View Full Version
Rabu, 27 Jul 2011

Jual Buku Hujat Islam, MUI Ingatkan Gramedia Jangan Pancing Amarah Umat

Jakarta (voa-Islam) – Buku berinisial “SPSB“  Edisi Revisi yang tak jelas alamat penerbitnya itu menuai protes dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Menurut MUI, buku tersebut tak lebih dari sampah. Toko Buku Gramedia diminta agar menyeleksi secara ketat dan menarik buku yang ditulis oleh  Curt Fletemier, Yusuf dan Tanti itu.

“Karena buku ini sampah, sebaiknya masukkan saja ke tong sampah. Jelas, buku ini sangat memprihatinkan. Ketika kita bersususah payah untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, ada saja kelompok-kelompok yang menerbitkan buku seolah  tentang Islam, padahal isinya menyebarkan pemahaman yang sama sekali tidak relevan dengan ajaran Islam, bahkan cenderung menyakiti perasaan umat Islam.”

Demikian dikatakan Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Slamet Effendi Yusuf ketika dihubungi voa-islam disela-sela Tasyakur Milad ke-36 MUI di Hotel Twin Plaza, Jakarta-Barat.  

Seperti diberitakan voa-islam sebelumnya, buku tersebut dijual bebas oleh Toko Buku Gramedia di Matraman, termasuk di Bekasi. Buku cetakan ketiga, Oktober 2007 itu terdaftar pada Lembaga Perpustakaan Nasional Kanada. Cetakan pertama diterbitkan tahun 2004 dan Cetakan kedua tahun 2005. Ketika voa-Islam menghubungi penerbit Sonrise Enterprise dengan nomor kontak 0888-161-3377, nomor itu ternyata tidak terhubung.

Buku setebal 198 halaman ini dengan gamblang menuduh ibadah umat Islam mengadopsi ritual penyembahan berhala.”Kebudayaan Islam berakar dari penyembahan dewa bulan. Setidaknya, lima tiang utama dalam Islam berasal langsung dari praktik penyembahan berhala,” tulis Curt Fletiemer.

Dikatakan KH. Slamet Effendi Yusuf, biasanya, buku-buku sampah seperti ini tidak jelas penerbitnya, pengarangnya tidak bisa dilacak.  Kalaupun ada namanya. Tapi belum tentu asli penulisnya.  MUI sangat menyayangkan, jika buku sampah tersebut dijual di toko buku ternama, seperti Gramedia.

MUI Desak Gramedia

MUI berharap, ada langkah-langkah kongkrit dari toko buku tersebut agar selektif dalam menjual buku-buku yang bisa menyinggung perasaan umat Islam. Jika buku semacam itu menimbulkan gejolak di masyarakat, sebaiknya ditertibkan saja.

“Ingat, kasus Temanggung. Seorang non muslim menulis buku, seolah membahas tentang Islam. Padahal nyatanya justru melecehkan Islam. Buku itu harus diwaspadai,” ujar Slamet.

Terkait buku “SPSB”, kata Slamet, umat Islan tidak mau terjebak dengan tuntutan pelarangan buku, tetapi kita meminta toko-toko buku besar agar lebih selektif untuk tidak menjual buku-buku yang bisa merusak hubungan  antar masyarakat, termasuk kerukunan umat beragama.

Slamet Effendi Yusuf mengingatkan penulisnya, jangan dikira buku semacam itu membuat umat Islam lari dariagamanya. “Tidak akan ada. Umat Islam sudah menyadari penuh, adanya kelompok-kelompok yang sistematik menyebarkan kebencian di lingkungan umat Islam. Mereka mengharapkan ada kemarahan dari umat Islam. Karena itu, umat Islam tidak usah terpancing, dan tidak perlu merazia  buku sejenis itu.”

Jika diperlukan, MUI akan memediasi dengan mencoba melakukan pendekatan kepada toko buku yang bersangkutan untuk membatasi penyebaran buku yang bisa merangsang terjadinya konflik di masyarakat. Sebaiknya laporkan saja pada pihak berwajib. Umat Islam juga jangan terkejut, buku-buku sampah tidak akan pernah berhenti.

“Saya pernah mendapat kiriman buku komik dari Barat tentang Nabi Saw, dan cara memahami al-Qur’an.  Ketika saya baca, buku itu sangat menyinggung umat Islam. Mereka mengira umat Islam akan goyah, padahal umat Islam punya penafsirannya sendiri tentang teks hadits tertentu. Tapi, rupanya, mereka sengaja membuat penafsiran sendiri. Kita tahu kok yang buat siapa.”

Lebih jauh Slamet Effendi Yusuf menegaskan, ada realitas munculnya kelompok fundamentalis di lingkungan berbagai agama, termasuk mereka yang pro aktif menerbitkan buku-buku yang mendiskreditkan Islam. Buku itu itu disebarkan di Indonesia.  

“Kami meminta agar toko buku itu selektif, dan  tidak memancing kemarahan umat Islam. Tentu, akan lebih baik agar toko buku itu menarik buku yang bisa merusak suasana dan mengganggu kerukunan antar umat beragama,” ungkap Slamet. Desastian


latestnews

View Full Version