View Full Version
Kamis, 15 Nov 2012

Utusan PBB Intervensi Indonesia, Desak Hapus UU Penodaan Agama

JAKARTA (VoA-Islam) - Komisaris Tinggi (High Commissioner) Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Navanethem Pillay mulai mendikte dan menintervensi Indonesia. Ia minta agar peraturan perundangan di Indonesia yang menyulut diskriminasi agama harus dicabut.

Peraturan yang dimaksud adalah UU Penistaan Agama 1965; Keputusan Menteri 1969 dan 2006 tentang pembangunan rumah ibadah;  dan Keputusan Bersama Menteri 2008 tentang Ahmadiyah. Utusan PBB itu menuduh adanya diskriminasi agama di Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah untuk mencabut sejumlah undang-undang yang meruncingkan diskriminasi.

“Prinsip fundamental dalam hak asasi manusia internasional adalah nondiskriminasi. Ini berlaku di semua bidang bagi semua orang,” kata Navanethem dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 13 November 2012.

Peraturan yang dinilai menyokong diskriminasi, antara lain, Undang-Undang Penistaan Agama bikinan 1965, Keputusan Menteri 1969 dan 2006 mengenai pembangunan rumah ibadah, dan Keputusan Bersama Menteri 2008 mengenai Ahmadiyah.

Selama di Indonesia, Navanethem bertemu dengan kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi. Di antaranya, jemaat GKI Yasmin Bogor, HKBP Filadelfia Bekasi, warga Syiah, dan penganut Ahmadiyah. Ia prihatin polisi gagal memberikan perlindungan kepada korban.

"Prinsip fundamental tadi bisa hilang jika tindakan tegas tak diambil. Padahal, Undang-Undang Dasar Indonesia menjunjung prinsip ini dengan menyatakan setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih dan melaksanakan ibadat sesuai agamanya,” ujar perempuan yang disapa Navi ini.

Dalam kasus GKI Yasmin misalnya, Navi menyatakan aparat di Bogor tak menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk membuka kembali gereja. »Saya berbicara sebagai seorang mantan hakim,” kata dia. Hingga kini, jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia memang belum bisa beribadah. Gereja mereka digembok dan niat mereka beribadah pun dihadang massa intoleran.

Secara khusus Navanethem mengecam aksi penyerangan jamaah Ahmadiyah di Bandung, Jawa Barat.“Pada kasus Ahmadiyah, dalam perayaan Idul Adha lalu, polisi yang hadir malah mendesak jamaah Ahmadiyah untuk meneken kesepakatan supaya tak melaksanakan ibadah Idul Adha. Alasannya, demi ketertiban umum,” kata Navanethem.

Navi mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan seluruh kasus tadi. Ia juga menuding para pejabat di Indonesia telah mendukung diskriminasi agama. “Isu-isu kekerasan dalam komunitas memang tidak mudah untuk diselesaikan. Namun, saya prihatin atas pernyataan-pernyataan para pejabat yang mendukung diskriminasi agama,” katanya. Desastian


latestnews

View Full Version