diri Prof Anak Agung Banyu Perwita. Menurut Cecilia,Banyu mengirimkan surat pengunduran diri pada Senin, (8 /2) kemarin.
”Mengundurkan diri tidak bisa sembarangan,” kata Cecilia. Redaktur Pelaksana The Jakarta Post Ati Nurbaiti menjelaskan, Prof Anak Agung Banyu Perwita memang intens mengirimkan tulisan opini untuk hariannya sejak beberapa tahun belakangan. Biasanya, artikel yang dikirim mengenai hubungan internasional dan berbagai masalah luar negeri. Tulisan-tulisan itu tidak pernah ada permasalahan.

Namun tulisannya yang dimuat pada 12 November 2009 ternyata menuai masalah.” Setelah itu banyak telepon ke editor harian kami yang menyebut tulisan Prof Anak Agung Banyu Perwita adalah plagiat. Setelah dicek ulang ternyata benar. Kami sungguh tidak menyangka hal itu,” ujarnya kemarin.
Setelah itu, The Jakarta Post pun menarik dan memuat permintaan maaf kepada pembaca atas fakta hasil penjiplakan tersebut. Ati menambahkan, harian ini juga mengirimkan permintaan maaf secara langsung kepada Carl Ungerer. Carl pun mengakui bahwa karyanya telah ditulis ulang oleh Prof Anak Agung Banyu Perwita.

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli menilai jika benar terbukti melakukan plagiat, profesor tersebut harus diberikan sanksi oleh Komisi Etik. ”Sanksi bisa diberhentikan dari jabatannya,” jelasnya.
Hingga tadi malam, Anak Agung masih sulit dihibungi beberapa media. Di situs Facebook-nya, dia sudah menyatakan permintaan maaf dan berniat mundur dari Unpar.

“I do apologize for what i have done....”sebut Agung dalam status di account-nya pekan lalu. “Perhaps, it’s better for me to resign,” ujar pengajar Jurusan HI Fisip Unpar itu dalam status berikutnya.
Banyu disebut-sebut merupakan salah satu profesor bidang HI termuda di Tanah Air, yaitu dalam usia 41 tahun, saat menerimanya. Pada 12 Januari 2008 lalu, Banyu menyampaikan orasinya terkait penerimaan gelar jabatan itu.

Meletakkan gelar profesor adalah konsekuensi yang paling berat dari perbuatan kurang terpuji yang dilakukan Banyu. Selama ini, Banyu dikenal aktif menulis di media massa. Bahkan, artikelnya sering dimuat di harian nasional macam Kompas dan The Jakarta Post. (Ibnudzar/SI/Kmps)

 

latestnews

View Full Version