View Full Version
Jum'at, 05 Nov 2010

SBY Jangan Bertekuk Lutut pada Obama Soal Kontrak PT Freeport di Indonesia

JAKARTA (voa-islam.com) – Presiden Obama akan berkunjung ke Indonesia didampingi para pelobi dan pengusaha. SBY diminta tidak bertekuk lutut kepada Obama mengenai kontrak karya PT Freeport di Indonesia.

Setelah dua kali gagal menginjakkan kakinya di Indonesia, rencananya Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan berkunjung ke Indonesia, bertepatan dengan hari Pahlawan tanggal 9-10 November 2010. Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak bertekuk lutut dengan kehadiran Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Kedatangan Obama ini akan membawa pelobi berikut pengusaha, bakal mempertanyakan kontrak karya PT Freeport di Indonesia kembali.

“Kita harap betul kali ini presiden nggak perlu takut mendapatkan tekanan dari siapapun. Ini menyangkut masalah harga diri bangsa,” kata Pramono Anung di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (4/11/2010).

....presiden nggak perlu takut mendapatkan tekanan dari siapapun. Ini menyangkut masalah harga diri bangsa....

Untuk diketahui, kontrak karya PT Freeport dengan pemerintah Indonesia masih dalam kajian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pemerintah hingga kini belum memutuskan untuk memperpanjang atau tidak.

Pramono yang sempat menjadi Sekjen PDI Perjuangan ini menengarai, penyelesaian kontrak karya PT Freeport bakal menjadi pembicaraan hangat antara pemerintah Indonesia dengan pengusaha dan pelobi AS.

“Itu yang jadi pekerjaan rumah utama dari pemerintah kita dan pengusaha mereka,” ungkapnya.

Selain membahas kontrak karya, Pramono menambahkan, masalah tumpang tindih penanganan kawasan hutan juga menjadi topik pembahasan.

“Tumpang tindih kawasan hutan itu juga menjadi masalah yang serius,” ucapnya.

DPR sempat mendesak pemerintah untuk segera melakukan renegosiasi royalti emas PT Freeport Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan Kontrak Karya (KK) perpanjangan tahun 1991. Alasannya, royalti tersebut dinilai paling rendah di dunia.

Saat ini, royalti pertambangan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 2003, tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam PP itu, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonnase. Namun untuk Freeport, hanya dikenakan sebesar 1% dari harga jual kali tonnase.

Bila dibandingkan dengan negara-negara seperti Afrika Selatan, Namibia, dan Tanzania yang juga memiliki sumber daya emas, angka 3,75% yang diberlakukan pemerintah itu sebenarnya sudah terlalu rendah. Karena 3,75% itu dihitung dari pendapatan bersih.

Sedangkan pada negara-negara tersebut, pengenaan royalti emasnya mencapai 3 – 8% dari bruto (pendapatan kotor, red).

....penyelesaian kontrak karya PT Freeport bakal menjadi pembicaraan hangat antara pemerintah Indonesia dengan pengusaha dan pelobi AS....

Sedangkan pengenaan royalti emas pada Freeport yang beroperasi di Papua, selain hanya 1%, perhitungan juga setelah di-netto-kan pada biaya smelter dan biaya-biaya lain yang terkait dengan proses penambangan.

Sebelumnya diberitakan, selama kurang lebih 25 tahun, Freeport hanya membayar royalti tembaga kepada pemerintah. Sejak masuk ke Papua berdasarkan KK Generasi I (pertama) tahun 1967, Freeport hanya melaporkan pihaknya menambang tembaga. Padahal setelah Pemerintah RI mengirim misi khusus pada 1978, terbukti selain mengekspor tembaga, Freeport juga mengekspor emas.

Namun karena beroperasi berdasarkan kontrak (Kontrak Karya) maka pengenaan royalti emas pada Freeport baru bisa diterapkan pada 1991, saat perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu memperpanjang kontrak. Itu pun angkanya cuma 1%, dan hingga kini belum disesuaikan dengan PP 45/2003. [silum/trb]


latestnews

View Full Version