View Full Version
Selasa, 22 May 2012

Empat Jempol untuk Polisi yang Melarang Irshad Manji & Lady Gaga

JAKARTA (Voa-Islam) – Jika polisi betul-betul serius tidak memberi izin konser Lady Gaga pada 3 Juni mendatang, sejumlah ormas Islam anti maksiat menyatakan salut dan angkat topi kepada pihak kepolisian. Pasalnya, beredar rumor, polisi tetap akan memberi izin kepada panitia penyelenggara dengan persyaratan khusus, seperti konser yang digelar di Korea Selatan belum lama ini.

Desakan kelompok liberal dan simpatisannya agar polisi memberi rekomendasi perizinan konser Lady Gaga belakangan ini begitu gencar dilakukan. Namun, bisa dipastikan, polisi tidak akan dikendalikan oleh kaum liberal yang bernafsu untuk merusak moral generasi muda Indonesia.

Dalam kasus pelarangan konser Lady Gaga, Front Pembela Islam (FPI) kali ini memberikan penghormatannya pada polisi. Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Syihab, menyampaikan rasa salutnya melalui pesan singkat (sms). "Hormat dan Salut buat Pak Timur dan Pak Untung. Selamat berjuang Jenderal! Semoga sukses selalu!!", kata Habib Rizieq dalam pesan singkat yang diterima Voa-Islam, beberapa waktu lalu (15/5).

Menurut Habib Rizieq, Lady Gaga adalah simbol setan dan ikon iblis internasional, sehingga tidak pantas dan tidak boleh masuk ke wilayah NKRI yang religius, apalagi menodai dan mengotorinya.

Menurut Habib Rizieq, NKRI adalah negara berdasarkan Ketuhanan dan kemanusiaan, bukan kesetanan dan kebinatangan. Karenanya, FPI memberikan penghormatan dan penghargaan tinggi untuk kedua jenderal negarawan tersebut (Kapolri dan Kapolda Metro Jaya) yang telah mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada kepuasan dan kerakusan segelintir Geng Liberal yang ingin merusak moral anak bangsa.

"Kapolri dan Kapolda Metro Jaya memiliki integritas moral dan kepekaan sosial yang tinggi, serta leadership yang mumpuni. Sehingga patut menerima penghargaan dari semua pihak yang cinta negeri," pungkasnya.

Sejumlah Ormas Islam yang lain juga menyatakan salut kepada Kapolsek Pasar Minggu, Kompol Adry Desas Puryanto, SH, dan Kombes (Pol) Imam Sugianto, M.Si, Kapolres Jakarta Selatan, yang telah membubarkan acara diskusi buku “Allah, Liberty, and Love”  di Teater Komunitas Salihara, Pasar Minggu, dengan menghadirkan pembicara Irshad Manji. Termasuk, kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Rikwanto yang telah menjelaskan kepada media ihwal tidak diberi rekomendasinya (izin) konser Lady Gaga.

FPI Bukan Batman

Pengamat sosial dan budaya, Mustofa Nahra Wardaya mengatakan, untuk kali ini polisi patut dihargai, karena tidak memberi rekomendasi kepada panitia penyelenggara untuk menggelar konser Lady Gaga di Jakarta.

“Polisi sudah mau mendengar suara MUI, Muhammadiyah yang juga menolak Lady Gaga, begitu juga FPI, FUI, MIUMI, dan sejumlah komponen masyarakat lain. Kali ini polisi telah bertindak benar. Kecuali jika menyangkut terorisme, polisi suka main tembak hingga mati, itu harus diakui polisi dzalim. Untuk Lady Gaga, polisi patut diapresiasi, bila perlu kita beri empat jempol bahkan 10 jempol untuk polisi yang telah menolak izin konser Lady Gaga,” tukas Mustafa.  

Harus diakui, polisi maupun FPI mempunyai SDM yang terbatas. Tak semua persoalan moral terpantau secara bersamaan. “FPI bukan Batman yang selalu siap siaga jika ada masyarakat yang membutuhkan. Begitu juga polisi,  jumlahnya tidak mencukupi. Karena itu, jika polisi dibantu oleh FPI, seharusnya polisi berterima kasih,” ujar Mustafa yang aktivis di PP Muhammadiyah.

Dikatakan Mustafa, FPI kerap dituding jalan sendiri dalam menjalankan aksi nahi mungkar. Sama saja dengan Banser Ansor yang pernah membubarkan MTA di Nganjuk. Maka, demi hukum dan Undang-undang, polisi berhak untuk tidak memberi rekomendasi, bahkan membubarkan acara yang tidak ada izinnya.

Semua orang tahu, JIL dan FPI sudah lama bermusuhan. Tapi kadang media tidak adil dalam memberitakan FPI. Ada sesuatu yang disensor, media lebih suka memberi stigmatisasi kepada FPI. “Adalah hukum alam, jika kebebasan bertemu dengan kebebasan. JIL yang ingin bebas sebebasnya dan FPI yang juga ingin bebas memerangi kemaksiatan dengan caranya.

Sejak awal, Mustafa selaku akademis, menganggap buku-buku Irshad Manji itu tidak ilmiah. Seharusnya pihak keimigrasian aktif mengawasi setiap tamu asing yang datang ke Indonesia, apakah menyangkut izin tinggal atau izin visa tidak tetap. “Apa betul, apa yang dilakukan Irshad Manji dan Lady Gaga itu sebagai bentuk kebebasan bereksrepsi? Jangan-jangan ini hanya urusan perut (dagang tiket). Ada kesan, panitia seperti menyandera. Jualan tiket dulu hingga mencapai 50 ribu lembar, baru diurus perizinannya. Itu ibarat anak gadis yang dihamili dulu, baru dinikahi,” paparnya prihatin.

Yang pasti, bukan hanya polisi yang menolak, masyarakat yang tinggal di Senayan pun merasa keberatan dengan kehadiran Lady Gaga, karena mereka khawatir di wilayahnya akan terjadi kekacauan. Desastian


latestnews

View Full Version