View Full Version
Senin, 24 Sep 2012

Umat Islam Kota Medan Tuntut Masjid At-Thoyyibah Dibangun Kembali

JAKARTA (VoA-Islam) – Forum Umat Islam (FUI) Sumatera Utara yang meliputi berbagai elemen masyaraat dan ormas Islam di Kota Medan, menuntut agar Masjid At-Thoyyibah yang digusur oleh pihak pengembang PT. Multatuli Indah Lestari (PT. MIL) segera dibangun kembali di lokasi yang lama.

Informasi ini disampaikan oleh Ketua FUI Sumut , Sudirman Timsar Zubil saat berkunjung ke Jakarta, dan ditemui Voa-Islam di Masjid At-Tin, Jakarta, belum lama ini.

Seperti diketahui Masjid At-Thoyyibah yang berlokasi di Jl. Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimon, Masjid At Thoyyibah dibongkar 10 Mei 2007 lalu, usai shalat  Dzuhur dan diganti dengan ruko oleh PT MIL. Peristiwa ini mengundang reaksi warga dengan mengajukan gugatan kepada PT MIL, Pemko Medan, MUI Kota Medan dan Poldasu.

Kasus dengan gugatan perkara perdata dan pidana ini pun berlanjut hingga ke meja hijau. Sejumlah kesaksian dihadirkan dalam PN Medan. Kabarnya, PN Medan sudah memutuskan: menolak gugatan masyarakat atas PT. MIL, dengan alasan tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam merobohkan masjid tersebut.

Atas keputusan PN Medan, Timsar Zubil menilai keputusan itu tidak adil. Sejak awal, kata Timsar, pihak kepolisian tidak mau memproses laporan masyarakat terkait preman bayaran yang dikerahkan PT. MIL.  “Hakim yang menolak gugatan masyarakat, harusnya diperiksa oleh Komisi Yudisial, karena jelas-jelas merugikan masyarakat,” ujarnya.

Kecewa atas penolakan gugatan PN Medan, sejumlah elemen umat Islam menyatakan banding. Saat ini dalam proses dan tengah menunggu Keputusan Kasasi dari Mahkamah Agung.  

Legitimasi MUI Kota Medan

Dikatakan Ketua FUI Sumut, hingga kini, umat Islam Kota Medan terus berjuang agar Masjid At-Thoyyibah (seluas 9x17 meter persegi) yang dirobohkan pihak pengembang, segera dibangun kembali di lokasi yang lama.

Dikatakan Timsar Zubil, Masjid At-Thoyyibah dibangun pada tahun 1947, mulanya merupakan musholla. Kemudian pada tahun 1953, menjadi bangunan  masjid dan diresmikan oleh seorang ulama di kota medan, KH. Sayyuti Noor.

Pada 2003, PT MIL mulai  merencakan pembangunan ruko di sekitar Jl. Multatuli, dengan mengorbankan bangunan masjid tersebut untuk digusur dan dipindahkan ke tempat lain. “Sejak itulah terjadi gangguan dan teror terhadap jamaah masjid,” ujar Timsar.

Pihak pengembang bahkan tidak segan-segan mengerahkan preman bayaran untuk mengintimidasi masyarakat agar mau pindah diganti dengan harga rendah. Ketika penggusuran mengarah ke Masjid at-Thoyyibah, pihak pengembang dihadang oleh sejumlah elemen masyarakat, khususnya umat Islam di Kota Medan.

Agar pembongkaran masjid berjalan mulus, PT. MIL selaku pengembang berupaya mengantongi legitimasi dari MUI Kota Medan, Pemko Medan, Polda Sumatera Utara (Poldasu). Dengan legitimasi dari Fatwa MUI Kota Medan, PT. MIL pun merasa berhak untuk membongkar masjid, padahal masjid itu adalah tanah wakaf yang tidak boleh dipindahkan, apalagi  dijual. Terkecuali ada syarat syar’i. Jadi bukan untuk kepentingan pengembang.

Sempat terjadi pertemuan antara pihak yang ingin masjid dipertahankan dan pihak yang menyetujui masjid dipindahkan. Terjadi kesepakatan, masjid tidak boleh dipindah. Namun, PT. MIL diam-diam membuat tim khusus untuk meninjau kembali atas status masjid tersebut.

Tim ini mendorong usulan oknum nazir masjid yang didukung oleh 21 orang warga untuk menyetujui pembongkaran masjid, sekaligus menyetujui masjid pengganti. “Aneh, permintaan oknum 22 orang ini didengar, tapi ratusan warga yang menginginkan masjid ini bertahan malah diabaikan.”

Diakui Timsar, semula FUI Sumut dan FPI Medan bergandengan tangan dalam menyikapi kasus Masjid At Thoyyibah, tapi FPI Medan tidak lagi ikut bergabung, dengan alasan FPI Pusat meminta agar FPI Medan tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada Fatwa MUI Kota Medan terkait masjid tersebut. “Ini sebuah kekeliruan, jika menyerahkan sepenuhnya pada fatwa MUI Kota Medan yang kami nilai sesat,” kata Timsar.

Sebelumnya, Ketua Komisi MUI Kota Medan dalam pertemuan di kantor MUI Kota Medan (23 April 2007) menyatakan pendapatnya: “Jangan dulu masjid At Thoyyibah lama dibongkar, dan jangan pula masjid baru pengganti diresmikan sampai ada keputusan dari Mahkamah Agung mengenai Kasasi yang diajukan oleh masyarakat.”

Akan tetapi, hanya berselang 3 hari kemudian, pada 26 April 2007 keluarlah fatwa MUI Kota Medan yang beliau sendiri turut menandatanganinya, dan fatwa inilah yang dijadikan alasan pembenaran oleh Direktur PT. MIL untuk merobohkan masjid At-Thoyyibah.

 “Awalnya kita sambut takbir, ketika diserukan agar masjid tidak dirobohkan. Tapi begitu fatwa MUI Kota Medan keluar, kita kecewa. Kami menilai Fatwa MUI Kota Medan itu sesat. Selain terdapat manipulasi data, fatwa MUI itu tidak sesuai dengan petimbangan syar’I,” kata Timsar Zubil.

Dalam sebuah pertemuan belum lama ini, mereka menyadari ada kekeliruan dalam Fatwa MUI. Sehingga terjadi kesapakatan untuk membangun kembali Masjid At-Thoyyibah di  lokasi semula. Namun dikatakan Timsar Zubil, pertemuan itu baru sebatas pernyataan alias pepesan kosong.

“Seharusnya dibuat pernyataan secara tertulis yang ditandatangani oleh masing-masing pihak.  Dengan begitu, dapat membatalkan fatwa MUI Kota Medan yang dinilai sesat,” kata Timsar.  Desastian


latestnews

View Full Version