View Full Version
Senin, 17 Sep 2012

Tabligh Akbar "Indonesia Tanpa Syiah": Ini Bumi Sunni, Bukan Syiah

JAKARTA (VoA-Islam) – Indonesia adalah bumi Sunni, bukan Syiah. Ketika sebuah negara itu sunni,  maka jangan pernah mengembangkan paham Syiah. Jika itu tetap dilakukan, maka sama saja mengganggu kerukunan dan ketertiban masyarakat Indonesia.

 “Jika orang Syiah berkembang 5-10 persen, mereka mulai berani menantang perang. Saat ini, jumlahnya pengikut Syiah di Sampang yang hanya 143 orang saja, sudah berani menantang seluruh penduduk Madura.”

Hal itu diungkapkan Sekretaris MUI Jatim KH. Muhammad  Yunus dalam Tabligh Akbar “Mengokohkan Ahlusunnah Wal Jamaah di Indonesia” di Masjid Al Furqan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jl, Kramat Raya No. 45, Jakarta Pusat, Ahad (16/9), ba’da Dzuhur.  Selain itu juga dibacakan deklarasi Forpija (Forum Pemuda Islam Jakarta) tentang Indonesia Damai Tanpa Syiah.

 Hadir sebagai pembicara dalam tabligh Akbar tersebut: Habib Zein Al-Kaff, KH. Muhammad Yunus (Sekretaris MUI Jatim yang mewakili Ketua MUI Jatim KH. Abd. Somad), Ustadz Amin Jamaludin (LPPI), Ustadz Farid Ahmad Okbah, dan Ustadz Bachtiar Nasir, Lc (MIUMI). Juga hadir, KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Fahmi Salim (MIUMI), dan Ustadz Abu Jibril (MMI).

Sekretaris MUI Provinsi Jatim, KH. Muhammad Yunus, dalam orasinya, menguak informasi sesungguhnya tentang apa yang terjadi di Sampang, Jawa Timur. Mengingat, umat Islam di Sampang merasa terzalimi oleh pemberitaan di media massa, yang terkesan bias, distorsif, dan memutar balikkan fakta.

“Kami ingin tabayun dari upaya-upaya yang hendak memarginalisasi dan mengkriminalisasi informasi, bahwa penyerang sesungguhnya adalah bukan dari kalangan Sunni, melainkan kelompok Syiah itu sendiri. Dengan agresif kelompok Syiah menggunakan bom  molotov dan ranjau-ranjau yang mereka tanam,” kata KH.  Yunus.

Dalam kesempatan itu, KH. Muhammad Yunus menyampaikan kronologis bentrokan Sunni- Syiah di Sampang pada 26 Agustus 2012 lalu. Ha investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) MUI Provinsi Jatim, sudah disampaikan kepada Polda Jatim. Bukan hanya MUI Jatim, beberapa ormas Islam lain, seperti PWNU Jatim, TPF al Bassra juga menghasilan informasi yang sama. Hanya KONTRAS dan LSM-LSM tertentu yang memojokkan Sunni dan memback up kelompok Syiah.

Kiai Yunus memberitahukan, saat ini fatwa sesat Syiah yang dikelurakan MUI Jatim didukung oleh Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur. GUIB adalah sebuah lembaga yang beranggotakan 52 ormas Islam di Jatim, diantaranya,  PWNU Jatim, PW Muhammadiyah Jatim, Persis Jatim, Hidayatulah, Perhimpunan al- Irsyad Jatim, DDII Jatim, FPI Jatim, HTI Jatim , Persis Jatim, Perti Jatim, HMI Jatim, BKPRMI Jatim, FUI Jatim, Fatayat NU Jatim, Aisyah Jatim, dan Gerakan Pemuda Ansor Jatim dan sebagainya.

“Semoga, ini menjadi inspirasi bagi ormas Islam di Jakarta, dan Indonesia pada umumnya.  Yang jelas, sudah dua kali, GUIB mengeluarkan pernyataan sikap terkait insiden Sampang (2011 dan 2012),” kata Kiai Yunus yang juga Sekjen GUIB Jatim.   

