View Full Version
Rabu, 07 Nov 2012

TPM: Majelis Hakim Belum Merdeka dalam Mengadili Kasus Terorisme

JAKARTA (voa-islam.com) - Persidangan terhadap Cahya Fitriyanta alias Cahyo alias Fadliansyah kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengagendakan putusan sela.

Dalam persidangan tersebut TPM selaku kuasa hukum terdakwa menilai majelis hakim masih belum merdeka dan mandiri dalam mengadili kasus terorisme.

"TPM menilai majelis hakim yang terlibat mengadili kasus terorisme masih belum merdeka dan mandiri dalam mengadili," kata Muannas Al Aidid, SH kepada voa-islam.com, Selasa (6/11/2012).

Majelis hakim yang dipimpin oleh Elyta Ras Ginting, SH. LLM menyampaikan sejumlah poin yang menjadi alasan bahwa PN Jakarta Barat berwenang untuk menyelenggarakan persidangan terhadap Cahya.

Diantaranya, PN Jakbar merasa berwenang mengadili karena menilai sudah cukup persyaratan pemindahan tempat persidangan dengan menggunakan UU Mahkamah Agung bukan UU Kekuasaan Kehakiman terkait penetapan tempat persidangan

Majelis juga menyatakan bahwa kasus terorisme merupakan tindak pidana yang bersifat transnasional dan transinternasional sehingga mengesampingkan ketentuan UU yang bersifat Umum termasuk KUHAP yang menjadi dasar keberatan kami selaku kuasa hukum, atas penyelenggaraan tempat persidangan

Selain itu, persyaratan keadaan memaksa dalam ketentuan Pasal 85 KUHAP, majelis merasa bukan kewenangannya karena tidak bisa menilai hal itu.

Sementara itu, pihak TPM diwakili Muannas Al Aidid, SH selaku penasehat hukum Cahya Fitriyanta dengan tegas menolak putusan sela tersebut.

...penyelengaaran tempat persidangan dengan menggunakan UU Mahkamah Agung sebagai alasan hukumnya dan mengesampingkan KUHAP sebagaimana diatur Pasal 84 dan 85 KUHAP adalah keliru dan menyesatkan

Menurutnya, putusan majelis hakim mengesampingkan KUHAP sebagaimana diatur Pasal 84 dan 85 adalah keliru dan menyesatkan.

“Prinsip terhadap putusan tersebut kami sangat menghargai dan penilaian majelis hakim yang menolak keberatan kami terkait penyelengaaran tempat persidangan dengan menggunakan UU Mahkamah Agung sebagai alasan hukumnya dan mengesampingkan KUHAP sebagaimana diatur Pasal 84 dan 85 KUHAP adalah keliru dan menyesatkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, TPM menyampaikan harusnya majelis hakim tetap berpijak pada hukum acara yang berlaku.

“Karena dalam hukum itu ada asas yang dikenal lex spesialis de rograt lex generalis artinya ketentuan yg bersifat khusus menggantikan aturan yang bersifat umum, hal ini berarti seharusnya majelis tetap berpijak pada hukum acara yang berlaku selama tidak ada ketentuan lain yang mengatur tentang peralihan tempat persidangan tersebut baik menurut UU Mahkamah Agung maupun menurut UU terorisme,” sambungnya.

...Kami selaku penasehat hukum terdakwa serta publik pencari keadilan meminta agar tidak menegakkan hukum dengan cara-cara melanggar hukum

Bahkan yang lebih menggelitik adalah sikap majelis hakim yang enggan menilai terkait keadaan memaksa yang tertuang dalam pasal 85 KUHP yang jelas-jelas harusya menjadi kewenangannya.

“Kemudian yang lebih menggelitik bagi kami, pertimbangan majelis terkait dengan 'keadaan memaksa dan atau tidak mengizinkan penyelengaaraan tempat persidangan' sebagaimana dimaksud Pasal 85 KUHAP makin tidak konsisten, dimana ditunjukkan yang seharusnya menjadi kewenangan majelis untuk menilai akan tetapi majelis justru merasa tidak berwenang untuk menilai. Padahal inilah yg menjadi pokok keberatan kami atas dasar apa JPU menyelenggarakan sidang terdakwa di PN Jakarta Barat,” jelasnya.

Sebelumnya, TPM sudah menduga jika eksepsi tersebut akan ditolak, eksepsi tersebut bertujuan untuk mengingatkan pihak terkait.

“Yang terpenting bagi kami adalah bukan ditolak atau tidaknya keberatan kami atas eksepsi yg diajukan, karena sedari awal kami memang sudah menduga, penyampaian keberatan ini semata-mata ditujukan kepada semua aparat penegak hukum untuk saling mengingatkan, baik hakim, jaksa, Polri utamanya Densus 88,” ujarnya.

TPM pun meminta agar pihak-pihak terkait tersebut untuk tidak melakukan upaya penegakkan hukum dengan cara-cara yang melanggar hukum.

“Kami selaku penasehat hukum terdakwa serta publik pencari keadilan meminta agar tidak menegakkan hukum dengan cara-cara melanggar hukum, mengedepankan asas praduga tak bersalah dan institusi yang ada, tetap merdeka dan mandiri dalam menjalankan tugasnya atas nama hukum dan keadilan,” tegasnya. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version