Dikatakan KH. Yunus, MUI Provinsi Jatim sendiri sudah melakukan berbagai upaya untuk menggalang ukhuwah dengan sejumlah ormas Islam di Jatim dari gangguan dan rongrongan, bahaya-bahaya, dan gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan disharmoni, khususnya di Jatim.

“Alhamdulillah, seluruh ormas Islam di Jatim kompak. Dari MUI Jatim, PWNU, Muhammadiyah hingga Gubernurnya, punya pandangan yang sama terkait hal-hal yang dapat menggangu keamanan, kerukunan dan disharmoni bangsa. Tentu saja, diharapkan setiap persoalan yang timbul dapat diselesaikan dengan baik.

 Melanggar Kesepakatan

KH. Muhammad Yunus menginformasikan, sebelum terjadi insiden Sampang Jilid II, sejumlah ormas Islam, pemerintah dan pihak-pihak terkait telah membuat kesepakatan bersama untuk merumuskan Peraturan Gubernur sebagai parameter untuk mengukur sebuah aliran keagamaan itu sesat atau tidak. Lalu keluarlah Pergub No 55 tahun 2012.

“Mulanya, pembahasan tidak begitu mulus. Konsep yang diusulkan MUI Jatim, PWNU, dan PW Muhammadiyah Jatim tiba-tiba dipreteli, entah siapa yang berada dibalik itu semua. Dari usulan Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat menjadi Pengawasan Kegiatan Keagamaan dan Aliran Sesat. Kami pun protes atas perubahan konsep itu,” tukas KH. Yunus.

MUI Jatim, PWNU dan PW Muhammadiyah Jatim tidak setuju, jika kegiatan keagamaan akan diawasi oleh pemerintah. Jika itu dilakukan, maka banyak  aktivis dakwah yang akan diawasi. Setelah rapat tiga kali, pembahasan pun deadlock alis tidak ketemu.

Lalu utusan MUI Jatim (3 orang) menghadap Gubernur Jatim untuk menyampaikan kerisauan perubahan konsep itu. Gayung pun bersambut, Gubernur Jatim menyatakan, ada pihak yang salah menerjemahkan kebijakan Gubernur. Alhasil, Gubernur Jatim mengeluakan Pergub No. 55 tahun 2012 sesuai yang dirumuskan MUI Jatim. Namun  disayangkan, Pergub tersebut, ketika itu belum tersosialisasi oleh media, sampai terjadi kasus Sampang Jilid II.

 Yang pasti, seluruh walikota Jatim sudah mengantongi Pergub No.55 Tahun 2012. Pada Pasal 4 dan 5 misalnya, ada point penting yang bersisi: Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan , penodaan, penghinaan, penasfiran yang menyimpang dari pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia,  sehingga menganggu ketentraman dan ketertibam masyarakat.

“Tapi, apa yang terjadi. Setiap hari, orang syiah menghujat sahabat Rasulullah Saw,” kata Sekretaris MUI Jatim.  

Dalam pasal itu juga dijelaskan, setiap orang (Syiah) dilarang menyebarkan luaskan paham Syiah, dan membantu ikut menyebarkan luaskan aliran sesat itu. Untuk itu Pemerintah Daerah setempat harus menghentikan kegiatan mereka.

Perlu digarisbawahi, suatu aliran dikategorikan sesat bila terpenuhi kriteria dan pertimbangan dari MUI. Sehingga ketika MUI mengeluarkan Fatwa Syiah sesat menyesatkan, maka pemerintah Jatim seharusnya sudah melarang aliran Syiah di seluruh wilayah Jatim.

“Satu hal, pihak Syiah kerap dicitrakan sebagai warga yang minta dibelas kasihan, kaum yang tak berdaya dan terzalimi. Kita semua terkecoh dengan gaya komunikasi mereka yang menggiring masalah ini dengan persoalan HAM. Padahal jelas, sudah sangat jelas, sudah ada peraturan yang melarang aliran Syiah di Jatim,” ujar KH. Yunus. Desastian


latestnews

View Full Version